Pelaku dan Tujuan Pemboman di Lebanon
Ketika Perdana Menteri Lebanon, Tammam Salam selama lima bulan telah berlalu belum mampu membentuk sebuah kabinet karena friksi politik dan partai, negara itu kembali diguncang ledakan bom yang diperkirakan memiliki tujuan internal dan regional.
Sebuah bom mobil pada Kamis (15/8) sore mengguncang wilayah Zahiyeh, daerah sekitar Bir el-Abed dan Rweiss, Lebanon selatan. Serangan teroris tersebut menewaskan 21 orang dan melukai 200 lainnya serta menghancurkan bangunan-bangunan dan mobil yang berada di lokasi ledakan. Para pejabat Lebanon, sejumlah tokoh asing dan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengecam keras serangan tersebut dan menunut tindakan tegas terhadap terorisme.
Pada bulan lalu, ledakan serupa mengguncang wilayah Zahiyeh dengan jumlah korban lebih sedikit dari serangan terbaru ini. Pertanyaannya adalah siapa yang berada di balik serangan tersebut dan apa tujuannya? Kelompok teroris Front al-Nusra di Suriah yang getol memerangi pemerintah Damaskus menyatakan bertanggung jawab atas serangan bom pada Kamis sore di Lebanon. Kelompok tersebut memang dikenal mahir dalam melakukan operasi teror dan aktivitasnya itu telah terbukti di Suriah, di mana kelompok teroris tersebut telah menebar barbagai kejahatan kemanusiaan di negara Arab itu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ledakan terbaru di Lebanon ada kaitannya dengan transformasi di Suriah khususnya keberhasilan militer negara itu di lapangan dalam memberantas teroris. Selama dua tahun terakhir, kelompok-kelompok teroris dari berbagai negara masuk ke Suriah untuk menjalankan operasi anti-pemerintah dan rakyat negara itu. Hal itu tentunya akan mempengaruhi keamanan negara-negara tetangga Suriah termasuk Lebanon.
Pasca pemboman di Zahiyeh, Presiden Lebanon Michel Sleiman, Ketua Parlemen, Nabih Berri dan Menteri Dalam Negeri, Marwan Charbel menyatakan bahwa rezim Zionis Israel adalah pengendali serangan bom pada Kamis sore untuk memukul Gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayid Hassan Nasrullah beberapa hari lalu menegaskan, Hizbullah siap untuk merespon segala bentuk serangan Israel. Sayid Nasrullah juga menyinggung kesiapan Presiden Suriah, Bashar al-Assad untuk membantu Hizbullah dalam Perang 33 Hari pada tahun 2006 lalu.
Rezim Zionis selama ini mengerahkan segala kemampuannya untuk menarget Hizbullah, dan skenario ledakan pada Kamis sore di Lebanon merupakan salah satu upaya untuk memutus hubungan antara Hizbullah dan militer Suriah serta untuk membantu kelompok-kelompok teroris di Suriah menekan pemerintah Damaskus. Langkah-langkah Israel tersebut juga dibarengi dengan keputusan Uni Eropa beberapa hari lalu yang memasukkan sayap militer Hizbullah ke dalam daftar kelompok teoris.
Selain adanya faktor eksternal yang telah disebutkan tadi, situasi internal Lebanon juga berperan dalam peristiwa pemboman pada Kamis sore. Pasalnya, sejak awal April lalu, Tammam Salam telah diangkat sebagai Perdana Menteri Lebanon menggantikan Najib Mikati, namun hingga kini pemerintah (kabinet) Lebanon belum terbentuk.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses politik Lebanon khususnya Gerakan 14 Maret yang hanya mementingkan partai daripada kepentingan dan persatuan nasional, menjadi penyebab utama keterlambatan dalam pembentukan pemerintahan Lebanon. Pemerintahan yang belum terbentuk menyebabkan Lebanon menghadapi kevakuman politik dan pada gilirannya kekosongan politik itu akan berpengaruh besar terhadap keamanan negara itu.
Kondisi tersebut akan dijadikan kesempatan bagi musuh untuk menyulut fitnah sektarian seperti pertentangan antara Sunni dan Syiah, dan pemboman pada Kamis sore dapat dinilai sebagai salah satu upaya untuk menyulut perpecahan dan konflik di Lebanon. Terkait hal itu, Sheikh Mohammad Qabbani, Mufti Agung Lebanon mengatakan, Israel dan sekutunya berusaha menyulut fitnah di Lebanon, oleh karena itu Muslim Syiah dan Sunni harus waspada dan menahan diri serta tidak terjebak ke dalam konspirasi tersebut. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Khatib Shalat Jumat Tehran Soroti Masalah Internal dan Regional
Khatib Shalat Jumat Tehran mengatakan, tugas terpenting para menteri di kabinet baru Republik Islam Iran adalah melayani masyarakat dan menempatkan orang-orang yang layak dan mampu di berbagai bidang di departemen-departemen yang mereka bawahi.
Ayatullah Mohammad Ali Movahedi Kermani, dalam khutbahnya pada Jumat (16/8) menandaskan, tanggung jawab para menteri pemerintahan baru Iran sangat berat dan mereka harus berusaha keras melaksanakan kewajibannya serta memiliki pengetahuan sempurna terhadap kementerian-kementerian yang mereka bawahi.
