Home , , , � LEBARAN " BAIMBAIAN "...Kami team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com & Buletin MPR ( Majelis Pecinta Rasul ) mengucapkan SELAmAT HARi RaYA IdhuL FItri 1 SYawAL1434 H MOHon MAAf LahIR DAn BAthin

LEBARAN " BAIMBAIAN "...Kami team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com & Buletin MPR ( Majelis Pecinta Rasul ) mengucapkan SELAmAT HARi RaYA IdhuL FItri 1 SYawAL1434 H MOHon MAAf LahIR DAn BAthin


NU dan Muhammadiyah Kompak Lebaran 8 Agustus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal 1434 H dipastikan akan jatuh pada Kamis, 8 Agustus 2013. Dengan demikian, tidak akan terjadi perbedaan hari raya Lebaran antara pemerintah dan Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah yang sudah jauh hari menetapkan Idul Fitri pada 8 Agustus.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengatakan, bahwa Idul Fitri akan jatuh pada 8 Agustus. Oleh karena itu, MUI yakin Lebaran akan bersamaan. .
"Insya Allah tahun ini kita Idul Fitrinya bareng. Hari Rabu (7/8) nanti posisi hilal sudah di atas 2 derajat," tegas Ma'ruf Amin.
Menurut Ma'ruf, barengnya Idul Fitri ini bukan lantaran perbedaan antara berberapa organisasi keagamaan dan pemerintah sudah diselesaikan. Melaikan hanya faktor kebetulan yakni posisi bulan sudah di ketinggian 2 derajat.
Meski para ulama sudah sepakat Idul Fitri pada 8 Agustus 2013, sidang isbat yang dipimpin Menteri Agama akan tetap akan dilaksanakan pada Rabu (7/8). Hal itu dilakukan karena cara menetapkan permulaan Ramadhan maupun Syawal harus melalui sidang isbat. Sidang itsbat tersebut sesuai fatwa MUI. "Sidang isbat harus dilaksanakan, bukan masalah boros anggaran atau apa,"lanjut Ma'ruf.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin pada 29 Juli lalu sudah menetapkan Idul Fitri pada 8 Agustus. "Muhammadiyah lewat keputusan Majelis Tajrih sudah menetapkan Idul Fitri akan jatuh pada 8 Agustus mendatang," tegas Din Syamsuddin.
Din menuturkan, penetapan 8 Agustus 2013 sebagai hari raya Idul Fitri karena pada 7 Agustus 2013 sudah terjadi konjungsi matahari, bumi dan bulan pada satu garis lurus.
"Apabila dengan ketinggian cukup diatas 3 derajat, sudah bisa diperhitungkan secara ilmiah maka kami berkeyakinan 7 Agustus hilal Syawal sudah ada," lanjut Din.
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan Sidang Isbat akan dimulai dari siang hari hingga selesai Magrib pada 7 Agustus 2013. "Selama ini diadakan sore hingga malam hari. Untuk tahun ini kita akan ubah menjadi siang hari sidangnya, agar bisa banyak waktu dan informasi yang diperoleh," kata Suryadharma.(http://id.berita.yahoo.com/nu-dan-muhammadiyah-kompak-lebaran-8-desember-010935629.html)
PBNU Dukung Penutupan Website Provokatif
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj yang kerap disapa Kang Said mendukung sepenuhnya usulan seorang anggota DPR RI kepada Menkominfo beberapa hari lalu untuk menutup situs jejaring sosial Islam yang bersifat provokatif.
Namun Kang Said memberikan catatan bahwa penutupan website itu harus hati-hati. Website Islam yang berisi dakwah dan penyiaran syiar Islam, tidak masuk dalam daftar penutupan.

“Artinya website itu, saya kira, harus dipilah-pilah. Kalau isi website itu merusak akidah, merusak perilaku yang cenderung kepada kekerasan, saya setuju website itu ditutup,” kata Kang Said kepada NU Online di Kantor PBNU, jalan Kramat Raya nomor 164, Jakarta Pusat, Senin (29/7) sore.

