Home , , , , , , , , , , , , , , , , , , � SYI'AH SESATTTTTTT....TITIKKKKK......( HAH..????!!!!???? )

SYI'AH SESATTTTTTT....TITIKKKKK......( HAH..????!!!!???? )




Iran, Syiah dan Fitnah-fitnah Murahan Itu
Kalau Prof. Amin Rais, DR. Diin Syamsuddin, KH. Hasyim Mazudi, Habib Rizieq, Muh. Maftuh Basyuni , guru-guru besar UIN, akdemisi Universitas2 Islam Indonesia yang dengan hanya beberapa jam di Iran telah berkesimpulan untuk tidak sampai mengkafirkan Syiah bagaimana dengan saya yang hidup ditengah-tengah mereka bertahun-tahun, dan melihat langsung amalan-amalan mereka?.
 
Ismail Amin*

 Iran, Syiah dan Fitnah-fitnah Murahan Itu
Sejak 2007 saya berada di Iran. Dipertengahan tahun itu saya pertama kali menginjakkan kaki di kota Qom. Bukan tanpa informasi. Saya justru mendapat bekal, Iran itu negeri Syiah. Syiah itu sesat bahkan bukan bagian dari Islam. Mereka punya Al-Qur'an yang berbeda dengan yang dibaca kaum muslimin dinegeri muslim lain di dunia. Sehari sebelum berangkat, Ust. Said Abdushshamad  tokoh yang getol mengkampanyekan gerakan anti Syiah di Makassar menemuiku. Sangat kebetulan, saudara kandung beliau, bertetanggaan dengan rumah ibuku di Makassar. Mungkin beliau tahu informasi rencana kepergianku ke Iran dari Puang Tia, saudara perempuannya itu. Diapun menjejaliku dengan nasehat untuk waspada terhadap ajaran Syiah. Saya cukup mengiyakan saja. Setiba di Iran, yang disampaikan hampir semuanya berkebalikan. Saya melihat Iran negara yang Islami, justru sangat Islami. Tidak ada satupun perempuan yang bebas keluar rumah tanpa mengenakan jilbab, dan hampir semuanya berwarna hitam. Dimanapun aku mampir shalat berjama'ah, masjid-masjid nyaris penuh. Kompleks Haram dijantung kota Qom, tempat dimakamkannya Sayyidah Fatimah Maksumah sa adik kandung Imam Ridha as terbuka 24 jam. Dan peziarah selalu berdatangan tanpa henti. Aktivitas Islami tidak pernah tidak terlihat dikompleks itu. Ada yang mengaji, shalat, membentuk kelompok-kelompok kecil untuk membahas masalah agama, atau sekedar bercengkrama dengan keluarga. Anak-anak kecil bebas lari berkeliaran. Setelah berkeluarga, sayapun selalu membawa istri dan kedua anakku ditempat itu selepas maghrib dan pulang kerumah menjelang subuh. Yang menarik, dan menurut saya, ini nilai lebihnya Haram itu, tersedia posko-posko tanya jawab dan diskusi agama. Sebut saja seperti ruang pengaduan di gereja. Bukan untuk membeli surat pengampunan dosa. Sama sekali bukan. Melainkan untuk bertanya masalah agama: aqidah, akhlak dan fiqh serta konsultasi keluarga. Semua ada posko khususnya. Termasuk posko khusus mengecek benar tidaknya bacaan dalam shalat. Yang melayani adalah pakar-pakar Islam dibidangnya. Saya sering mampir bertanya masalah aqidah. Mereka menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan. Istri sendiri betah berlama-lama di posko fiqh, bertanya mengenai hukum amalan keseharian.  
Disepanjang jalan, terpampang papan-papan reklame yang bertuliskan pesan-pesan Islami dan baliho-baliho besar gambar Ayatullah plus informasi jadwal pengajiannya (bukan baliho kampanye politik). Di baliho itu tertulis, hari ini kelas tafsir, besoknya kelas akhlak, lusanya kelas fiqh di sini dan disitu. Tidak hanya itu ceramah para Ayatullah itu disiarkan di tivi-tivi secara langsung bahkan lewat radio. Esoknya sudah tersedia cd-cd rekamannya di kios-kios CD, dan selalu laku keras. Warga Iran memang pendengar yang baik. Mereka betah mendengar ceramah ataupun pidato-pidato politik berjam-jam. Momentum shalat Jum'at dimanfaatkan pemerintah Iran untuk menyampaikan pesan-pesan politik. 2-3 jam sebelum khutbah Jum'at, jama'ah Jum'at dijejali orasi politik satu dua tokoh aktivis, kebanyakannya menceritakan kondisi dunia Islam, dan selalu terdengar slogan perlawanan terhadap AS dan Israel. Di mimbar Jum'at bahkan ditulis, AS letaknya dibawah kaki kami. Kalau pidatonya membakar, jama'ah serentak berdiri, mengepalkan tangan sembari meneriakkan yel-yel dukungan terhadap pemimpin mereka dan kecaman terhadap AS. Persis situasi demonstrasi di jalan-jalan. Dengan kondisi seperti itu, sangat ganjil kalau sampai ada yang mengantuk.  Bagi yang sibuk dan tidak sempat membaca Koran tiap hari, cukup mendengarkan pidato-pidato tersebut, ia akan paham apa yang terjadi selama sepekan itu. Karena itu, rakyat Iran tidak mudah terpengaruh propaganda murahan dari media-media asing. Mereka mandiri disegala hal, ekonomi, keamanan, budaya, sosial dan politik.
Masjid-masjid di Qom, tidak terlalu besar, tapi lapang dan nyaman bagi jama'ah. Terdapat beberapa kursi, buat mereka yang kesulitan shalat dengan duduk melantai. Terdapat bantal sandaran, buat para orangtua lanjut usia untuk menyandarkan tubuhnya saat mendengarkan ceramah atau sekedar mengaji. Dan dihari-hari tertentu, sambil dengar ceramah kita bisa menikmati segelas susu dan 1-2 biji kurma yang disediakan gratis pengurus masjid. Setelah shalat, remaja masjid akan membagikan Al-Qur'an, hampir disemua masjid ada program membaca al-Qur'an satu-dua halaman berjama'ah. Dipimpin qari-qari yang bacaannya sangat merdu. Di Tv ada saluran khusus menyiarkan program-program Qur'ani. Semua acara serba Qur'ani. Kelas tafsir, kelas ulumul Qur'an. Bincang-bincang Al-Qur'an menjawab problem keseharian, termasuk menyiarkan profil-profil para penghafal Al-Qur'an. Iran kaya dengan hafiz Al-Qur'an. Mulai dari usia sekolah dasar, remaja sampai usia dewasa. Saya pernah mewancarai beberapa remaja Iran yang hafal Al-Qur'an. Mulai dari Ali Amini yang telah menghafal Qur'an di usia 8 tahun sampai Mujtaba Karsenasi yang menghafal 30 juz al-Qur'an diusia 15 tahun. Mereka adalah penerus dari Husan Tabatabai, Doktor Cilik Penghafal Qur'an, yang dikenal sebagai mukjizat abad 20 karena memiliki penguasaan dan pengetahuan Al-Qur'an yang mengagumkan, sampai mendapat gelar doctor honoris causa bidang studi Al-Qur'an. Wawancara saya itu dimuat dalam buku Bintang-bintang Penerus Doktor Cilik yang kususun bersama bu Dina Sulaeman dan suaminya, diterbitkan Pustaka Iiman pertengahan tahun 2011.
Toko-toko buku jumlahnya hampir berimbang dengan toko kelontong. Di tengah kota, hampir disetiap lorong ada toko buku. Bukan hanya buku-buku karya ulama Syiah namun juga kitab-kitab ulama Sunni. Diperpustakaan pun demikian. Meski berbeda, orang-orang syiah tidak fobia terhadap karya-karya ulama sunni.  Hal yang berbeda dari mereka yang menyebut syiah itu sesat. Bisa jadi bahkan melihat langsung buku-buku syiah saja mereka tidak pernah.
Mahasiswa Indonesia di Iran, tidak semuanya Syiah. Ada juga yang Sunni. Mereka tersebar di Teheran, Ghorghon dan Esfahan. Untuk menepis fitnah, di Iran warga Sunni dibunuhi, disiksa dan mendapat perlakuan tidak adil dari pemerintah Iran yang Syiah, saya mewancarai teman asal Indonesia yang belajar di Universitas agama yang bermazhab Sunni. Namanya Syarif Hidayatullah dan wawancara itu dimuat di ABNA. Dari lisannya, ia menepis tudingan dan fitnah tidak bertanggungjawab itu.
Pemerintah Iran gemar menyelenggarakan event-event internasional. Konferensi Mahdawiyat, konferensi ulama Islam, konferensi pemuda Islam, konferensi perempuan Islam, MTQ Internasional dan Pameran kitab Internasional yang melibatkan banyak negara muslim. Karena itu, banyak tokoh-tokoh nasional kita yang mengunjungi Iran sebagai delegasi Indonesia dalam event-event tersebut. Selama di Iran, setidaknya saya sudah bertemu dengan DR. Amin Rais (tokoh Muhammadiyah), Prof. Quraish Shihab (mantan menteri agama dan mantan ketua MUI), Dr. Umar Shihab (ketua MUI Pusat) dan Muh. Maftuh Basyuni (menteri agama kabinet SBY-JK). Tokoh-tokoh nasional itu mengunjungi langsung kampus saya di Qom. Berbincang dan membuka ruang dialog dengan mahasiswa Indonesia di Qom.  Tidak ada yang ganjil. Mereka tidak meminta kami waspada dengan Iran dan Syiahnya. Justru meminta semua mahasiswa Indonesia belajar serius dan bisa memanfaatkan ilmunya jika kembali ke tanah air. Dengan adanya event-event internasional yang melibatkan banyak negara muslim tersebut menyodorkan fakta yang tidak terbantahkan, Iran diakui keberadaannya sebagai negara Islam. Terlebih lagi Republik Islam Iran juga memang termasuk dalam anggota OKI, organisasi internasional yang beranggotakan khusus negara-negara yang bermayoritas penduduk muslim. Tidak ada satupun negara yang keberatan dengan penamaan Iran sebagai Republik Islam juga semakin menguatkan fakta itu.
Hubungan mahasiswa Indonesia di Qom dengan KBRI di Teheran pun sangat akrab. Berkali-kali pihak KBRI datang ke Qom mengadakan silaturahmi, buka puasa bersama, atau silaturahmi pasca lebaran. Mengundang untuk menonton timnas PSSI yang bertanding di Teheran. Ataupun pada saat 17 Agustus, upacara bendera dan makan bersama. Saya pernah meraih juara I lomba penulisan karya tulis ilmiah yang diadakan KBRI Teheran. Dan perlu teman-teman tahu, semua staff di KBRI Teheran tidak ada yang Syiah, semuanya Sunni. Kalaupun memang Sunni mendapat tindakan semena-mena dari pemerintah Iran, bahkan katanya di Teheran tidak ada masjid Sunni, staff KBRI yang akan lebih dulu menyampaikan hal itu. Atau minimal kedutaan besar Malaysia, Arab Saudi, Mesir, dst yang ada di Teheran. Mengapa yang getol menyebarkan propaganda negatif tentang Iran justru media-media yang tidak satupun  staff atau wartawannya yang pernah ke Iran?. Guru-guru besar UIN Syarif Hdayatullah Jakarta bahkan sejumlah guru besar UIN Alauddin Makassar pernah ke Iran. Seorang Dosen Unismuh Makassar pernah ke Qom, mengadakan penelitian tesis doktoralnya. Saya yang menemani beliau berkunjung ke Teheran dan Masyhad. Mengajaknya shalat berjama'ah dibeberapa masjid-masjid. Ia shalat sambil bersedekap dengan tenang di tengah-tengah jama'ah Iran yang tidak bersedekap. Saya pernah menyambut tamu dirumah, ketua umum PB HMI, dan delegasi HMI yang ikut dalam konferensi perempuan internasional di Teheran. Kesemua tamu itu sunni. Dan sepulangnya mereka menulis pengalaman mereka selama di Iran dan dimuat dimedia. Tidak ada cerita sunni dibantai, cerita sahabat-sahabat Nabi dilaknat dimimbar-mimbar, tidak ada cerita mereka menemukan Al-Qur'an orang Iran yang berbeda, tidak ada cerita praktik nikah mut'ah yang kebablasan sampai katanya dimasjid-masjid di Iran disediakan ruangan khusus untuk melakukan praktik mut'ah. Yang ada semangat ukhuwah dan persahabatan yang menakjubkan dari orang-orang Iran yang mazhabnya beda.
Saya yang sampai saat ini masih berada di Iran masih sering mendapat kiriman konten-konten yang negatif tentang Iran dan Syiah, sembari menasehatkan saya tentang bahaya Syiah. Saya tegaskan, sekalipun pada akhirnya saya tidak memilih Syiah sebagai mazhabku dalam berIslam, saya tidak akan merusak diri dengan mengkafirkan sesama muslim. Yang mengkafirkan orang-orang Syiah yang juga bersyahadat, shalat, puasa, zakat dan naik haji. Saya tidak mungkin mau menghina akal sehat dan rasioku dengan lebih mempercayai mereka dari apa yang saya lihat dan rasakan langsung. Kalau Prof. Amin Rais, DR. Diin Syamsuddin, KH. Hasyim Mazudi, Habib Rizieq, Muh. Maftuh Basyuni , guru-guru besar UIN, akdemisi Universitas2 Islam Indonesia yang dengan hanya beberapa jam di Iran telah berkesimpulan untuk tidak sampai mengkafirkan Syiah bagaimana dengan saya yang hidup ditengah-tengah mereka bertahun-tahun, dan melihat langsung amalan-amalan mereka?.
Sayang, bahkan selama Ramadhan inipun mereka kelompok takfiri masih juga getol menyebar berita dusta tentang Iran dan rakyatnya. Kebanyakan yang melakukan itu adalah aktivis dakwah, aktivis ormas Islam, bahkan katanya akademisi di lembaga penelitian. Apa ketika saya kembali ke tanah air, dan kembali ditemui oleh  KH. Said Abdushshamad (sekarang sudah Kyai Haji) dan menjelaskan kepada saya tentang Iran seakan lebih tahu dari saya sendiri yang menetap bertahun-tahun di Iran dan mengingatkan tentang Syiah seakan lebih tahu dari saya yang mendengar langsung ceramah-ceramah Syiah dari Ayatullah di Qom, apa saya akan mempercayainya karena beliau Kyai Haji, karena beliau ketua umum LPPI Indonesia Timur dan karena beliau jauh lebih tua dari saya?.
Sangat mengerikan menyerahkan urusan Islam kepada mereka.
*Mahasiswa Indonesia, sementara menetap di Iran
Genosida Muslim Syiah
Celurit Jagoan di Balik Jubah Kiai Madura
Islam Times - So, konflik di Madura, seperti juga banyak konflik lain di dunia ini, ternyata tidak berakar dari perbedaan pemahaman tentang Islam. Sama sekali tidak. Sesungguhnya Islam memang terlalu suci untuk melahirkan konflik remeh temeh seperti itu.
Celurit
Celurit