Khatib Shalat Jumat Tehran juga menekankan kepada para menteri pemerintahan baru Iran untuk waspada dan bijaksana dalam menempatkan orang-orang yang berkompeten dan jujur di departemen-departemen yang mereka kendalikan. Beliau mengatakan, para menteri yang telah mendapat mosi percaya dari parlemen harus memenuhi harapan rakyat dari pemerintahan Islam.
Lebih lanjut Ayatulah Movahedi Kermani menjelaskan, bangsa Iran yang mengikuti Rabhar (Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei) hingga kini mampu mengatasi semua tantangan dan masalah yang dibuat oleh musuh-musuh Iran.
Di bagian lain khutbahnya, Ayatullah Movahedi Kermani mengungkapkan penyesalannya atas pembunuhan dan bentrokan terbaru di Mesir. Ia meminta tokoh-tokoh elit politik, intelektual dan agama di Mesir untuk segera mengambil langkah-langkah efektif guna mencegah pertumpahan darah yang lebih parah.
Khatib Shalat Jumat Tehran mengkritik kinerja militer Mesir dan menyerukan mereka untuk mengadopsi sikap rasional guna mencegah kebencian opini publik, sebab berlanjutnya bentrokan di Mesir tidak akan menghasilkan apapun kecuali bertambahnya jumlah korban.
Ayatullah Movahedi Kermani seraya menegaskan peran kekuatan-kekuatan asing dalam bentrokan di Mesir, mengatakan, dalam kondisi ini harus diupayakan dialog damai di antara kelompok-kelompok Mesir untuk mengakhiri krisis.
Khatib Shalat Jumat Tehran juga menyinggung pendudukan rezim Zionis Israel terhadap Palestina selama 65 tahun ini. Ia menuturkan, bangsa Palestina selama 65 tahun ini selalu menjadi sasaran penindasan dan kejahatan serta penyiksaan Israel, namun Barat yang mengklaim sebagai pembela hak asasi manusia dan demokrasi hanya bungkam dan tidak merespon penindasan tersebut, bahkan mereka dalam beberapa kasus justru membela kejahatan Israel.
Ayatullah Movahedi Kermani juga menilai berlanjutnya perundingan damai antara Otorita Ramallah dan Israel sebagai upaya rezim Zionis untuk menutupi kejahatannya terhadap rakyat Palestina. Ia mengatakan, bangsa Palestina yang sadar dan waspada menolak perundingan tersebut mengingat negosiasi itu tidak diwakili oleh perwakilan yang mereka terima.
Di bagian lain khutbahnya, Ayatullah Movahedi Kermani mengecam pemboman baru-baru ini di Lebanon dan menyebutnya sebagai sebuah tragedi lain bagi rakyat di kawasan, khususnya umat Islam.
Khatib Shalat Jumat Tehran juga menilai hari ulang tahun pengrusakan tempat-tempat suci di pemakaman Baqi di Madinah oleh Wahabi sebagai musibah besar bagi dunia Islam khususnya umat Islam Syiah. Ia mengatakan, orang-orang Takfiri tidak akan pernah mampu menghapus kecintaan kepada Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw dari hati umat Islam. (IRIB Indonesia/RA)
Sekjen Hizbullah: Israel Selalu Kami Kalahkan, Begitu Juga Teroris Takfiri
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Lebanon menyatakan, dalam perang melawan terorisme Takfiri, Hizbullah akan keluar sebagai pemenang.
Seperti dilaporkan Fars News (16/8), Sayid Hasan Nasrullah dalam pidatonya di acara peringatan kemenangan Perang 33 hari mengatakan, "Tuduhan-tuduhan bahwa Hizbullah melakukan kejahatan dalam perang Suriah sama sekali tidak benar, kami terjun dalam perang Suriah di sebuah wilayah yang terbatas dan dalam aksi ini kami tidak membunuh korban luka juga tidak menghabisi tawanan. Akan tetapi pihak-pihak yang menuduh kami melakukan hal semacam ini justru terang-terangan membantai para tawanan. Kami terjun di perang Suriah dengan nilai-nilai yang kami anut dan seringkali kami mengorbankan para syuhada untuk meilindungi jiwa rakyat."
Lebih lanjut Sekjen Hizbullah mengutuk keras sikap stasiun televisi Al Arabiya dan Aljazeera dalam liputan-liputannya terkait peristiwa yang terjadi di kawasan. "Al Arabiya dan Aljazeera bersekongkol melawan Hizbullah, Iran, Irak dan Suriah, namun berkenaan dengan perpecahan yang terjadi di Tunisia dan Mesir, Al Arabiya mendukung satu kubu, sementara Aljazeera mendukung kubu yang lain, siapa yang akan anda percaya, bagaimana mungkin anda mempercayai laporan-laporan mereka terkait dengan Mesir dan Suriah?."
Ditambahkannya, "Sebagian media Arab dalam beberapa tahun terakhir sibuk memproduksi berita-berita palsu dan dunia akan menyaksikan bahwa Hizbullah hanya berperang dengan kelompok-kelompok Takfiri."