Terlebih lagi kalau isi website Islam itu cenderung berisi caci maki seperti mazhab Wahabi, lanjut Kang Said, saya sangat setuju penutupan website demikian. Karena, isinya memprovokasi, menghasut, meresahkan, dan membakar umat Islam.
Selain website yang bersifat provokasi, Kang Said juga mendukung penutupan website yang memengaruhi kuat kerusakan perilaku pengunjungnya seperti website porno.

Sementara Rais Syuriyah PBNU KH Mashdar F Masudi menginginkan penutupan semua website yang bersifat provokatif.

“Seharusnya pemerintah tidak hanya menutup website Islam yang provokatif, tetapi semua website provokatif, yang memecah belah, menciptakan permusuhan di tengah masyarakat. Apapun yang provokatif itu tidak boleh,” tegas KH Mashdar kepada NU Online usai diskusi ‘Menggugat Empat Pilar’ di Kantor PBNU, Jumat (2/8) sore.

“Nahdliyin sendiri harus mewaspadai website Islam seperti arrahmah, voa islam, hidayatullah, nahi munkar, dan sejumlah website Islam lain yang tidak membawa misi Islam Rahmatan Lil Alamin sebagaimana tercantum dalam Al-Quran,” tegas Pemred Situs Resmi PBNU NU Online Syafi Alielha beberapa hari lalu.(http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,46319-lang,id-c,nasional-t,Kang+Said+Dukung+Penutupan+Website+Provokatif-.phpx)

Tayangan Khazanah Trans 7 Runcingkan Masalah Khilafiyah
Jakarta, NU Online
Tayangan Khazanah di stasiun televisi Trans 7 memperuncing masalah khilafiyah amal ibadah di kalangan masyarakat. Tayangan itu bersifat tendesius ketika menyudutkan umat Islam yang tidak sependapat dengan sikap keagamaan sebagian unsur jajaran redaksi Trans 7.

Perihal ini disampaikan oleh Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Malik Madani saat ditemui NU Online di Gedung PBNU lantai empat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (18/6) Siang.

Pernyataan itu merupakan tanggapan atas tayangan Khazanah Senin (17/6) pagi, yang menyinggung dengan tidak etis amaliyah khusus malam Nisfu Sya‘ban. Misalnya, hadis yang mendukung amalan khusus malam Nisfu Sya‘ban, lemah bahkan palsu. Hanya orang iseng yang membuat hadis palsu.

“Kalimat seperti itu tidak etis,” tegas KH Malik Madani.

Tayangan itu menurutnya, malah mengungkit-ungkit masalah khilafiyah ulama yang berlangsung ratusan tahun silam. Tayangan penyudutan itu tidak menyelesaikan masalah. Karena, yang mengamalkan tetap akan mengamalkan. Yang tidak, juga tetap pada sikapnya.

KH Malik Madani menganjurkan agar media massa mendidik masyarakat untuk saling menghargai perbedaan dua pandangan ulama itu. Karena, dua pihak yang berbeda pendapat merupakan ulama terkemuka dan terpandang. Yang mengamalkan jangan memaksa orang untuk mengamalkan. Yang tidak pun tidak usah mencela dan menyalahkan yang mengamalkan.

Kepada NU Online, KH Malik menyatakan pernah meminta sebagian anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menegur stasiun televisi itu. Karena, mereka sudah kebablasan. Mereka mestinya memanfaatkan era Reformasi sebagai momentum toleran terhadap perbedaan pendapat.