By Jaka Kelana

Sebagai Muslim dan warga negara Indonesia yang dikenal ramah dan toleran, kita tentu tak suka dengan apa yang terungkap dalam tulisan ini. Tapi, seperti sabda Nabi Muhammad: Ungkapkanlah kebenaran meskipun pahit rasanya. Mengapa? Karena kebenaran dan hanya kebenaranlah yang dapat membawa kita semua kepada kemerdekaan—jalan utama menuju kemuliaan hakiki manusia, seluruh manusia. The truth will set you free.

Siapa sangka…agama ternyata hanyalah mainan buat sebagian orang? Dan siapa yang tega melihat bahwa permainan itu sebenarnya didalangi oleh tokoh agama a.k.a. kiai? Tapi begitulah yang dapat kita temukan dari hasil kajian Abdur Rozaki berjudul The Origins and Political Power of Blaters (Thugs) in Madura yang terbit di jurnal Kyoto Review edisi Desember 2009 (http://kyotoreview.org/wp-content/uploads/Abdur-Rozaki-ENG.pdf).

Rozaki mengungkapkan jalinan sosio-kultural yang begitu padu-padan antara kiai di satu sisi dan jagoan, bromocorah atau bajingan di sisi lain; bagaimana kedua elemen itu menjadi kombinasi yang tokcer dalam memenangkan seluruh pertarungan di pulau Madura, terutama sejak runtuhnya Orde Baru dengan segala tentakel komando teretorialnya. Udara kebebasan membuka semesta baru bagi sejoli lama itu untuk kian mencengkram rakyat dan memutar kepala tiap orang Madura ke arah yang mereka inginkan.

Sebagai contoh, kolaborasi kiai-jagoan ini pada mulanya sama-sama menolak pembangunan jembatan Suramadu yang direncanakan sejak akhir era Orde Baru. Seribu satu dalil agama dan budaya ditebar. Tarik-ulur panjang pun terjadi. Akibatnya, pelaksanaan pembangunan jembatan Suramadu jadi berlarut-larut dan berpuncak di sini: lonjakan harga tanah. Tapi, di titik itulah mereka balik badan dan mendulang rejezi nomplok. Cukongnya, menurut sebuah sumber, tak lain adalah grup bisnis Dharmala dan Salim yang telah melahap banyak tanah di Surabaya dan Mojokerto.

Contoh lain yang lebih miris: kasus kerusuhan Sampit. Dalam tempo dua pekan pasca kerusuhan itu, Sampang menampung 88.501 pengungsi dari Kalimantan. Puluhan ribu pengungsi itu tinggal di 12 distrik Sampang. Sebagian di tenda-tenda pengungsian. (Catatan: barangkali ini yang menjelaskan kenapa warga Sampang seolah mati rasa dengan derita 200an warga Syiah yang terusir dari tanah kelahiran mereka). Duet Kiai-Jagoan pada intinya memproyekkan pengungsi Kalimantan itu sedemikian hingga suatu waktu bantuan beras untuk pengungsi pun harus diberikan ke warga non pengungsi dengan alasan warga asli juga miskin.

Pasca tragedi Sampit itu kolaborasi Kiai-Jagoan naik ke tingkat yang lebih canggih lantaran hubungan mereka dengan jaringan LSM dan ranah kebijakan Jakarta. Semua proyek pengungsi Kalimantan harus lewat mereka atau risikonya program tidak jalan. Sejumlah LSM luar pun harus membayar upeti demi menyalurkan program-program bantuan bagi para pengungsi korban kekerasan di Sampit. Kita juga tentu tahu bahwa sejumlah LSM itu berkalang dusta dan berlumuran dosa. Tapi, ironisnya, di kubangan itulah para kiai dibantu para jagoan ini ramai-ramai menceburkan diri.

Untuk mengokohkan cengkauan mereka di Madura, kolaborasi kiai-jagoan itu kini memasukkan unsur baru yang tak kalah berpengaruhnya, yakni klebun (kepala desa). Dan berkat kerjasama tripartit inilah Madura seperti jadi wilayah otonomi khusus, wilayah yang tak tersentuh Jakarta—dan mungkin juga konstitusi negara. Tak heran bila seorang pejabat negara di jajaran Kesbangpol sampai berani sesumbar bahwa tak ada yang bisa menolak keinginan tiga serangkai penguasa Madura itu sekalipun Presiden SBY. (Catatan: sesumbar ini sempat terekam oleh seorang aktivis yang bertemu langsung dengan si pejabat tersebut).