"Sekali lagi kami katakan kepada para pembunuh, kalian tidak membela rakyat Suriah, dan jika kalian berfikir bisa memaksa kami mundur dengan membantai para wanita dan anak-anak kami serta membumihanguskan rumah-rumah kami, kalian salah besar, lebih baik kalian perhatikan pengalaman 30 tahun kami melawan rezim Zionis Israel," tegasnya.
Sehubungan dengan insiden peledakan terbaru di Beirut, Nasrullah mengatakan, "Salah satu jawaban kami atas aksi seperti ledakan di Beirut adalah, jika kami punya seribu pasukan di Suriah, maka jumlah mereka akan mencapai dua ribu, dan jika kami punya lima ribu, mereka akan menjadi 10 ribu, karena kalian salah memilih lokasi untuk aksi peledakan. Jika perang melawan para teroris diwajibkan, saya sendiri dan seluruh pasukan Hizbullah akan berangkat ke Suriah untuk membela rakyat Suriah, Lebanon, Palestina, Baitul Maqdis dan poros perlawanan."
"Tidak boleh seorangpun menganggap bahwa jika ada kelompok yang berperang dengan kami, mereka yang menentukan arah peperangan, karena kami sendiri yang akan menentukan nasib dan akhir peperangan. Sama halnya ketika kami selalu menang dalam peperangan menghadapi Israel, kami katakan kepada semua, dalam perang melawan terorisme Takfiri kami pun akan menang, papar Nasrullah.
Pertempuran ini akan sangat beresiko bagi kami, katanya, namun tinggal di rumah dan menunggu musuh datang untuk menyembelih kami seperti hewan lebih kecil resikonya.
"Seperti semua perang yang pernah kami hadapi, kami tidak gentar untuk mati demi membela kemuliaan dan eksistensi kami. Kami adalah pemilik keyakinan, kemenangan darah atas pedang," tandasnya. (IRIB Indonesia/HS)
AS dan Barat Hanya Punya Satu Tujuan: Menghancurkan Iran Sebagai Negara Islam
Sayid Ahmad Ahmad-Dastmalchiyan, seorang pakar masalah Timur Tengah (7/8) menyatakan bahwa setiap pemerintahan yang berkuasa di Iran tidak akan berbeda di mata Amerika Serikat atau Barat, karena tujuan mereka adalah menghancurkan Islam sebagai sebuah negara Islam. Menurutnya, politik Amerika Serikat terhadap Iran adalah "politik serigala berbulu domba."(IRIB Indonesia)
Kebijakan Ganda AS terhadap Transformasi Mesir
Kecaman publik internasional terhadap penumpasan brutal demonstran anti-kudeta oleh aparat keamanan Mesir telah memaksa Presiden Amerika Serikat, Barack Obama untuk sementara memutus liburannya di musim panas dan mengumumkan sikap terbarunya terhadap krisis di Mesir.
Obama dalam pernyataan sikap yang terhitung sudah terlambat, mengecam penumpasan berdarah terhadap para pendukung Muhammad Mursi, presiden terguling Mesir. Ia mengatakan, AS menentang pemerintahan militer di Mesir dan menuntut pemerintah interim di negara Afrika Utara itu untuk mengakhiri pemberlakukan kondisi darurat.
Presiden AS menandaskan, Washington komitmen dengan perjanjiannya dengan Mesir dan rakyat negara itu, namun dengan kondisi yang terjadi saat ini kerjasama "tradisonal" dengan Kairo tidak dapat dilanjutkan seperti di masa lalu. Obama juga mengumumkan keputusan AS untuk membatalkan manuver militer bersama dengan Mesir.
Sejak tahun 1980 hingga sekarang, tepatnya pasca ditandatangani perjanjian perdamaian Camp David antara Mesir dan rezim Zionis Israel, setiap tahun AS menggelar manuver militer bersama dengan Mesir. Manuver tersebut dikenal dengan "Bright Star." Pada tahun 2011, manuver ini juga dibatalkan menyusul runtuhnya rezim diktator Hosni Mubarak.
Menurut rencana, 30 ribu tentara akan bergabung dalam manuver tahun 2013 ini, bahkan sejumlah negara Eropa dan Arab sekutu AS akan mengikuti manuver tersebut, namun rencana itu dibatalkan oleh AS. Pembatalan tersebut dikatakan Obama sebagai bentuk protes terhadap tindakan keras pemerintah interim Mesir terhadap demonstran.
Meski demikian, hingga kini Obama masih menghindari untuk menggunakan kata-kata kudeta untuk pergeseran kekuasaan di Mesir. Selain itu, protes keras masyarakat internasional terhadap penumpasan berdarah di Kairo dan sejumlah kota lainnya oleh militer Mesir juga tidak mengendorkan tekad AS untuk melanjutkan kerjasama dengan militer Negeri Piramida itu. Obama justru menegaskan kelanjutan kerjasama dengan militer Mesir.