Era Reformasi mestinya dimaknai sebagai masa pendewasaan masyarakat dengan menghargai pihak yang berlainan pendapat. Namun, sebagian masyarakat termasuk media massa kerap mengambil era Reformasi untuk menyerang dan menghujat pihak yang berseberangan pendapat, pungkas KH Malik Madani.(http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,45252-lang,id-c,nasional-t,Tayangan+Khazanah+Trans+7+Runcingkan+Masalah+Khilafiyah-.phpx)
KOMENTAR :
Nama: achmad Zumar Qonian
Peran Pemerintah
Jika kita perhatikan perkembangan dakwah di tengah masyarakat memang sudah banyak yang kebablasan. Etika dakwah -yang diantaranya dilarang menghujat, mencela, mencemooh- sudah banyak dilaranggar. Sikap 'dia satu-satunya yang benar dan yang lain salah' merebak dimana-mana. Dan itu diawali oleh juru dakwahnya yang memang bersikap seperti itu. Pemerintah harus turun tangan sebagai wasit, sebelum berkembang lebih jauh menjadi 'tawuran antar-sesama anak bangsa'.
Kamis, 20/06/2013 00:10
Nama: Rijatno WN
Dakwah Tentang Fiqh : Membosankan & Berpotensi Konflik
Saya pribadi sudah agak lama risau dengan tayangan-tayangan tersebut. Semangat syiar, semestinya juga dilandasi oleh ilmu yang memadai. Tidaklah cukup hanya dengan membaca teks tanpa mendalami konteks, apalagi untuk hal yang bersifat teknis. Jauh lebih bermanfaat jika isi tayangan adalah mengenai moral ataupun kisah-kisah keteladanan yang lebih esensial. Sebagai pembanding, kita bisa contohkan web NU dibandingkan dengan web keislaman lainnya. NU tentu lembaga yang sangat kompeten dalam hal tersebut (fiqh). Tetapi materi web NU On Line lebih banyak membahas keteladanan, hikmah, dan persoalan-persoalan kontemporer yang menurut hemat saya jauh jauh lebih bermanfaat mendidik pembacanya ketimbang persoalan-persoalan teknis (fiqh)