Nah, setelah semua di atas, kita bisa membayangkan betapa naik pitam mereka saat Tajul Muluk, ustad berumur empat puluhan itu, mulai mengajak umatnya menggedor hegemoni itu. Tak tanggung-tanggung, Tajul meminta seluruh muridnya melawan dan menolak tunduk pada segala kebiasaan yang membelenggu mereka. Dia bahkan bertekad menciptakan tradisi baru: memonitor program-program pemerintah; mengirim anak-anak bersekolah umum dan meninggalkan pesantren; menghentikan tradisi maulid bergilir yang menyedot harta rakyat; dan sebagainya. Inilah yang menjelaskan dendam membara yang melanda para kiai, jagoan dan birokrat terhadap “segelintir” warga Syiah Sampang yang hendak mengibarkan gerakan pemberontakan di dusun Nangkernang dan Bluuran.

So, konflik di Madura, seperti juga banyak konflik lain di dunia ini, ternyata tidak berakar dari perbedaan pemahaman tentang Islam. Sama sekali tidak. Sesungguhnya Islam memang terlalu suci untuk melahirkan konflik remeh temeh seperti itu. Bahkan siapa saja yang bersuluh pada Islam melalui Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang sahih justru bakal menebar kedamaian dan bukan permusuhan. Bagaimana tidak. Islam adalah agama yang tumbuh subur di Nusantara ini dengan damai dan akan terus demikian.

Maka itu, marilah kita kembalikan konflik di Sampang pada akar yang sejatinya: politik kekuasaan yang terusik, keserakahan yang terhambat dan hegemoni yang terancam. Tajul Muluk dan murid-muridnya—sadar atau tidak—sebenarnya merupakan kelompok kecil yang menyuarakan batin puluhan juta rakyat Indonesia yang muak dengan politisasi Islam dan premanisme yang terselip di balik dalil-dalil sang kiai. Dari Sampang itulah sebuah bibit gerakan telah ditanam, yang tentu tidak akan berbuah tanpa siraman kita semua. [IT/Jaka Kelana]
 
ILC, Otak Takfiri dan Gerakan Tamarud
Islam Times- Sebagai ilustrasi, di Suriah hari-hari ini ada aksi kekerasan yang dilatari dalil-dalil agama. Akibatnya, tak ada cara untuk melawannya kecuali dengan pertumpahan darah yang mengerikan.
Ulama takfiri
Ulama takfiri

Apa yang terjadi di program Indonesia Lawyers Club 25 Juni lalu sebenarnya sudah keluar dari pakem. Ada garis batas yang terlanggar di sana: segelintir orang--sebagaimana yang ditegaskan oleh Kyai Sampang Ja'far Shodiq di acara tersebut--dapat mengungkapkan isi hati dan mengabarkan peristiwa yang sebenarnya.

Dalam pikiran kelompok intoleran, situasi itu sendiri haram hukumnya. Insting pembasmi yang primitif menuntut mangsa merinding ketakutan dan tak melawan. Ketika korban mulai mendapat sedikit ruang untuk melawan, maka si predator bakal kebakaran jenggot dan kehilangan kedamaian neurotiknya.

Dalam acara itu kita dan pemirsa menyaksikan sekelompok korban kekerasan yang diberi waktu dan tempat untuk bebas berbicara, mengungkapkan isi hati dan jalan pikiran mereka sendiri. Dan tentu semua itu suatu kemewahan yang tak layak diraih oleh "segelintir orang" yang telah disesatkan dan dikafirkan; suatu kemuliaan yang haram mereka peroleh. Itulah mengapa kita melihat, di sisi lain, para "kyai" yang mewakili mayoritas pun bersungut-sungut; mengumbar ancaman dan kemarahan.

Kemudian setelah acara berakhir, kru ILC mendapat sumpah serapah dan kecaman. Dan keputusan akhir mereka: segalanya telah direkayasa dan dibayar untuk memenangkan segelintir orang yang tak layak hidup tersebut.

Tentu banyak orang yang terheran-heran melihat bagaimana sejumlah kyai yang mengatasnamakan NU itu dapat berperilaku sedemikian garang dan gahar menghadapi segelintir warga negara yang berbeda mazhab? Di sinilah substansi masalahnya. Mereka merasa mewakili dunia seisinya plus agama dan segenap kesuciannya.

Perasaan ini begitu mengganggu struktur berpikir dan sendi kewarasan sejumlah kyai itu sehingga membuat mereka begitu tak kuasa melihat segelintir korbannya masih mampu berbicara dan diberi ruang untuk berekspresi layaknya manusia pada umumnya. Dalam pikiran orang-orang yang merasa mewakili Allah di bumi, semua musuh yang telah dikutuk dengan kekafiran dan kesesatan harus dimusnahkan dan haram diberi kesempatan untuk membela diri.

Dan semua itu telah menjadi keputusan langit yang menjadi hak prerogatif mereka.

Nah, bila karena satu dan lain alasan, segelintir korban itu mampu berkelit dan bernafas dalam udara bebas untuk sejenak menyuarakan versi mereka dari kenyataan, maka hanya murka yang lebih besar dan ancaman lebih keras yang layak mereka terima. Bahkan, siapa saja yang telah "berkolaborasi" untuk mewujudkan ruang bagi segelintir korban itu untuk bersuara patut dikutuk, dihujat, disumpahi, dan dianggap sebagai makhluk hina yang dibayar atau dibeli.

Jadi bagaimana cara menghadapi sekelompok orang seperti ini? Akankah mereka kita biarkan untuk mewakili agama Islam yang suci ini dan berbicara dengan lisan Allah dan Rasul-Nya yang penuh rahmat? Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan ini, terutama di dunia yang sudah semakin kehilangan kewarasan dan akal sehat. Namun, yang pasti, bila insting keberingasan atas nama Allah ini tidak dicegah, maka ia akan berubah menjadi api yang akan membakar semua.

Rakyat Mesir menyadari gejala serupa dan bersama-sama bangkit memadamkan api kebencian atas nama agama itu untuk sekali dan selamanya. Mereka menyebut gerakan yang dimotori para pemuda itu dengan Tamarud (Pemberontakan). Puluhan juta orang turun ke jalanan untuk menolak rezim Ikhwanul Muslimin.

Tapi mengapa? Mengapa setelah mampu bertahan menerima penghinaan dan penindasan Mubarak selama 30 tahun, ternyata rakyat Mesir tak kuasa menahan api kebencian dan kekerasan atas nama Islam yang dikobarkan Ikhwanul Muslimin--ormas dan parpol terbesar di Mesir--meskipun hanya kurang dari dua tahun? Mengapa? Karena mereka sadar bahwa kekejaman rezim Mubarak tak pernah menggunakan dalil-dalil agama sebagai dasar pembenaran, sehingga setiap saat seluruh dalil itu dapat disanggah dan dibantah.

Tetapi, masalahnya akan sangat berbeda bila para pelaku kekerasan sudah merasa mendapat mandat dari langit dan melakukannya dengan sepenuh hati dan ketenangan.

Kekerasan atas nama agama ini sedemikian berbahaya bagi masyarakat karena—bahkan jika mereka gagal melaksanakan aksi-aksi kekejamannya—mereka merasa bakal mendapat ganjaran surga dan bidadari di akhirat kelak.

Itulah salah satu alasan pokok yang melecut puluhan juta rakyat Mesir untuk turun bersama-sama 30 Juni silam--sebuah gerakan terbesar sepanjang sejarah Mesir. Bagaimana dengan kita rakyat Indonesia? Maukah kita terus menerima aksi-aksi brutal yang berkedok dalil-dalil agama, sehingga tak ada jalan untuk membantahnya? Sebagai ilustrasi, di Suriah hari-hari ini ada aksi kekerasan yang dilatari dalil-dalil agama. Akibatnya, tak ada cara untuk melawannya kecuali dengan pertumpahan darah yang mengerikan.

Menurut sebuah sumber, ada sekitar 2000 faksi bersenjata di Suriah yang "berjihad" di bawah komando seorang amir yang merasa mendapat perintah langsung dari Allah untuk sebanyak mungkin menumpahkan darah. Darah siapa? Siapa saja yang tidak taat pada sang amir, baik dari kelompok yang mendukung Assad atau tidak. Pokoknya siapa saja yang tidak taat pada perintah Allah yang datang pada si amir. Nah, inikah masa depan yang kita inginkan untuk Indonesia? Tentu tidak.

Tapi, bila kita tidak memulai dari sekarang, kekerasan atas nama agama itu akan menyebar bak candu yang susah untuk dihilangkan. Dan celakanya, kita tak pernah tahu dari mana mulainya penyebaran itu sebelum kita benar-benar sudah berada dalam wabah yang melanda seluruh elemen masyarakat Indonesia yang dikenal religius. [IT/MK]
 
Blokade Warga Sampang
Sampang dan Tendensi Kekuasaan
Islam Times- Sampang, namanya. Disitulah berdiri pusat-pusat pendidikan tradisional berupa pesantren-pesantren berlabel ‘salafiyah’ yang berafiliasi kepada teologi orisinil Sunni yang dikelola secara temurun dalam hierarki yang ketat oleh kyai.
Demo Sampang
Demo Sampang

Ia adalah pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Luasnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk hampir 4 juta jiwa.

Penduduknya dikenal temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja serta fanatik dalam beragama Mereka menjunjung tinggi harga diri yang dikemas dalam peribahasa “lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata”.(lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata)). Karakteristik dan pandangan inilah melahirkan tradisi carok, yaitu tradisi bertarung sebagai penyelesaian final konflik yang berhubungan dengan harga diri kemudian diikuti antar kelompok atau antar klan dengan menggunakan senjata (biasanya celurit). Namanya sudah bisa dianggap sebagai contoh perpaduan ekstremitas karakter temperamental dan loyalitas terhadap agama.