Sebenarnya, langkah presiden AS untuk membatalkan manuver militer bersama Mesir hanya trik propaganda supaya Washington terhindar dari tekanan opini publik dunia yang mengecam tindakan brutal aparat keamanan Mesir. Dengan kata lain, pembatalan manuver militer itu tidak selaras dengan penegasan Obama untuk melanjutkan kerjasama dengan militer Mesir. Ia hanya mengatakan, jika kerusuhan di Mesir berlanjut dan pemerintah tidak mengambil langkah-langkah tepat maka aspek-aspek penting dalam kerjasama pertahanan antara Washington dan Kairo akan terancam.
Selain itu, sikap Obama tersebut tak lebih sebagai respon atas tekanan sejumlah tokoh Partai Republik yang menuntut untuk memutus bantuan militer kepada Mesir menyusul kudeta bulan lalu. Namun yang jelas, klaim-klaim Republikan juga tidak benar. Mereka tak ubahnya seperti orang-orang Demokrat yang mengusai Amerika, di mana mereka komitmen untuk mendukung keamanan dan kepentingan Israel.
Sejak masa pemerintahan Presiden Anwar Sadat dan ditandatanganinya perjanjian Camp David, militer Mesir memiliki hubungan sangat erat dengan AS. Pada dasarnya militer Mesir adalah salah satu alat Amerika untuk menjaga keamanan Israel di Semenanjung Sinai. Oleh karena itu, perubahan apapun di Mesir tidak akan dapat mempengaruhi pentingnya militer negara itu bagi kebijakan regional AS. Peringatan Obama tentang kemungkinan peninjauan ulang terhadap hubungan militer Mesir dengan AS tidak lebih hanya sebuah trik untuk menghindar dari sorotan dan kecaman publik internasional. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Ketangguhan Hizbullah Kembali Menciutkan Nyali Israel
Sekretaris Jenderal Gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah) mengatakan, tentara rezim Zionis Israel berusaha masuk ke wilayah Lebanon dari berbagai tempat, namun Hizbullah menghalanginya dan tidak akan pernah mengizinkan Israel masuk ke tanah Lebanon.
Sayid Hasan Nasrullah dalam wawancara eksklusif dengan jaringan televisi Lebanon, al-Mayadeen pada Rabu (14/8) malam menyinggung tentang masuknya serdadu Israel ke wilayah perbatasan, al-Labunah di Lebanon selatan pada tanggal 7 Agustus 2013. Ia menandaskan, ledakan ranjau pada pekan lalu yang melukai empat tentara rezim Zionis ketika mereka berusaha masuk ke wilayah Lebanon adalah ranjau baru yang dipasang Hizbullah untuk menarget para penyusup Israel.
Sayid Nasrullah juga menyinggung Perang 33 Hari untuk melawan agresi militer Israel ke Lebanon. Ia mengatakan, Hizbullah Lebanon pada tahun 2006 telah menorehkan kemenangan bersejarah dalam menghadapi agresi Israel dan hal ini juga diakui oleh para pejabat rezim Zionis.
Ketika menyinggung penghancuran tank-tank super canggih militer Israel, Merkava oleh pejuang Hizbullah pada Perang 33 Hari, Sekjen Hizbullah menegaskan, penghancuran tank-tank Merkava adalah salah satu operasi tak terduga dan tak terpikirkan sebelumnya oleh Israel.
Seperti yang telah ditegaskan oleh Sayid Nasrullah, para pejuang Hizbullah pada tanggal 7 Agustus kembali menggagalkan agresi militer Israel ke Lebanon dan dengan tegas menindak upaya penyusupan tentara-tentara rezim Zionis.
Pasca Perang 33 Hari, militer rezim Zionis selalu melanggar wilayah darat, udara dan laut Lebanon. Padahal Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 mengharuskan rezim tersebut utuk menghormati seluruh kedaulatan Lebanon. Namun Israel selalu melanggar resolusi itu.
Respon tegas Hizbullah terhadap salah satu kasus pelanggaran Israel terhadap Resolusi 1701 dan agresi ke wilayah Lebanon kembali mengingatkan Israel akan pelajaran dari Perang 33 Hari. Hizbullah dalam Perang 33 Hari berhasil memukul militer Israel dari segala sisi, dan penghancuran tank-tank canggih Merkava hanya bagian kecil dari ketangguhan Hizbullah dalam perang itu.
Rudal-rudal Hizbullah yang menjangkau berbagai wilayah Palestina pendudukan (Israel) dan menimbulkan ketakutan bagi warga Zionis menjadi pelajaran lain bagi Israel dalam Perang 33 Hari. Frustasi, depresi dan trauma di kalangan tentara Israel yang menyebabkan meningkatnya angka kasus bunuh diri, merupakan dampak dari kekalahan militer Israel dalam Perang 33 Hari dan perang-perang lainnya dalam beberapa tahun terakhir ini.
Kekalahan dalam Perang 33 Hari sangat sulit bagi Israel. Pasalnya, lebih dari 70 kota di wilayah pendudukan menjadi target rudal-rudal Hizbullah. Kekalahan telak tersebut dialami rezim Zionis ketika rezim itu selalu mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat dan sejumlah negara Arab.
Insiden 7 Agustus 2013 kembali mengingatkan Israel akan katangguhan Hizbullah. Berbagai tokoh dan kelompok di Lebanon dan bahkan pejabat teras militer Israel mengakui ketangguhan Hizbullah.