Mencari Titik Temu NU-Muhammadiyah
Seperti diperkirakan sebelumnya, penetapan awal Ramadhan 1434 H tahun ini cukup ramai. Sebagian umat Islam yang mengikuti Muhammadiyah menjalankan puasa lebih dulu, berbeda dengan ketetapan pemerintah. Bahkan jauh sebelum pemerintah menggelar sidang istbat, ormas dimaksud sudah menetapkan awal Ramadhan dengan metodenya sendiri.
Kontan perbedaan ini menjadi bahan berita menarik bagi berbagai media massa. Secara “news” penetapan awal Ramadhan itu sendiri sudah menarik karena melibatkan rasa ingin tahu masyarakat, apalagi jika ada yang berbeda.
Beberapa media menyederhanakan perbedaan penetapan awal bulan qamariyah itu sebagai perbedaan antara kubu hisab dan kubu rukyat. Kubu hisab diwakili oleh Muhammadiyah yang menjalankan puasa lebih dulu. Sementara kubu rukyat diwakili oleh NU yang didukung oleh pemerintah dan beberapa perwakilan ormas yang menghadiri sidang itsbat.
Semestinya perbedaan tidak bisa disederhanakan hanya persoalan hisab da rukyat saja. Menempatkan posisi hisab dan rukyat secara berhadapan akan menjauhkan masyarakat dari akar perbedaan. Kalau diikuti betul, mereka yang melakukan rukyat pasti juga melakukan hisab atau perhitungan astronomis. Misalnya untuk mengetahui kapan matahari akan terbenam, dimana posisi hilal, bagaimana kemiringannya, dimana posisi hilal dan berapa derajat jaraknya dengan matahari, berapa ketinggian hilal saat matahari tenggelam, dan berapa lama hilal berada di atas ufuk, semuanya pasti memerlukan data hisab.
Penentuan awal bulan selalu menggunakan hisab dan dalam perkembangannya data hisab yang dihasilkan tidak jauh berbeda antar beberapa metode. Para ahli hisab sudah hampir menemukan titik akurasi yang sepadan karena didukung berbagai alat yang canggih.
Perbedaan justru muncul dari bagaimana menyikapi data hisab. Muhammadiyah memakai data hisab itu sebagai sumber utama penetapan awal bulan dengan memakai satu teori "wujudul hilal", yakni ketika peristiwa ijtima’ atau konjungsi atau bulan baru terjadi sebelum matahari tenggelam, maka keesokan harinya sudah dinyatakan awal bulan. Teori ini tidak mengharuskan adanya rukyatul hilal, karena jika dalam kondisi tertentu saat waktu ijtima’ sangat dekat dengan waktu matahari tenggelam, posisi hilal sangat rendah sehingga tidak akan bisa dilihat bumi.
Sementara NU menempatkan data hisab sebagai pendukung pelaksanaan rukyat. Jadi hisab bukanlah penentu awal bulan, namun hanya sebagai alat bantu pelaksanaan rukyat. Beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW sudah sangat sharih dan bahkan seperti satu petunjuk pelaksanaan atau juklak, bahwa penetapan awal bulan qamariyah, khususnya Ramadhan dan Syawal didahului dengan proses rukyatul hilal. Dengan demikian teori wujudul hilal tidak bisa diterima karena mengabaikan proses rukyatul hilal yang jelas-jelas diperintahkan oleh nash.
Persoalannya saat ini bukan bagaimana menyikapi perbedaan, karena masyarakat sudah sangat siap dengan berbagai perbedaan. Juga bukan soal apakah wajib mengikuti pemerintah atau tidak. Karena bagaimanapun juga Kementerian Agama yang memegang mandat sebagai wakil dari pemerintah adalah jabatan politis bisa diisi oleh orang yang lebih dekat dengan satu ormas tertentu. Persoalannya adalah kemauan para ahli falak dan ahli fikih lintas ormas untuk mempertemukan satu kriteria di bawah satu payung Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI), negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Sidang itsbat juga bukan solusi, karena metode sidang itsbat yang menggunakan pedoman hisab dan rukyat sekaligus, pasti akan memenangkan rukyat, tepatnya memenangkan NU. Kritik yang sempat dilontarkan oleh Muhammadiyah, bahwa sidang itsbat hanya menghabiskan anggaran ada benarnya juga. Jadi sidang atau pertemuan antar ormas jika dimaksud untuk menyatukan kriteria penentuan awal bulan mestinya diselenggarakan jauh hari sebelum datangnya awal bulan qamariyah, terutama jika data hisab menunjukkan adanya potensi perbedaan.
Jika perbedaan dalam penetapan awal bulan qamariyah bisa disederhanakan menjadi perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, semestinya solusi ada di tangan para ahli falak/astronomi dari kedua ormas itu. Dalam sejarahnya kedua ormas juga tidak menggunakan satu kriteria secara permanen. Sejak awal berdiri, Muhammadiyah juga memakai metode rukyatul hilal dalam penetapan awal bulan qamariyah. Kriteria Wujudul hilal baru dipakai pada sekitar tahun 50-an.