Nah, di sebelah utara pulau itu terdapat sebuah kota yang bisa dianggap sebagai saripati karakteristik unik itu. Sampang, namanya. Disitulah berdiri pusat-pusat pendidikan tradisional berupa pesantren-pesantren berlabel ‘salafiyah’ yang berafiliasi kepada teologi orisinil Sunni yang dikelola secara temurun dalam hierarki yang ketat oleh kyai. Ia adalah atribut sakral yang secara tradisional dianggap sebagai representasi tunggal penjelasan agama Islam.

Dalam kota yang dihuni oleh orang-orang paling temperamental di pulau itulah, ada sebuah kecamatan yang bisa dianggap sebagai saripatinya. Dalam kecamatan besar yang terdiri dari 20 desa, berdirilah sebuah desa yang merupakan kawahnya. Sebuah dusun kecil bernama Karang Gayam adalah inti kawah atau magmanya. Di situlah sebuah tragedi kemanusiaan yang nyaris menjadi sebuah genosida (pemusnahan manusia) atas nama agama.

Ahad, 26 Agustus 2012, sebenarnya itu Hari Raya Topat (hari ketujuh bulan Syawal). Namun, saat itu, sekitar pukul jam 11 pagi, bukannya membawa ketupat untuk silatutahmi, tapi sekitar 500 orang membawa clurit, pedang, pentungan dan sejumlah bom Molotov menyerang beberapa rumah. Satu orang korban tewas bernama Hamama (50), tujuh orang menderita luka kritis, puluhan orang mengalami luka-luka, juga puluhan rumah warga dibakar. Korban lalu ditempatkan, tepatnya diungsikan oleh pemerintah setempat di Gedung Olah Raga Kabupaten Sampang (GOR Sampang).

Kejadian di atas adalah sepenggal tragedi kemanusiaan yang dihadirkan oleh kehendak dominasi atas nama agama. Itulah potret buram ekstremisme. Ironis!

Ekstremisme

Di tengah kemelut dan kebingungan mencari jalan keluar, tiba-tiba bangsa yang sedang berjuang untuk bertahan ini diganggu dengan ekstremisme, serta paham-paham yang secara nyata menentang kebhinekaan. Padahal kebhinekaan yang terwujud dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika itu merupakan salah satu pilar utama bangsa dan negara ini.

Ekstremisme itu terjadi tak terelakkan, akibat dari melelehnya nasionalisme dan memudarnya kesadaran akan nilai dan arti kebhinekaan. Karena bukan merupakan gagasan logis dan metodis, ekstremisme tak selalu tampil dalam satu pola atau gerakan dan modus. Ia kadang muncul sebagai sebuah sikap personal, namun kadang pula muncul sebagai pilihan komunal. Ia kadang didesain oleh sekelompok orang yang menyimpan kepentingan dan tendesi negatif, kadang pula diyakini secara naïf sebagai kesalehan dan kualitas keberimanan.

Ekstremitas biasanya mudah diterima terutama oleh individu-individu yang tak waspada dan memahami dampak serta efeknya. Ia mudah diterima karena cenderung meliburkan logika dan memakzulkan segala pertimbangan dan aturan, termasuk hak indvidu-individu yang tidak menerimanya.

Dari sinilah, ekstremitas berpeluang mengalami ekspansi makna. Ekstremitas keyakinan biasanya berproses menuju ekstremitas sikap dan gaya hidup.

Ekstremisme sikap biasanya menolak semua perbedaan, terutama dalam penafsiran terhadap doktrin agama. Bagi ekstrimis, begitu pelaku sering dinobatkan, perbedaan muncul karena penyimpangan dari doktrin yang benar. Berbeda dalam memahami dan mengamalkan agama dianggap sebagai upaya menghancurkan dan menodai doktrin agama. Sejurus dengan itu, individu yang meyakini atau memilih doktrin yang berbeda dengan doktrin yang diyakini secara ekstrem sebagai kebenaran yang utuh dan mutlak, dianggap sebagai musuh, bahaya, ancaman dan perusak.

Ekstremisme berproses dalam pikiran penganutnya seperti narkoba yang terus merangsangnya menutupi kelemahan dalam sikap dengan cara yang ekstrem pula. Karena itu, ia memerlukan legitimasi dan dasar agar terus mengabaikan pertimbangan-pertimbangan dan nilai-nilai yang dianut di luar lingkarannya.

Pluralitas dan realitas yang menampilkan perbedaan dengan apa yang dianutnya akan membuat pengiman ekstremisme gamang dan mencoba untuk mengukur kebenaran doktrin yang dianutnya. Karena itu, sebelum menggoyahkan doktrin yang telah dianut secar ekstrem, ia harus membasminya dengan harapan perbedaan yang ada di hadapannya tidak lagi memancing pertanyaan tentang kebenaran doktrinnya.

Fatwa

Tak ayal lagi, diperlukan sebuah doktrin yang mampu memantapkan ekstremitas sikapnya sekaligus menjadi pembius kesadaran inetektualnya. Doktrin pemantap ini haruslah kuat dan sebisa mungkin mampu menutup semua keraguan yang berseliweran dalam benaknya.

Dengan dasar doktrin itu, ia diharapkan menjadi tenang dan mencerabut naluri keingintahuan. Tidak hanya itu, ia bahkan bisa menambah poin kesalehannya bila menerapkannya secara ekstrem. Dengan doktrin ini, kekerasan bisa terlihat sebagai kesalehan, penindasan menjadi cara meraih pahala, pembunuhan, penjarahan, dan semua tindakan yang menurut standar di luar doktrin itu adalah kebiadaban. Bisa dipastikan itu sebagai jalan pintas meraih kerelaan Tuhan.

Doktrin itu bukan undang-undang negara, bukan pula aksioma rasional, tapi dikemas dalam sebuah frase yang kudus. Fatwa sebutannya.

Ia terlanjur dipahami sebagai teks yang dating dari langit. Para pembuatnya juga sudah dianggap sebagai “tuhan-tuhan bertulang” yang tidak layak dipertanyakan apalagi ditentang.

Dalam sekejap, pendapat yang dikemas dengan kata “fatwa” bisa menimbulkan sebuah atau beberapa peristiwa. Ia sangat efektif untuk menciptakan sebuah aksi dan mengubah manusia yang lugu dan santun menjadi beringas dan sadis. Dengan satu kata “fatwa”, rumah-rumah bisa rata dengan bumi, anak-anak menggigil menangis tercekam takut dan wanita-wanita menjerit takut kehilangan kehormatan.

Hanya karena yang menerbitkan fatwa itu adalah orang-orang yang entah bagaimana prosesnya dianggap duplikat-duplikat orang suci (Nabi). Mereka tiba-tiba menggunakan parang, clurit dan semua sarana pemusnahan dihunus dan ditari-tarikan dalam sebuah even kolosal pembantaian. Alasan peragaan seni kebencian itu cukup satu: “berbeda”!

“Berbeda” ditafsirkan secara ekstrem sebagai sinonim “sesat”. Sesat terlanjur direduksi sebagai “kehilangan hak menghirup udara”, manusia maupun ternaknya, rumah maupun ladang tembakaunya.

Tendensi Kekuasaan

Agama atau mazhab bukan tendensi di balik rencana genosida di Omben Sampang dengan sasaran kaum Muslim Syiah. Bukan rahasia lagi, para kyai membentuk semacam lingkaran kekuasaan kultural secara turun memurun, sehingga setiap gejala sosial dan perubahan pandangan keagamaan ditafsirkan sebagai aksi pembangkangan dan upaya meruntuhkan dominasi.

Sasarannya adalah kalangan masyarakat yang tidak menikmati pendidikan formal dan berhati tulus. Mereka dengan mudah dijejali dengan mitos-mitos dan dongeng kesaktian serta posisi supranatural semacam keramat yang luar biasa. Harapannya, dominasi yang tidak didasarkan pada parameter kualifikasi intelektual dan keilmuan yang jelas ini bisa tetap lestari.

Tajul Muluk seorang sosok yang dianggap “pengganggu”. Dia adalah simbol perlawanan dan "pembangkangan" terhadap feodalisme relijius, yang bila tidak dieliminasi dengan segala macam cara, akan menularkan kesadaran baru yang dikhawatirkan menerbitkan sikap kritis.

Keberagamaan secara Syiah tak ayal mengubah paradigma seseorang dalam berpikir, bertindak dan bersikap. Nah, dengan logika "dominasi" itulah, Tajul Muluk atau siapapun, Syiah atau Sunni, bila menunjukkan sikap yang tidak mengafirmasi status quo itu. Diperlukan sebuah surat sakti yang menjustifikasi tujuan eliminasi dan peneguhan status quo, apapun risikonya, airmata, darah dan nyawa bukan sesuatu yang masuk dalam daftar pertimbangan.

Di Jatim tendensi kekuasaan kultural (atas nama kesukuan dan trah) juga diwakili oleh sebuah yayasan yang menjadi sanggar dan pusat propaganda kebencian sektarian beberapa manusia yang merasa kekuasaan kulturalnya (sebagai pemegang hak istimewa "keluarga suci") terancam oleh sebuah mazhab yang dianggap bisa menyebarkan kesadaran tentang kesucian yang hanya menjadi niscaya bagi Nabi dan para penerusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam khazanah utama umat Islam. Dengan logika "dominasi" inilah, mereka melakukan semua cara bahkan yang paling sadis pun untuk mempertahankan dominasi kultural ini, apapun risikonya termasuk menghina dan sebarapa luas area kerusakan yang diakibatkannya.