Hizbullah senantiasa menunjukkan kemampuannya dalam melawan musuh dalam kerangka perimbangan militer dan rakyat Lebanon. Oleh karena itu, Presiden Lebanon, Michel Sleiman menekankan perlunya untuk menjaga perimbangan militer, rakyat dan Muqawama (Hizbullah) utuk menjaga keamanan Lebanon dalam mengahadapi musuh khususnya Israel.
Tindakan tegas pasukan Hizbullah terhadap penyusupan tentara Israel ke wilayah Lebanon pada tanggal 7 Agustus menunjukkan bahwa Hizbullah menjaga kedaulatan negara itu dalam kerangka perimbangan militer, rakyat dan Muqawama, dan tidak akan pernah membiarkan para agresor mengganggu Lebanon. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Meningkatnya Kasus Bunuh Diri di Kalangan Militer Israel
Jumlah kasus bunuh diri di kalangan militer rezim Zionis Israel terus bertambah. Koran Zionis, Haaretz pada Senin (12/8) mempublikasikan sebuah laporan baru mengenai jumlah serdadu Israel yang bunuh diri. Laporan tersebut berasal dari pusat informasi dan riset yang berafiliasi dengan Knesset (parlemen) Israel.
Menurut laporan itu, selama enam tahun terakhir tercatat 124 tentara Israel bunuh diri. Sebanyak 20 persen di antaranya baru bertugas kurang dari enam bulan dan 37 persen dari total tentara yang bunuh diri itu bukan kelahiran Palestina pendudukan (Israel).
Berdasarkan penyelidikan, pasca agresi militer rezim Zionis ke Lebanon pada musim panas tahun 2006 dan serangan militer rezim tersebut ke Jalur Gaza, banyak tentara Israel mengalami gangguan mental dan trauma sehingga sebagian dari mereka bunuh diri.
Sebelumnya, departemen peperangan Israel menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir sebanyak 126 tentara tewas bunuh diri. Namun setelah adanya informasi rahasia dari seorang blogger bahwa sebab kematian separuh dari tentara Israel adalah bunuh diri, departemen tersebut menuai kecaman dan kemudian terpaksa merilis pernyataan baru bahwa dalam 10 tahun terakhir ini sebanyak 237 tentara Israel bunuh diri. Dengan demikian setiap bulannya rata-rata satu tentara Zionis bunuh diri.
Banyak pengamat yang berpendapat sama bahwa sebab kematian separuh dari jumlah tentara Israel yang tewas adalah bunuh diri, bahkan sejumlah data lain menyebutkan setiap pekannya sedikitnya dua tentara Zionis bunuh diri.
Sementara itu, hasil penelitian lembaga-lembaga sosial di Israel menunjukkan meningkatnya kasus bunuh diri bukan hanya terjadi di antara tentara Zionis melainkan juga di kalangan sipil. Berdasarkan data terbaru, per hari rata-rata dua warga Israel bunuh diri. Hal itu menunjukkan parahnya krisis sosial di Palestina pendudukan.
Kekalahan beruntun yang dialami pasukan Israel dalam memerangi Gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah) dan gerakan-gerakan Muqawama Palestina telah melemahkan semangat mereka. Lari dari program wajib militer dan bunuh diri adalah bagian dari dampak kegagalan tersebut.
Kini militer rezim Zionis tengah menghadapi krisis parah dan kian hari krisis tersebut semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh sumber-sumber Israel, jumlah tentara Zionis yang lari dari tugasnya dan remaja Israel yang tidak bersedia mengikuti wajib militer terus meningkat dan pada tahun 2012 jumlahnya mencapai ribuan orang. Menurut data militer Israel, dalam beberapa tahun terakhir lebih dari 40 persen yang seharusnya ikut wajib militer tetapi menolak untuk mengikutinya.
Keputusasaan militer rezim Zionis tentang masa depan mereka, janji-janji palsu para pejabat rezim tersebut dan kekalahan berturut-turut dalam memerangi gerakan-gerakan Muqawama Islam di Lebanon dan Palestina pada tahun 2006, 2009 dan 2012 merupakan sejumlah faktor yang melemahkan semangat mereka sehingga banyak remaja Israel yang menolak untuk bergabung dengan militer.
Sementara itu, mayoritas tentara yang dipaksa aktif di militer kecewa terhadap kebijakan militerisme para pejabat Tel Aviv sehingga mereka akan menggunakan kesempatan yang ada untuk melarikan diri dari tugas-tugasnya.
Meningkatnya krisis di kalangan militer Israel telah menimbulkan kekhawatiran bagi para pejabat rezim Zionis. Pasalnya militer adalah salah satu pilar utama untuk memajukan kebijakan ekspansionis rezim tersebut.
Salah satu cara yang ditempuh oleh para pejabat Tel Aviv untuk menutupi kekalahannya dan mengembalikan semangat militernya adalah menebar ancaman terhadap negara-negara di kawasan, termasuk ancaman agresi militer ke Lebanon dan Suriah. Akan tetapi melihat kenyataan yang dihadapi militer Israel, maka ancaman tersebut tak ubahnya sebuah perang urat syarat dan gertakan belaka. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Demokrasi Ala Washington di Kamboja
Pemimpin oposisi Kamboja mengancam akan melancarkan aksi unjuk rasa besar-besaran menyikapi kekalahan partainya dalam pemilu legislatif yang digelar beberapa waktu lalu.
Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) menolak hasil pemilu tersebut. Pemimpin CNRP, Sam Rainsy yang saat ini berdomisili di AS mengancam akan menyerukan para pendukungnya turun ke jalan sebagai bentuk protes, jika pemerintah Phnom Penh tidak membentuk komisi independen penyelidikan terhadap kecurangan pemilu.
Pada pemilu legislatif Kamboja yang digelar 28 Juli lalu, Partai Rakyat Kamboja (CPP) meraih 68 dari 123 kursi parlemen mengungguli Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang meraih 55 kursi.
Rainsy menuding kemenangannya dijegal oleh berbagai pelanggaran dalam pengambilan suara. CNRP mendesak penyelidikan yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait tuduhan bahwa sebanyak 1,25 juta pemilih disingkirkan dari daftar, dan lebih dari sejuta "pemilih hantu", serta 200 ribu nama ganda ditambahkan ke dalam daftar itu.
Tampaknya, isu kecurangan pemilu terus digulirkan oposisi Kamboja. Sejak awal Rainsy memblow up isu ini untuk menarik dukungan negara-negara Barat, terutama AS yang memiliki kepentingan terselubung terhadap negara di Asia Tenggara itu.
Bercokolnya kembali Hun Sen selama lima tahun ke depan setelah berkuasa selama 28 tahun menunjukkan bahwa sistem partai tunggal masih berlaku di Kamboja, yang kini berada dalam kendali Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP).
Di sisi lain, Kamboja terancam bahaya konflik internal antara kubu seiring meningkatnya isu demokratisasi yang diusung para antek asing.
Para analis politik memandang isu protes yang dilancarkan oposisi juga tidak terlepas dari peran interventif kekuatan adidaya global. AS berupaya mengail di air keruh dengan memanfaatkan isu demokrasi di Kamboja demi menekan penguasa negara itu melalui tangan oposisi semacam Rainsy yang memimpin Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP).
Tampaknya, Washington berupaya memainkan isu demokrasi dan hak asasi manusia di Kamboja untuk menyulut perlawanan sipil terhadap pemerintah Phnom Penh. Meski upaya tersebut tidak terlalu membuahkan hasil saat ini, tapi dalam jangka panjang benih yang ditanam Gedung Putih telah cukup ampuh untuk menyulut friksi internal semakin berkobar di Kamboja. Dan kini, bagaimana upaya pemerintah dan rakyat Kamboja meredam dan mengatasinya.(IRIB Indonesia/PH)
Korban Jiwa Berjatuhan, Kisruh Mesir Kian Panas
Krisis politik di Mesir masih belum menemukan titik terang, bahkan berlanjut dengan pertumpahan darah dengan jumlah korban yang lebih besar. Ini terjadi setelah pemerintahan transisi dukungan militer Rabu kemarin secara paksa di Kairo membubarkan basis-basis para demonstran pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin dan mantan Presiden Mohamed Mursi, yang dikudeta militer awal Juli lalu.
Para demonstran pun melawan dan aksi kekerasan meluas di kota-kota lain. Mereka bertekad tidak akan menyerah hingga Mursi dibebaskan dan dikembalikan posisinya sebagai presiden.
Aksi brutal di Mesir itu langsung mendapat reaksi beragam dari penjuru dunia. Dari yang hanya mengutarakan keprihatinan sampai ada yang berencana membekukan kerjasama dengan pemerintahan sementara Mesir, bahkan ada pula yang memulangkan diplomatnya dari Negeri Seribu Piramid itu. Yang pasti masyarakat internasional kini ramai-ramai meminta semua pihak di Mesir untuk menahan diri sambil mengupayakan solusi damai.
Sejak Mursi dikudeta militer pada 3 Juli lalu, gelombang protes terus berlanjut. Pemerintah transisi maupun kelompok IM masih beradu kuat dengan penggunaan kekerasan, sementara PBB dan masyarakat internasional masih belum berhasil menawarkan solusi yang bisa memuaskan pihak-pihak yang bertikai di Mesir.
Perkembangan terkini, seperti yang dikabarkan berbagai media massa regional dan internasional, pemerintah transisi Mesir dukungan militer sejak Rabu kemarin telah memberlakukan jam malam di 14 provinsi dan keadaan darurat di penjuru negeri selama sebulan. Namun pendukung IM dan Mursi bertekad tidak akan mematuhi jam malam itu dengan tetap menggalang aksi walau nyawa mereka taruhannya.
Jumlah korban jiwa akibat insiden Rabu kemarin masih beragam. Menurut data pemerintah transisi, jumlahnya mencapai 278 jiwa. Namun Ikhwanul Muslimin mengklaim jumlahnya lebih banyak dari itu, bahkan bisa mencapai 2.000 jiwa. Muncul kabar ada pula beberapa jurnalis terbunuh saat meliput bentrokan berdarah antara pasukan keamanan dengan pendukung IM.