NU juga telah melakukan berbagai terobosan di bidang ilmu falak, antara lain mengadakan penyerasian berbagai metode hisab yang dipakai di kalangan pesantren, sehingga hasil perhitungan antara berbagai metode atau berbagai kitab ilmu hisab bisa ditengah-tengahi. Pada tahun 2006 NU juga telah menerapkan metode "imkanur rukyat" atau visibilitas pengamatan dan diaplikasikan dalam almanak yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah. penjelasan dari kriteria ini menyebutkan bahwa jika hilal dinyatakan belum imkanur rukyat maka kesaksian siapa pun melihat hilal akan ditolak, yang artinya secara tidak langsung NU sudah memakai hisab dalam penetapan awal bulan. Dan dalam konsisi seperti ini, seperti halnya dalam penetapan awal Ramadhan tahun ini, sebenarnya bagi NU tidak diperlukan adanya rukyat.
Artinya titik temu itu sangat mungkin ada, hanya dengan sedikit mengubah kriteria penetapan awal bulan qamariyah masing-masing ormas yang berbeda, yang dalam sejarahnya juga pernah mengalami perubahan. (A. Khoirul Anam)
KOMENTAR :
Sabtu, 03/08/2013 15:41
Nama: Anto
Mencari Titik Temu NU - Muhammadiyah
referensi bagus.... tidak bisa berkomentar banyak karena tidak paham keduanya, tapi yg berkomentar disini sepertinay sudah paham luar dalam dengan apa itu Rukya apa itu Hisab.... coba di telusur ke sekian tahun terakhir... ada yg salah gak dengan masing2 cara itu...Kiblatnya kita kan ke Kabah... pernah gak salah hitung sehingga Idul Qurban berbeda hari dengan yg sedang Ibadah haji, pernah gak salah lihat bulan sehingga Idul Qurban berbeda hari dengan yg sedang Ibadah haji? ini cuman komentar orang bodoh saja... mohon maaf bila tidak berkenan...
Sabtu, 03/08/2013 15:07
Nama: satria istiawan
beda biar
walaupun berbeda gak masalah karena masyarakat sudah cukup dewasa dengan perbedaan, masalahnya yang justru sering timbul para pemuka organisasi mempermasalahkan perbedaan itu dengan cara menghakimi dan menghujat pendapat yang beda itu dan menyebutkan pendapatnya paling benar, hal ini yang sering memicu ketidak harmonisan
Sabtu, 03/08/2013 13:57
Nama: yourdan isdaryanto
tanya sama kyai
ingat ijtihad bro jgn kaku,,,Nabi dulu kemana2 naik onta trs sekarang hrs naek onta juga,
Rabu, 31/07/2013 07:38
Nama: Ardini
Sidang Isbat menyatukan perbedaan
Kalau kita undang teman kita untuk membahas suatu masalah nyesel kalau si teman itu gak..datang.. Begitupun ketika muhammadiyah beberapa kali di undang sidang isbat gak datang di sidang itu kita adu argument..bukannya malah gak datang.
Selasa, 16/07/2013 07:51
Nama: Ayana
Ide yang Bagus
Saya rasa ini adalah ide yang bagus dan perlu diupayakan terus-menerus. Saya yakin pada saatnya akan ada titik temu yang dapat diterima semua pihak. Insya Allah.
Kamis, 11/07/2013 14:23
Nama: afhu
mencari titik temu
harus tetap berpegang teguh pada sunah,apakah ada hadistnya yang menerangkan bahwa Rossululloh mengumumkan awal romadon jauh-jauh hari. Saya kira orang yang mengumumka awal romadon jauh hari dengan pasti adalah sikap arogan yang harus kita hindari. di dunia ini tiada yang abadi,ingat arah kiblat saja bisa berubah, dan mungkin juga rotasi bumi ataupun evolusi bulan terhadap bumi akan berubah dalam hitungan hari dari yang normal.
Kamis, 11/07/2013 12:03
Nama: Wiwin Widayat
Mencari Titik Temu NU-Muhammadiyah
Seingat saya, pada sidang isbat 2 tahun yang lalu kalau tidak salah ada perbedaan dengan Muhammadiyah mengenai hari raya idul fitri. Muhammadiyah lebih dulu. Waktu itu NU menjamin akan mengirimkan Banser untuk bantuan keamanan ketika shloat idul fitri muhammadiyah. Ketika Sidang Isbatpada waktu ada komentar Team dari LAPAN Thomas Jamaludin Ilmu Pengetahuan ..bahwa standar perhitungan hisab semua Ormas Islam telah sama dengan standar yang digunakan oleh LAPAN kecuali Muhammadiyah..yang tidak mau memakai standar yang sama.Gak tau juga tuh saudara kita di Muhammdiyah itu menggunakan standarisasi dari mana kalau Standarisasi yg sama dengan Ahlinya ( LAPAN) saja ditolak
Kamis, 11/07/2013 11:56
Nama: fathur
Bagaimana Mempertemukan Muhammadiyah di Isbath 2014