Syiah, mazhab dan lainnya tidak lebih dari kedok-kedok yang sengaja dimunculkan sebagai kosmetika tendensi ini. Kekuasaan baik struktural (politik dan lainnya) maupun kultural (agama) selalu menggiurkan dan membutakan hati, sebesar jubah dan sorban dikenakan.

Pemerintah dan Rakyat Indonesia terutama media harus bersikap rasional dan cermat melihat dan menyikapi setiap aksi kekerasan atas nama agama. Masyarakat Madura adalah masyarakat yang pada dasarnya sangat toleran dan menerima keragaman. Intoleransi dan ekstremisme adalah sesuatu yang sangat mungkin diciptakan sebagai bagian dari bahasa kekuasaan (language of power) yang salah dipahami. [IT/ML/BH]
 
 Sunni dan Syiah Bersaudara
Habib Rizieq: ASWAJA Tidak Mudah Mengkafirkan Penganut Mazhab Lain
Islam Times- "Dalam ajaran Islam ada istilah ‘mutakfiri ahlul kiblat’, yaitu tidak boleh sembarangan mengkafirkan ‘ahlul kiblat’," jelas Habib Rizieq.
Habib Rizieq, News Agency (MINA)
Habib Rizieq, News Agency (MINA)

Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, mengatakan bahwa Islam tidak mengajarkan untuk mudah mengatakan kafir pada kelompok natau mazhab tertentu.

“Islam tidak mengajarkan untuk mudah mengatakan kafir pada kelompok atau mazhab tertentu. Jangan mudah mengatakan Murji’ah itu kafir, Mu’tazilah itu kafir, Wahabi kafir, Syiah kafir, dan seterusnya. Hal tersebut bukan ajaran ahlus sunnah wal jamaah,” kata ulama kharismatik yang sering disapa Habib Rizieq kepada Mi’raj News Agency (MINA), Ahad (21/7).

Menurut Rizieq, ia tidak pernah membenarkan perang antar mazhab dengan alasan apa pun dan tidak setuju jika kalangan ahlus sunnah mudah saling mengkafirkan.

"Dalam ajaran Islam ada istilah ‘mutakfiri ahlul kiblat’, yaitu tidak boleh sembarangan mengkafirkan ‘ahlul kiblat’," jelas Habib Rizieq.

Dia mengungkapkan, FPI tetap pada jalur ‘ahlus sunnah wal jamaah’ khususnya dalam aqidah asy’ariyah dan mazhab syafi’i dan tidak akan mudah mengkafirkan kelompok mazhab mana pun, kecuali yang sudah ‘kufrun bawwah’, contohnya seperti ahmadiyah, yang telah meyakini ada nabi setelah Muhammad SAW.

“Pemahaman Ahmadiyah tersebut jelas salah, dan silahkan kalau mau dikafirkan, itu pun kita tetap wajib untuk dakwah agar mereka kembali kepada Islam”, jelas Rizieq.

FPI bangun Masjid di Kampung Ahmadiyah
Habib Rizieq juga menyatakan jika FPI tidak sembarangan dalam menyatakan perang pada kelompok-kelompok yang menyimpang dari ajaran agama Islam.

“Tidak benar, jika FPI menganjurkan membunuh Ahmadiyah, ada saat kita harus perang, dan ada saat kita harus dakwah, ungkapan pada saat FPI berperang, jangan dijadikan dalil bahwa itu sikap final FPI”, tegas Rizieq.

Dalam usaha merangkul ahmadiyah, FPI membangun sebuah masjid dengan nama masjid Al-Aqsha ditengah kampung Ahmadiyah di Tasikmalaya, di mana kurang lebih ada 5000 orang Ahmadiyah. Usaha tersebut sudah tiga tahun berjalan dan sebanyak 720 anggota Ahmadiyah telah masuk Islam.

“Kita bertekad mengembalikan mereka semua ke jalan Allah, akan tetapi kita tidak bisa memberi mereka petunjuk, bahkan untuk diri sendiri pun kita tidak mampu, kecuali dengan pertolongan dan kekuatan Allah SWT.,” tambahnya. [IT/Mk]

Sumber: http://mirajnews.com/en/indonesia/7235-habib-rizieq-ahlus-sunnah-itu-tidak-mudah-mengkafirkan.html
 
Genosida Muslim Syiah
Presiden Terenyuh Dengar Cerita Warga Sampang
Islam Times- "Sesama umat Islam yang ada di Madura. Yang saya sampaikan ini bagian begitu banyak yang menyentuh sesuatu yang asasi, kebangsaan, masa kini dan masa depan," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono | KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono | KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, konflik yang terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur, merupakan konflik intra-agama, atau benturan antarsesama umat Islam di Madura.

Hal ini disampaikan Presiden dalam sambutannya saat menghadiri buka puasa bersama di kediaman Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman di Jakarta, Rabu (24/7/2013). "Saya belum lama menerima kedatangan saudara kita dari Madura. Ada sebuah konflik, benturan intra-agama, sesama umat Islam yang ada di Madura," kata Presiden.

Dia menilai, sedianya konflik semacam ini tidak perlu terjadi. Presiden mengatakan, loyalitas utama warga negara haruslah ditujukan kepada bangsa dan negara, bukan untuk daerah asalnya, agama, ataupun suku. Dalam sambutannya, Presiden juga mengaku terenyuh mendengar cerita dari warga Sampang.

"Sesama umat Islam yang ada di Madura. Yang saya sampaikan ini bagian begitu banyak yang menyentuh sesuatu yang asasi, kebangsaan, masa kini dan masa depan," katanya.

Dia juga mengatakan, ada tujuh hal yang patut dijalankan masyarakat Indonesia yang multipartai dan multibudaya dalam kehidupan berdemokrasi. Ketujuh hal itu adalah siap menerima perbedaan, mewadahi aspirasi minoritas, penyelesaian konflik secara damai dan bermartabat, kebebasan yang tidak melecehkan atau menistakan simbol identitas yang lain, menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan apa pun, menjadi teladan, dan mewujudkan kehidupan yang harmonis.

Selain itu, Kepala Negara berpesan agar tidak ada pemaksaan terkait dengan kepercayaan di Tanah Air. "Marilah kita bangun civil society, masyarakat madani yang juga bertanggung jawab, yang punya nilai-nilai baik, mencirikan good society, dia bisa mengatakan ini enggak baik, ini baik, ini enggak boleh, ini boleh. Kalau itu tidak ada dan mengharapkan negara sebagai polisi, maka kehidupan kita tidak baik," tutur Presiden. [IT/Mk]

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2013/07/24/2210062/Presiden.Terenyuh.Dengar.Cerita.Warga.Sampang
 
Genosida Muslim Syiah
Sampang Son Territory
Islam Times- Adalah mereka para petani jujur dan lugu dari kecamatan Omben, Sampang-Madura tersebut telah memberikan sumbangsih besar bagi sejarah peradaban bangsa yang mengaku paling ber-adab.
Sampang Son Territory

Kisah Heroisme itu, bukan datang dari mereka yang mengklaim sebagai paderi, intelektual, politisi, birokrat, selebritis ataupun aktivis pro demokrasi apalagi kaum buruh. Akan tetapi dihadirkan oleh para Warga kecamatan Omben, Desa Karanggayam dan Blu'uran, Sampang-Madura.

Dari merekalah seluruh umat manusia yang Agamis harus banyak belajar. Memetik pelajaran penting apa itu konsistensi, fokus, tabah, sabar dan sikap Religius yang terangkum dalam sebuah kalimat mulia yang hanya berhak disandang oleh mereka yang menamakan diri-diri mereka manusia!

Sebuah Kalimat sakral bagi kaum tertindas dunia yaitu 'Perjuangan'.

Tidak semua manusia dan bangsa yang mampu melakukan itu, berjuang dan menjadi pejuang lewat perjuangan yang konsisten, kecuali mereka yang punya sejarah perjuangan masa lalu.

Inilah yang di hadirkan dan dilakukan oleh Warga Blu'uran dan Karanggayam kecamatan Omben, Sampang-Madura. Ketika mereka ditindas, ketika mereka di zalimi, ketika harga diri mereka di injak-injak oleh rezim penindas Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintahan Daerah Sampang, mereka melawan dengan meneriakkan kalimat ' Tidak ada yang hilang didalam diri kita, bahwa tiap-tiap yang ada didunia ini semuanya hanya milik Allah'!

Sejarah perlawanan anak-anak Nusantara dibangkitkan kembali oleh Warga Karanggayam dan Blu'uran tersebut. Mereka melampaui sejarah panjang perlawanan masyarakat Nusantara masa lalu dan masa kini.

'Sampang Son Teritory' istilah serapan yang pantas untuk mereka, menggambarkan apa yang telah diperjuangkan oleh mereka.

Bukanlah perjuangan dan perlawanan semu kaum sosialis borjuasi Sovyetica, bahkan jauh lebih mulia dari Slogan 'Vini Vidi Vici' sang penguasa imperium masa lalu Julius Cesar.

Ramadhan, dibulan yang penuh rahmat seyogyanya para paderi Islam Nusantara dan kaum beriman diseluruh dunia layak mengambil hikmah dari perjuangan mereka.

Menghormati mereka, meneladani mereka, mengikuti mereka bukanlah sesuatu dosa apalagi haram!

Sebab itu adalah puncak keimanan tertinggi bagi kaum yang mengaku beriman.

Perjuangan dan perlawanan mereka adalah Ruh perlawanan para Nabi, Avatar dan Bijakawan masa lalu. Perjuangan para pengungsi Sampang tersebut menembus batas-batas teritory. Konsep perlawanan dan perjuangan mereka yang mendepankan kebijaksanaan Ibrahim as, Ketabahan Nuh as, kekuatan Musa as, Cinta kasih nya Yesus as dan Sang pembebas Rasul Muhammad SAWW sudah selayaknya dijadikan rujukan bagi para Jihaders dan aktivis kemanusiaan Nusantara maupun Dunia.