Beberapa saksi mengungkapkan peristiwa brutal pada Rabu kemarin. Saat memulai pembersihan kamp-kamp demonstran, pasukan keamanan menembakkan senjata api dan gas air mata. Mereka saat itu berupaya mengambil alih basis-basis demonstran di lapangan Rabaa al-Adawiya dan Nahda.
Para penembak jitu juga beraksi menembaki lapangan tempat basis demonstran dari gedung-gedung tinggi sambil dipantau sejumlah helikopter. Tak lama kemudian buldoser lapis baja merangsek barikade. Para personel keamanan lalu menghancurkan dan membakar lapak dan tenda semi permanen para demonstran IM yang berdiri sejak awal Juli lalu.
Pasukan keamanan pun digambarkan makin beringas, tanpa pilih-pilih target. "Polisi dan tentara, mereka menembaki gas air mata ke anak-anak," kata Saleh Abdulaziz, seorang guru SMP yang menjadi saksi mata kepada Al Jazeera. Pria 39 tahun itu menderita luka di kepala.
Aksi pasukan keamanan itu serentak membuat para demonstran dan warga langsung menyelamatkan diri ke gedung-gedung terdekat. Namun, tidak lama kemudian, para demonstran bisa memobilisasi diri dan melakukan perlawanan. Mereka melawan dengan berbagai alat, dari bebatuan hingga senjata rakitan. Bentrokan akhirnya menyebar ke penjuru Kairo dan juga di kota-kota lain di Mesir, seperti Alexandria, Fayoum, dan Suez.
Jam Malam
Demi memulihkan situasi, Pemerintah Mesir menerapkan status darurat untuk seluruh wilayah yang akan berlaku dalam satu bulan. Hal tersebut diumumkan langsung oleh Presiden interim Adly Mansour melalui tayangan televisi.
Dilansir Al-Jazeera, Rabu 14 Agustus 2013, pemerintah Mesir mengambil langkah luar biasa karena keamanan dan ketertiban bangsa sedang terancam akibat sabotase, serangan terhadap berbagai fasilitas publik dan perkantoran yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis.
"Pemerintah telah menugaskan angkatan bersenjata bekerjasama dengan polisi untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan, ketertiban dan melindungi harta benda publik dan swasta serta kehidupan warga," kata Adly Mansour.
Selain itu, menurut Al Arabiya, pihak keamanan memberlakukan jam malam di Kairo dan sepuluh provinsi lain. Warga tidak boleh keluar rumah dari jam tujuh malam hingga jam tujuh pagi waktu setempat.
Menurut pengamat keamanan, Khaled Okasha, pemberlakukan jam malam dan keadaan darurat itu sebagai cara pihak keamanan agar leluasan menempatkan pasukan untuk menghadapi para kelompok bersenjata dan mencegah adanya blokade-blokade oleh para demonstran.
Namun, Ikhwanul Muslimin menyerukan seluruh rakyat Mesir ikut tetap turun ke jalan untuk menghentikan pembantaian ini. "Ini bukanlah upaya pembubaran, tapi upaya berdarah untuk menghancurkan suara oposisi terhadap kudeta militer," kata juru bicara IM, Gehad al-Haddad, dalam akun Twitternya.
"Saya yakin bila kalian tetap tinggal di rumah, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi akan mengobrak-abrik negara ini sehingga bisa menjadi seperti Suriah. Abdel Fattah al-Sisi akan membuat negara ini menjadi kancah perang saudara sehingga dia sendiri bisa lolos dari tiang gantungan," seru Mohamed El-Beltagi, salah seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin, seperti dikutip kantor berita Reuters. Putri Beltagi yang berusia 17 tahun termasuk korban yang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.
Sebelumnya, massa IM menyatakan tetap akan menduduki Kairo sampai Mursi dibebaskan dan dikembalikan ke tampuk pimpinan. Mursi kini ditahan atas tuduhan membantu Hamas dalam sebuah pelarian di penjara. Tahanannya diperpanjang 15 hari, membuat massa IM semakin geram.
Bentrokan berdarah Rabu kemarin juga membuat kalangan pejabat pemerintah transisi di Mesir juga terenyuh. Wakil Presiden Interim Mesir, Mohamed ElBaradei, mengundurkan diri pada Rabu 14 Agustus 2013 setelah aparat keamanan menyerang tempat para demonstran pro Mohammed Mursi menggelar aksi dengan menembaki para pengunjuk rasa.
Dilansir Reuters, dalam surat pengunduran dirinya kepada Presiden interim, Adly Mansour, ElBaradei menyatakan hal yang paling diuntungkan dari peristiwa hari ini adalah orang-orang yang melakukan kekerasan, teroris dan kelompok ekstrim.
"Seperti yang anda tahu, saya melihat ada cara-cara damai untuk mengakhiri bentrokan di masyarakat, ada solusi yang diusulkan dan dapat diterima untuk awal yang akan membawa kami ke konsensus nasional," tulisnya.
"Hal ini telah menjadi sulit bagi saya untuk terus bertanggung jawab atas keputusan yang tidak saya setujui dengan konsekuensi yang saya takutkan. Saya tidak bisa memikul tanggung jawab atas setiap tetesan darah," lanjut ElBaradei.