Judul diatas kurang Pas, sebab NU jelas sudah ketemu dan bertemu, Ulil amri, Ormas, hisab dan rukyatnya. Seharusnya "bagimana mempertemukan (shilaturrahim) Muhammadiyah dengan mereka di Ishbat 2014'
Kamis, 11/07/2013 10:02
Nama: sb
Biarkan saja
Dalam banyak hal, NU dan Muhammadiyah berbeda. Biarlah tetap dalam perbedaan. Ini menjadi kekayaan bangsa kita.
Kamis, 11/07/2013 09:44
Nama: Fafi Ainur Rofiq
Indah jika bisa dalam kebersamaan
Tentunya pemerintah harus bisa jd fasilitator yang baik dan bijak. Umat muslim Indonesia sudah sangat bisa menerima perbedaan, namun alangkah indah jika seluruh muslim di Indonesia bisa rukun dalam kebersamaan. :)Sabtu, 03/08/2013 15:41
Nama: Anto
Mencari Titik Temu NU - Muhammadiyah
referensi bagus.... tidak bisa berkomentar banyak karena tidak paham keduanya, tapi yg berkomentar disini sepertinay sudah paham luar dalam dengan apa itu Rukya apa itu Hisab.... coba di telusur ke sekian tahun terakhir... ada yg salah gak dengan masing2 cara itu...Kiblatnya kita kan ke Kabah... pernah gak salah hitung sehingga Idul Qurban berbeda hari dengan yg sedang Ibadah haji, pernah gak salah lihat bulan sehingga Idul Qurban berbeda hari dengan yg sedang Ibadah haji? ini cuman komentar orang bodoh saja... mohon maaf bila tidak berkenan...
Sabtu, 03/08/2013 15:07
Nama: satria istiawan
beda biar
walaupun berbeda gak masalah karena masyarakat sudah cukup dewasa dengan perbedaan, masalahnya yang justru sering timbul para pemuka organisasi mempermasalahkan perbedaan itu dengan cara menghakimi dan menghujat pendapat yang beda itu dan menyebutkan pendapatnya paling benar, hal ini yang sering memicu ketidak harmonisan
Sabtu, 03/08/2013 13:57
Nama: yourdan isdaryanto
tanya sama kyai
ingat ijtihad bro jgn kaku,,,Nabi dulu kemana2 naik onta trs sekarang hrs naek onta juga,
Rabu, 31/07/2013 07:38
Nama: Ardini
Sidang Isbat menyatukan perbedaan
Kalau kita undang teman kita untuk membahas suatu masalah nyesel kalau si teman itu gak..datang.. Begitupun ketika muhammadiyah beberapa kali di undang sidang isbat gak datang di sidang itu kita adu argument..bukannya malah gak datang.
Selasa, 16/07/2013 07:51
Nama: Ayana
Ide yang Bagus
Saya rasa ini adalah ide yang bagus dan perlu diupayakan terus-menerus. Saya yakin pada saatnya akan ada titik temu yang dapat diterima semua pihak. Insya Allah.
Kamis, 11/07/2013 14:23
Nama: afhu
mencari titik temu
harus tetap berpegang teguh pada sunah,apakah ada hadistnya yang menerangkan bahwa Rossululloh mengumumkan awal romadon jauh-jauh hari. Saya kira orang yang mengumumka awal romadon jauh hari dengan pasti adalah sikap arogan yang harus kita hindari. di dunia ini tiada yang abadi,ingat arah kiblat saja bisa berubah, dan mungkin juga rotasi bumi ataupun evolusi bulan terhadap bumi akan berubah dalam hitungan hari dari yang normal.
Kamis, 11/07/2013 12:03
Nama: Wiwin Widayat
Mencari Titik Temu NU-Muhammadiyah
Seingat saya, pada sidang isbat 2 tahun yang lalu kalau tidak salah ada perbedaan dengan Muhammadiyah mengenai hari raya idul fitri. Muhammadiyah lebih dulu. Waktu itu NU menjamin akan mengirimkan Banser untuk bantuan keamanan ketika shloat idul fitri muhammadiyah. Ketika Sidang Isbatpada waktu ada komentar Team dari LAPAN Thomas Jamaludin Ilmu Pengetahuan ..bahwa standar perhitungan hisab semua Ormas Islam telah sama dengan standar yang digunakan oleh LAPAN kecuali Muhammadiyah..yang tidak mau memakai standar yang sama.Gak tau juga tuh saudara kita di Muhammdiyah itu menggunakan standarisasi dari mana kalau Standarisasi yg sama dengan Ahlinya ( LAPAN) saja ditolak
Kamis, 11/07/2013 11:56
Nama: fathur
Bagaimana Mempertemukan Muhammadiyah di Isbath 2014
Judul diatas kurang Pas, sebab NU jelas sudah ketemu dan bertemu, Ulil amri, Ormas, hisab dan rukyatnya. Seharusnya "bagimana mempertemukan (shilaturrahim) Muhammadiyah dengan mereka di Ishbat 2014'
Kamis, 11/07/2013 10:02
Nama: sb
Biarkan saja
Dalam banyak hal, NU dan Muhammadiyah berbeda. Biarlah tetap dalam perbedaan. Ini menjadi kekayaan bangsa kita.
Kamis, 11/07/2013 09:44
Nama: Fafi Ainur Rofiq
Indah jika bisa dalam kebersamaan
Tentunya pemerintah harus bisa jd fasilitator yang baik dan bijak. Umat muslim Indonesia sudah sangat bisa menerima perbedaan, namun alangkah indah jika seluruh muslim di Indonesia bisa rukun dalam kebersamaan. :)