Adalah mereka para petani jujur dan lugu dari kecamatan Omben, Sampang-Madura tersebut telah memberikan sumbangsih besar bagi sejarah peradaban bangsa yang mengaku paling ber-adab.

Mereka menjadikan konsep perlawanan religius tersebut semakin terasa gurih untuk dinikmati dan perlawanan religius diseluruh dunia semakin berwarna dan indah.

Ya! Merekalah 'Sampang Son Territory'.
Islam Times- Adalah mereka para petani jujur dan lugu dari kecamatan Omben, Sampang-Madura tersebut telah memberikan sumbangsih besar bagi sejarah peradaban bangsa yang mengaku paling ber-adab.
Sampang Son Territory

Kisah Heroisme itu, bukan datang dari mereka yang mengklaim sebagai paderi, intelektual, politisi, birokrat, selebritis ataupun aktivis pro demokrasi apalagi kaum buruh. Akan tetapi dihadirkan oleh para Warga kecamatan Omben, Desa Karanggayam dan Blu'uran, Sampang-Madura.

Dari merekalah seluruh umat manusia yang Agamis harus banyak belajar. Memetik pelajaran penting apa itu konsistensi, fokus, tabah, sabar dan sikap Religius yang terangkum dalam sebuah kalimat mulia yang hanya berhak disandang oleh mereka yang menamakan diri-diri mereka manusia!

Sebuah Kalimat sakral bagi kaum tertindas dunia yaitu 'Perjuangan'.

Tidak semua manusia dan bangsa yang mampu melakukan itu, berjuang dan menjadi pejuang lewat perjuangan yang konsisten, kecuali mereka yang punya sejarah perjuangan masa lalu.

Inilah yang di hadirkan dan dilakukan oleh Warga Blu'uran dan Karanggayam kecamatan Omben, Sampang-Madura. Ketika mereka ditindas, ketika mereka di zalimi, ketika harga diri mereka di injak-injak oleh rezim penindas Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintahan Daerah Sampang, mereka melawan dengan meneriakkan kalimat ' Tidak ada yang hilang didalam diri kita, bahwa tiap-tiap yang ada didunia ini semuanya hanya milik Allah'!

Sejarah perlawanan anak-anak Nusantara dibangkitkan kembali oleh Warga Karanggayam dan Blu'uran tersebut. Mereka melampaui sejarah panjang perlawanan masyarakat Nusantara masa lalu dan masa kini.

'Sampang Son Teritory' istilah serapan yang pantas untuk mereka, menggambarkan apa yang telah diperjuangkan oleh mereka.

Bukanlah perjuangan dan perlawanan semu kaum sosialis borjuasi Sovyetica, bahkan jauh lebih mulia dari Slogan 'Vini Vidi Vici' sang penguasa imperium masa lalu Julius Cesar.

Ramadhan, dibulan yang penuh rahmat seyogyanya para paderi Islam Nusantara dan kaum beriman diseluruh dunia layak mengambil hikmah dari perjuangan mereka.

Menghormati mereka, meneladani mereka, mengikuti mereka bukanlah sesuatu dosa apalagi haram!

Sebab itu adalah puncak keimanan tertinggi bagi kaum yang mengaku beriman.

Perjuangan dan perlawanan mereka adalah Ruh perlawanan para Nabi, Avatar dan Bijakawan masa lalu. Perjuangan para pengungsi Sampang tersebut menembus batas-batas teritory. Konsep perlawanan dan perjuangan mereka yang mendepankan kebijaksanaan Ibrahim as, Ketabahan Nuh as, kekuatan Musa as, Cinta kasih nya Yesus as dan Sang pembebas Rasul Muhammad SAWW sudah selayaknya dijadikan rujukan bagi para Jihaders dan aktivis kemanusiaan Nusantara maupun Dunia.

Adalah mereka para petani jujur dan lugu dari kecamatan Omben, Sampang-Madura tersebut telah memberikan sumbangsih besar bagi sejarah peradaban bangsa yang mengaku paling ber-adab.

Mereka menjadikan konsep perlawanan religius tersebut semakin terasa gurih untuk dinikmati dan perlawanan religius diseluruh dunia semakin berwarna dan indah.

Ya! Merekalah 'Sampang Son Territory'.
 
Genosida Muslim Syiah
Kondisi Pengungsi Syiah di Rusunawa Mengenaskan
Islam Times- Koordinator Pengungsi Syiah Sampang, Muhammad Zaini saat di temui Selasa (16/07/2013), di Rusun Puspa Agro mengatakan bahwa Pengungsi Syiah Sampang terkendala masalah terkait dengan tempat tinggal sementara yang dinilai sudah mulai tidak layak huni.
Syiah Sampang
Syiah Sampang

Hampir sebulan sudah Pengungsi Syiah Sampang menempati Rumah Susun (Rusun) Warga Pasar Induk Puspa Agro Sidoarjo yang dijadikan hunian sementara baru untuk menghindari amukan ribuan massa anti Syiah di Pulau Madura. Tidak cukup sampai disitu, para pengungsi kembali didera beragam masalah yang menimpa mereka di tempat tinggal mereka yang baru tersebut.

Koordinator Pengungsi Syiah Sampang, Muhammad Zaini saat di temui Selasa (16/07/2013), di Rusun Puspa Agro mengatakan bahwa Pengungsi Syiah Sampang terkendala masalah terkait dengan tempat tinggal sementara yang dinilai sudah mulai tidak layak huni.

“Kamar mandi yang rusak, terus ada keran-keran yang belum diperbaiki, air tersumbat dan beberapa pipa yang bocor, kan bisa berbahaya bagi aktivitas bermain anak-anak dan sangat menganggu kegiatan pengungsi” tutur Zaini.

Zaini melanjutkan juga bahwa Pemprov Jatim sampai sekarang belum mengadakan perbaikan atau renovasi terhadap kamar yang rusak tersebut sehingga sekitar empat atau lima kamar masih dihuni oleh lebih dari satu kepala keluarga.

Masalah lain juga bersumber dari distribusi makanan yang diberikan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) kepada Pengungsi Syiah yang dinilai kurang layak untuk dikonsumsi, karena lauk dan nasi yang disajikan berbau tidak sedap, sudah kadarluarsa dan tidak disertai dengan sayur, sehingga menyebabkan pengungsi tidak selera makan.

“Dari lihat lauknya bau, juga tidak ada sayurnya makanan yang diberikan” ungkap Zaini kesal.

Upaya rekonsiliasi yang diusulkan oleh Pemprov Jatim sangat berarti bagi para pengungsi. Namun, sekiranya Pemprov Jatim melibatkan perwakilan pengungsi dalam musyawarah serta pengambilan keputusannya supaya lebih jelas dan menguntungkan semua pihak, karena penyelesaian konflik ini sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup Pengungsi Syiah yang akan kembali ke tempat tinggal semula.

Perwakilan Ahlul Bait Indonesia (ABI) Jatim yang mengawal Pengungsi Syiah sampai saat ini, Ali Ridho menyesalkan pihak Pemprov Jatim, dimana pengungsi sampai sekarang belum menerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dari pemerintah, padahal administrasi kependudukan lengkap.

Masalah krusial lainnya juga yang menjadi sorotan penting adalah msalah pendidikan. Ali Ridho mengungkapkan bahwa Dinas Pendidikan Sidoarjo bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Jatim sudah menyiapkan skema pendidikan formal di sekolah yang dekat dengan Rusunawa Puspa Agro. Dinas Pendidikan menjamin bahwa biaya pendidikan ditanggung pemerintah dan jika ada diskriminasi maka pemerintah yang akan turun langsung menangani hal tersebut.

"Realitas yang terjadi bahwa hingga saat ini dinas pendidikan masih mengirim guru untuk mengajar anak-anak di Rusun" Ungkap Ali Ridho.
Pengungsi sangat mengharapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur segera merealisasikan perbaikan hunian dan memberikan makanan bergizi bagi pengungsi untuk menjamin kelayakan serta kenyamanan tempat tinggal.

Selain itu, Dinas Pendidikan Sidoarjo dan Jatim diharapkan secepatnya memberikan izin sekolah di sekitar Rusunawa agar pengungsi mudah membaur dan bergaul dengan masyarakat sekitar.

Dikhawatirkan jika pendidikan tetap dilaksanakan di dalam Rusun, maka Pengungsi Syiah Sampang akan dinilai tertutup dan eksklusif oleh masyarakat sekitar yang kondisinya rawan menimbulkan konflik yang tidak diinginkan bersama. [It/Mk]
 
Krisis Suriah
Barat Gunakan Isu Sunni-Syiah untuk Kekalkan Krisis Suriah
Islam Times - Kita saksikan, upaya "penggunaan kartu etnis" ini terus meningkat dalam penaklukan Irak baru-baru ini, Rwanda, Yugoslavia, Afghanistan dan sekarang Suriah.
Barat Gunakan Isu Sunni-Syiah untuk Kekalkan Krisis Suriah

Dean Henderson adalah seorang kolumnis dan aktivis lingkungan Amerika. Dia lahir di South Dakota dan meraih gelasr M.Sc. bidang studi lingkungan di University of Montana pada tahun 1991. Dia mendirikan newsletter politik "Missoula Paper" pada tahun 1990. Henderson telah melakukan perjalanan ke sekitar 50 negara dan menulis artikel untuk Global Research, In These Times Paranoia, Veteran Today, Rense.com dan Press TV.