Diplomat senior Mesir itu dikenal sebagai penerima Nobel Perdamaian Dunia saat masih memimpin Badan Energi Atom Internasional. Kembali ke Mesir, ElBaradei memimpin Partai Keselamatan Nasional (NSF) beraliran sekuler dan turut mendukung langkah militer menyingkirkan Mursi dari kepresidenan. Dia kemudian ditunjuk bergabung ke pemerintahan transisi sebagai wakil presiden. (IRIB Indonesia/Vivanews)
Khatib Jum'at Teheran Kutuk Kekerasan Militer di Mesir
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Muhammad Ali Movahedi Karmani dalam khutbah Jum'atnya (16/8) di Teheran Iran mengenang penghancuran pemakaman Baqi oleh Rezim Saudi pada tanggal 8 Syawal mengatakan, "Bertepatan dengan hari ini, 4 makam suci Imam Maksum dari Ahlul Bait Nabi Saw di pemakaman Baqi telah dirusak dan dihancurkan oleh rezim Saudi. Ini adalah musibah besar yang menimpa umat Islam di seluruh dunia, bukan hanya bagi umat Syiah. Wahabi mengira dengan mengancurkan makam-makam suci itu mereka mampu memadamkan cahaya Ahlul Bait namun mereka gagal, sebab cahaya Ahlul Bait tetah hidup dan berkobar di hati-hati para pecintanya."
Ayatullah Karmani berkenaan dengan kejadian terbaru di Mesir mengatakan, "Apa yang terjadi di Mesir adalah suatu hal yang sangat menyedihkan. Dan para pemimpin politik, ilmiah dan agama di negara itu harus segera menemukan solusi untuk mengakhiri pembantaian ini."
Khatib shalat Jumat Tehran tersebut selain mengungkapkan kesedihan yang mendalam atas pembantaian terbaru terhadap para pengunjuk rasa di Mesir juga menyerukan para pemimpin Mesir segera membantu mengakhiri pertumpahan darah di negara itu. Beliau juga mengkritik tentara Mesir yang telah menggunakan kekuatan mematikan terhadap sesama warga Mesir.
Ulama itu mengutuk intervensi kekuatan asing sebagai sumber utama dari ketidakamanan di negara-negara lain dan memperingatkan kehadiran militer asing di Mesir dengan dalih memulihkan keamanan negara itu.
Pada bagian lain khutbahnya, ulama yang juga termasuk dalam anggota Majelis Khubregan Rahbari tersebut juga menyinggung masalah Palestina dengan mengatakan, "65 tahun telah berlalu sejak penjajahan rezim Zionis atas Palestina. Palestina telah menderita ketertindasan, kezaliman dan hak-hak mereka diinjak-injak dan dirampas puluhan tahun lamanya. Negara-negara Barat telah berdusta mengklaim diri sebagai pengusung demokrasi dan tegaknya nilai-nilai HAM, namun mereka berdiam diri saja atas keterzaliman yang dialami rakyat Palestina bahkan memberikan dukungan dan pembelaan terhadap rezim Zionis yang zalim."
"Mereka telah melakukan pemboikotan sedemikian rupa, sehingga bantuan kemanusiaan tidak bisa masuk kedaerah Palestina. Inilah yang membuat kondisi rakyat Palestina semakin memprihatinkan. Karenanya ditegaskan, bahwa siapapun yang mengaku membela Palestina tapi menerima kedaulatan Israel sebagai sebuah negara dan mengusulkan agar diadakan dialog dengan Israel, mereka bukanlah perwakilan dari bangsa Palestina. Mereka pada hakikatnya, hanya hendak memberikan Israel medali dan kemenangan." Lanjutnya.
"Dialog damai dengan Israel adalag pengkhianatan terhadap kedaulatan Israel. Rakyat Palestina selama ini telah bersabar akan tekanan dan berbagai kesulitan yang mereka hadapi, namun dalam kamus mereka, mereka tidak mengenal kata menyerah dan tunduk pada keterhinaan." Tambahnya.(http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=452322)
Kekerasan dan Pemaksaan Tidak Akan Menyelesaikan Konflik
|
Menurut Kantor Berita ABNA, DR. Ahmad al Tayyib Rektor Universitas al Azhar Mesir dalam ceramahnya berkenaan dengan kondisi terakhir negaranya rabu (14/8) menyatakan metode kekerasan dan pemaksaan tidak akan mampu mengembalikan keamanan Mesir. Menurutnya situasi politik di Mesir akan terus mengalami kondisi yang tidak menentu jika semua pihak tetap bersikeras memaksakan pendapatnya.
Rektor Universitas al Azhar tersebut mengajak semua elemen Mesir untuk mengadakan dialog dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Menurutnya dialog adalah satu-satunya jalan untuk bisa menemukan jalan keluar dari semua persoalan yang ada.(http://abna.ir/data.asp?lang=12&id=451489)
0 comments to "Kamboja BERGELORA....Lebanon & Mesir BERGELORA , ...dibilang SUNNI dan SYIAH lagi BENTROK...padahal Kembali AGEN Zionis berbaju Agama TERTAWA TERBAHAK-BAHAK..oh GAMPANG nya mengadu domba MANUSIA & ISLAM...??!!??!!??..."