Berikut teks wawancara Farsnews dengan Dean Henderson:

Tanya (T): Tampaknya salah satu tujuan yang dicari pasukan asing di Suriah adalah mengobarkan perselisihan sektarian dan konflik agama antara kelompok etnis dan agama yang berbeda, khususnya penduduk mayoritas Sunni dan minoritas Syiah Alawit. Apa pandangan Anda terhadap upaya yang dilakukan kekuatan asing dan gerilyawan yang ingin mengadu Sunni-Syiah di Suriah?

Jawab (J): Ya, aparat intelijen Anglo-Amerika menggunakan kesenjangan dan strategi lama mereka yang telah digunakan sejak zaman perpecahan India/Pakistan. Kita saksikan, upaya "penggunaan kartu etnis" ini terus meningkat dalam penaklukan Irak baru-baru ini, Rwanda, Yugoslavia, Afghanistan dan sekarang Suriah. Perpecahan Sunni-Syiah digunakan untuk membagi Suriah hingga kekuatan imperialis tua dapat merebut kembali negara itu. [Yang menjadi] isu sebenarnya adalah, Assad bersandar pada [pihak] kiri dan ini merupakan ancaman bagi sistem monopoli kapitalis yang mempekerjakan intelijen operatif ini.

T: Apa yang Anda pikirkan tentang kemungkinan intervensi militer AS di Suriah? Tentu saja, Rusia dan China tak akan membiarkan resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap Suriah yang akan melegalisasi serangan militer. Tapi AS dan sekutu Eropanya dapat mengambil tindakan sepihak dan sembarangan seperti yang sudah mereka lakukan di Afghanistan. Apa pendapat Anda tentang hal itu?

J: Saya tidak berpikir AS akan melakukan intervensi di Suriah secara sepihak. Karena respon Rusia selama ini jauh lebih tegas dari sebelumnya dibanding [respon Suriah] dalam konflik seperti Irak atau Libya. Jika mereka melakukan intervensi, mereka harus berhadapan dengan respon Rusia setelah semua mereka menginvestasikan segalanya. [Jadi] ini akan sangat berbahaya.

T: Apa pandangan Anda tentang situasi pengungsi Suriah yang melarikan diri ke negara-negara seperti Turki, Libanon, Irak dan Yordania? Apakah tindakan masyarakat internasional sudah cukup untuk menyelesaikan masalah orang-orang yang putus asa ini?

J: Situasi ini mengerikan. Dan masyarakat internasional belum berbuat banyak untuk membantu para pengungsi. [Sementara] Barat menggunakan para pengungsi sebagai alat politik untuk menyalahkan Assad. Tapi sudah jelas, Tentara Bebas Suriah dan sponsor internasionalnya yang bersalah dalam krisis itu.

T: Para penentang Presiden Assad menuduh dia menggunakan senjata kimia terhadap para demonstran tapi pemerintah Suriah mengatakan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa pemberontak dan teroris dukunagn asinglah yang menggunakan senjata kimia terhadap warga pro-pemerintah dan pasukan militer. Apa pendapat Anda tentang dualitas ini?

J: Bagi saya sudah jelas bahwa Tentara Bebas Suriahlah yang menggunakan senjata kimia, sebagai upaya pengkambinghitaman  dan menuduh pemerintah Assad yang melakukannya. Assad tentu sudah gila jika  menggunakan senjata ini karena hal itu akan memberi dalih bagi Barat untuk melakukan agresi lanjut. Ini murni propaganda.

T: Bagaimana Anda melihat peran media mainstream, terutama outlet berita Arab dalam memompa moral para pemberontak dan tentara bayaran asing? Perang masih terus berlangsung dan operasi psikologis berperan kunci dalam menentukan nasib perang. Apa pendapat Anda tentang itu?

J: Media mainstream Barat dan Arab tak lain hanyalah lelucon dan alat untuk agenda monopoli kapitalis. Seluruh spektrum Fox News bersama [stasiun] PBS [AS] dan Al Jazeera merupakan cheerleaders bagi para  pemberontak. Tidak ada laporan berimbang [mereka] tentang masalah ini. [Setelah] jelas  bahwa sekarang Assad telah mengalahkan semua pemberontak,  media mainstream itu mulai diam.

T: Beberapa komentator politik berpendapat bahwa perang di Suriah adalah perang untuk [memperoleh] cadangan gas lepas pantai luas yang dimiliki negara itu, mirip perang di Irak yang merupakan perang untuk minyak. Akankah kekuatan Barat dan tentara bayaran mereka berhasil membuat Suriah bertekuk lutut dan mengambil alih cadangan gas Suriah?

J: Tampaknya memang ada sumber daya yang dipertaruhkan, apakah cadangan gas alam atau pipa [gas]. Saya tidak percaya bahwa kaum imperialis akan berhasil di Suriah. Dan kita bisa melihat kembali konflik ini dengan baik sebagai titik balik dalam keseimbangan kekuatan global karena aliansi Anglo-Amerika menjadi kurang relevan [sekarang]. Negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) telah muncul sebagai sebuah penyeimbang global.[IT/FN/NAT]
 
Wawancara dengan Bashar Assad
Assad: Saya Ada di Depan Anda, Tidak di Kapal Rusia atau Iran
Islam Times- Jika gejolak yang terjadi di Suriah mencapai titik dan puncaknya, atau keluar kontrol Suriah maka, situasi ini akan terjadi langsung ke negara-negara tetangga pertama, dan kemudian dampaknya akan ke negara-negara yang jauh dari Timur Tengah.
Presidean Suriah, Bashar Assad
Presidean Suriah, Bashar Assad

Presiden al-Assad dalam menanggapi pertanyaan tentang rumor media asing terutama zionis Israel mengenai keberadaan dan tempat tinggalnya mengatakan, "Saya di depan Anda, dan kami berada di atas tanah ini, dan tidak di tempat penampungan, dan mereka mencoba menyiarkan rumor itu dari waktu ke waktu untuk mempengaruhi semangat rakyat Suriah, dan saya tidak tinggal di kapal Rusia maupun di Iran, saya tinggal di Suriah di tempat yang sama selamanya di mana saya telah hidup. Kata presiden Suriah Bashar Assad dalam sebuah wawancara dengan Channel Turki Olossal, pada Rabu dan dipublish pada Sabtu, 06/04/13.

"Konflik di Suriah adalah konflik lokal, ada gerakan internal di Suriah, namun seluruh subjek konflik eksternal terkait dengan Roadmap daerah."

Mengenai keberadaan permintaan bantuannya kepada BRICS, presiden Suriah itu menjelaskan, "BRICS tidak mendukung Presiden Bashar atau negara Suriah, tetapi mendukung stabilitas di kawasan.

"Jika gejolak yang terjadi di Suriah mencapai titik dan puncaknya, atau keluar kontrol Suriah maka, situasi ini akan terjadi langsung ke negara-negara tetangga pertama, dan kemudian dampaknya akan ke negara-negara yang jauh dari Timur Tengah. Dan ini berarti menciptakan keadaan ketidakstabilan selama bertahun-tahun, dan mungkin puluhan tahun, maka BRICS berdiri untuk mengatasi solusi politik di Suriah dalam menghadapi kekuatan Barat."

Mengenai negara-negara Arab yang mendukung teroris, Presiden kecintaan rakyat itu mengatakan, "Kita dikelilingi oleh sekelompok negara yang membantu para teroris untuk menyusup ke Suriah. Namun demikian, ini bukan berarti semua negara-negara tetangga terlibat, misalnya, Irak menentang pengalihan teroris, dan Irak mempunyai kondisi tertentu yang tidak mengendalikan perbatasannya.

"Di Libanon, ada pihak-pihak berbeda yang membantu dan menolak teroris menyusup ke Suriah, namun Turki secara resmi merangkul teroris, dan banyak informasi teroris berasal dari Yordania, cukup jelas bahwa itu disengaja atau tidak.

"Banyaknya teroris maka pertempuran akan tetap berlangsung, dan ini secara alami adalah fakta perang dalam setiap arti kata, dan bukan insiden keamanan, dan ribuan teroris masuk ke Suriah, mungkin puluhan ribu, sulit untuk menentukan jumlah angka yang tepat". Kata Assad mengakhiri wawancaranya. [IT/On]
  
Krisis Suriah
Rusia Kutuk Bantuan Senjata AS untuk Pemberontak Suriah
Islam Times- "Jika mitra Amerika kami sekarang lebih fokus untuk mempersenjatai oposisi dan berbagi rencana ... untuk menyerang posisi pemerintah Suriah, maka ini, tentu saja melawan perjanjian untuk mengadakan sebuah konferensi,"
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Amerika sengaja mengulur-ulur waktu untuk perdamaian di Suriah dengan mempercepat rencana pengiriman senjata kepada pemberontak Suriah. Demikian al-Alam melaporkan, Kamis, 25/07/13.

Lavrov mengatakan hal itu pada konferensi pers di Moskow pada Rabu dan menyebut, rencana Washington itu akan memperlemah upaya bersama untuk mengatur sebuah konferensi perdamaian internasional mengenai Suriah yang disetuji oleh John Kerry  pada bulan Mei lalu.

Konferensi internasional Jenewa-2 merupakan tindak lanjut pertemuan sebelumnya yang diadakan di Jenewa pada Juni 2012 dalam rangka membawa ke keja perundingan antara pemerintah Suriah dan oposisi.

"Jika mitra Amerika kami sekarang lebih fokus untuk mempersenjatai oposisi dan berbagi rencana ... untuk menyerang posisi pemerintah Suriah, maka ini, tentu saja melawan perjanjian untuk mengadakan sebuah konferensi," katanya.

"Hal itu bertentangan dengan inisiatif kami bersama," kata Menteri Luar Negeri Rusia itu.

Dengan pengiriman senjata AS kepada teroris, kemungkinan besar untuk membawa oposisi Suriah dan wakil pemerintah ke meja perundingan akan pudar dalam beberapa pekan terakhir.[It/Onh/Ass]
 
Krisis Suriah
Tentara Suriah & Relawan Palestina Usir Takfiri dari Yarmuk
Islam Times- Relawan Palestina juga membantu tentara Suriah mengambil alih kendali atas kamp, ​​yang merupakan titik kunci perang antara tentara dan takfiri Front al-Nusra.
Kamp Yarmok, Press TV
Kamp Yarmok, Press TV

Tentara Suriah dan relawan Palestina memaksa keluar takfiri didikan Arab Saudi, Qatar dan Turki dari kamp pengungsian di luar ibukota Damaskus, demikian Press TV melaporkan, Kamis, 25/07/13.

Sebelumnya, pada Rabu, tentara Suriah terlibat pertempuran berat melawan takfiri al-Qaeda dekat kamp pengungsian Palestina, Yarmuk.

Relawan Palestina juga membantu tentara Suriah mengambil alih kendali atas kamp, ​​yang merupakan titik kunci perang antara tentara dan takfiri Front al-Nusra.

Juma'a Abdullah, pejabat Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang berjuang membaskan kamp bersama tentara ​​mengatakan, kamp Yarmuk telah diduduki oleh "penyabot."

"Seperti yang Anda ketahui, kelompok bersenjata memasuki Yarmuk delapan bulan yang lalu dan menggusir lebih dari 200.000 pengungsi Palestina sebagai bagian dari rencana untuk memasuki Damaskus.

"Ternyata mereka adalah pencuri dan mereka menjarah kamp. Kami mencoba mendapatkan kembali dengan menggunakan cara-cara damai, dan sekarang kami tidak punya cara lain selain dengan cara tegas membebaskan kamp kami, dan kami tidak akan mundur.

"Kita berada di jalan Palestina menuju jalan Yarmuk. Bangunan kita ini adalah salah satu dari tujuh bangunan yang dapat kita ambil dan kontrol setelah mengeluarkan teroris, "kata seorang relawan Palestina beberapa menit setelah merebut pos.

"Mereka membentengi pos, tapi kami akan sampai ke mereka," tambahnya.

Download video: http://64.150.186.181/presstv/site%20video/07-25-2013/aer-damascus.mp4

kelompok takfiri al-Qaeda nenerapkan kebijakan bumi hangus dan membakar rumah-rumah saat mereka terpukul mundur untuk memperlambat unit militer maju berjuang bersama relawan Palestina.

Pada bulan September, setidaknya 20 orang tewas ketika tembakan mortir takfiri Front al-Nusra mendarat di kamp. [It/Onh/Ass]
 
 Orang Arab Pandir
Syiah, Kambing Hitam, Bangsa Arab dan Bebek-bebeknya
Islam Times- Masalahnya tentu kita patut bertanya: Jika ternyata kambing hitam itu kian gemuk, kambing warna apalagi yang akan mereka jadikan sasaran hujan sumpah serapah dan kutukan tersebut—dua “keahlian” yang paling dikuasai bangsa Arab? Marilah kita tunggu kelanjutan sejarah kebodohan ini.
Bangsa pandir
Bangsa pandir

Orang Arab, kata kolumnis Mesir, Wael Abdel Fattah, punya kambing hitam favorit untuk setiap ketidaknyamanan dalam hidup mereka. Jika harga kismis atau harga daging kambing melesat naik seperti punuk unta, atau jika ada penguasa sebentar-sebentar main tangkap dan penjara, mereka bakal menimpakannya ke Naksa -- istilah untuk kekalahan memalukan pasukan Arab dalam Perang Enam Hari melawan Israel pada 1967. Bahkan jika ada lelaki Arab yang impoten, mereka pasti menyalahkan Naksa, kata Wael.

Naksa terjadi pada 5 Juni 1967. Israel, yang mencium Mesir akan mengomandani negara-negara Arab menyerang Tel Aviv, menggempur lebih dulu 600 lebih jet tempur yang terparkir di bandara Mesir. Sehari kemudian, Mesir, Jordan, Suriah dan Irak membariskan 100.000 serdadu menuju perbatasan Israel. Perang darat pecah dan berakhir enam hari kemudian dengan kemenangan Israel. Telak. Di garis depan, orang mendapati di saku para pejuang Arab yang gugur foto-foto Ummi Kalsum, penyanyi lagendaris Timur Tengah, favorit Nasser. Sebaliknya, di saku tentara Israel hanya ada Talmut dan Torah, semacam Al-Qur’an dan Hadis bagi kaum Yahudi.

Perang secara keseluruhan menelan 16.000 nyawa pasukan Arab, utamanya Mesir, dan 800 orang tentara Israel. Kemalangan Arab tidak berhenti di situ. Mesir juga kehilangan Sinai dan Jalur Gaza, Jordan kehilangan kendali atas Tepi Barat sementara Daratan Tinggi Golan lepas dari Suriah. Bagi bangsa Palestina, yang mendiami Tepi Barat dan Gaza, Naksa memaksa mereka terasing dari kampung sendiri, untuk kedua kalinya setelah Israel mencaplok tanah mereka pada 1946. (Dalam sebuah resolusi pada 22 November 1967, resolusi 242, PBB menyerukan Israel untuk melepas semua wilayah yang mereka duduki pada 1967 dan mengizinkan kembalinya para pengungsi Palestina. Israel mengabaikan resolusi itu hingga kini.

Pada Oktober 1973, Nasser kembali menggalang kekuatan Arab. Mereka menyerang Tel Aviv bertepatan dengan perayaan Yom Kippur. Yang tak mereka ketahui, Israel telah mengantispasi serangan itu. Mesir akhirnya kalah lagi dan di titik ini, bangsa Arab seperti kelereng pecah.

Di banyak kedai kopi di seantero Teluk, orang mulai menyebut Israel sebagai Al Jaizullazi la yuhzam, pasukan yang tak terkalahkan. Sebagian menduga-duga kemenangan Israel dua kali berturut-turut itu karena bantuan “tangan-tangan gaib”. Ada yang pesimis, ada pula yang menyesal telah memeluk Islam; agama nenek moyang yang mereka anggap inferior. Michael Aflak, salah seorang yang berpandangan seperti ini, belakangan merumuskan ideologi sosialisme lewat Hizb Baath (Partai Baath) dan mendapat sambutan di seluruh penjuru, utamanya Irak.

Belakangan, orang Arab seperti terkena petir di siang bolong ketika Anwar Saddat, penerus Nasser, meneken kesepakatan damai dengan Israel di Camp David, Amerika, pada 1979. Banyak yang merasa dikhianati, ditikam dari belakang. Orang merasa jika Mesir saja sudah mau damai, padahal jelas-jelas dia yang paling dirugikan selama perang melawan Israel, apa guna lagi bangsa Arab lainnya bersikukuh memperjuangkan hak-hak warga Palestina yang ternista oleh Israel. Hingga 40 tahun kemudian, pesimisme ini terus bercokol, seperti luka dalam yang sulit disembuhkan. Bahkan, luka dalam itu menyebar ke juru bicara PLO, Saeb Erakat. Dalam sebuah forum regional, dia meminta Iran agar berhenti menelorkan wacana penghapusan rezim Zionis dari peta Timur Tengah. Yang terbaik, katanya, Iran membantu Palestina meneken perdamaian dengan Israel. Orang Pelestina saja mau damai, kata Erakat.

Sekarang, atau setidaknya pasca meletusnya pemberontakan takfiri di Suriah, orang-orang Arab punya kambing hitam yang jauh lebih istimewa lagi: Syiah dan segala pernak-pernik dan kaitan-kaitannya. Untuk semua problem mereka, ada Syiah yang harus menanggungnya. Pengangguran meningkat, prestasi merosot, kekalahan melanda, kehinaan menimpa, kekecewaan meluas, semuanya tanpa terkecuali adalah karena Syiah, Iran, Hizbullah dan rezim Alawi Suriah.

Maka itu, tak perlulah kita mencari akar-akar masalah yang sebenarnya. Jika kita bertanya pada ulama, umara, aktivis, media dan pemerhati Arab belakangan ini ihwal keterbelakangan wacana, sikap, aksi dan budaya Arab, maka semuanya tinggal tunjuk kambing hitam favorit baru mereka: Syiah!.

Masalahnya tentu kita patut bertanya: Jika ternyata kambing hitam itu kian gemuk, kambing warna apalagi yang akan mereka jadikan sasaran hujan sumpah serapah dan kutukan tersebut—dua “keahlian” yang paling dikuasai bangsa Arab? Marilah kita tunggu kelanjutan sejarah kebodohan ini.

Dan ini anehnya, di antara elemen bangsa Indonesia, ada saja yang dengan bangga dan gigih membebek kebodohan di atas, dan menjadikan Syiah sebagai kambing hitam seluruh persoalan yang menimpa umat Islam Indonesia—seolah-olah Syiah itu barang baru dan seolah-olah persoalan umat ini juga barang yang baru?

Jika kita mau berpikir adil sejenak saja, maka tentu semua drama pengutukan dan kebencian ini takkan mengubah apapun dari realitas yang terjadi: Syiah dan segala perkakasnya akan terus dengan cara mereka dan takkan terganggu sedikit pun, sementara Arab dan bebek-bebeknya di Indonesia juga takkan bisa membuat peluncur satelit atau berpikir membuat pesawat ulang-alik untuk mengutuk Syiah di angkasa. Tidak akan! Percayalah! [It/Mk/Bh]
sumber:http://islamtimes.org/vdchmqnix23n6vd.yrt2.html
 

0 comments to "SYI'AH SESATTTTTTT....TITIKKKKK......( HAH..????!!!!???? )"

Leave a comment