Waspadai Gaya Dakwah Wahabi
Mojokerto, NU Online
Banyak cara dilakukan aliran Wahabi saat memperkenalkan diri. Agar ajakannya bisa mengena kepada warga, tidak jarang mereka mengubah format dan nama agar tidak mudah dikenali.

Hal ini disampaikan oleh Ustadz Idrus Romli ketika menjadi pembicara pada acara Daurah Kader Aswaja di Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto, Jawa Timur Ahad (10/2). Kegiatan ini atas prakarsa Aswaja Center PCNU Kabupaten Mojokerto dan berlangsung sejak Sabtu hingga Ahad (9-10/2).

Idrus menandaskan bahwa untuk efektifitas dakwah yang dilakukan Wahabi yakni dengan mengubah format bahkan namanya sendiri. Dengan perubahan ini diharapkan akan banyak pihak yang akhirnya tertarik dan melupakan sama sekali kata “wahabi” yang di tanah air terlanjur dimusuhi.

“Yang mudah dideteksi adalah mereka gemar melakukan dikotomi terhadap kalangan yang tidak sepaham,” katanya. Di antaranya mengatakan diri mereka sebagai al-muslimun, sedangkan kalangan yang tidak setuju dengan pendapat dan gerakan mereka disebut al-kafirun. “Demikian juga menyebut orang lain dengan al-musyrikun, sedangkan mereka mengklaim dirinya sebagai al-muwahhidun,” lanjutnya.

Aktifis PW Aswaja Center NU Jawa Timur ini juga mengingatkan bahwa sekarang kelompok Wahabi menamakan dirinya dengan Salafi untuk melawan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. “Mereka hanya mengubah nama, sedangkan isi, gerakan yang dibawa dan diajarkan sama saja dengan Wahabi jaman dulu,” sergahnya.

“Metamorfosis ini hendaknya dipahami secara baik oleh seluruh warga NU, khususnya mereka yang terlibat aktif di kepengurusan di berbagai tingkatan,” katanya mengingatkan. (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,42436-lang,id-c,nasional-t,Waspadai+Gaya+Dakwah+Wahabi-.phpx)

PBNU Akan Perkuat Dakwah Via Internet
Kudus, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan membentuk tim khusus untuk memperkuat dakwah via internet dengan memperbanyak dan memasukkan ajaran-ajaran ahlusunnah wal jamaah di internet sehingga dapat menjadi rujukan masyarakat yang membutuhkan.

“Insyaallah, Kamis (2/5) mendatang, PBNU akan mengadakan pertemuan dengan agenda pembahasan tim ini. Stakeholder NU baik syuriyah, tanfidziyah dan lembaga yang berkompeten bidang ini akan diundang semua,” kata Katib Syuriyah PBNU KH Yahya C Staqub kepada NU Online di Kudus usai dialog publik yang diadakan GP Ansor–Fatayat NU bekerjasama dirjen IKP Kementerian Kominfo di gedung MWCNU Dawe Kudus Sabtu (27/4). 
Putra KH Cholil Bisri yang sering disapa Gus Yahya menyadari dunia internet sangat strategis menyebarkan informasi. Masyarakat sudah mengandalkan internet untuk memperoleh informasi termasuk seputar keagamaan.

“Namun kita sudah tahu, informasi keagamaan yang tersebar di internet banyak yang menjurus pada ajaran radikalisme. Dari sinilah, NU memiliki tanggung jawab untuk membendung melalui tim yang dibentuk nanti,” ujarnya.

Dalam ceramah sebelumnya Gus Yahya menyatakan kelompok radikalisme maupun Wahabi telah menyebarkan ajarannya melalui teknologi informasi. Mereka mendapatkan akses informasi yang berlebih sehingga melakukan kampanye yang masif dengan didukung sumber daya melimpah. 
“Ketika kita mau mencari do’a tahlilan di internet, akan ditemukan doa tahlilan sesuai ajaran aswaja. Namun, dibawahnya terdapat ajakan tidak boleh tahlilan, mauludan dan amalan aswaja lainnya yang ditulis bid’ah atau syirik,” tandas mantan juru bicara presiden KH Abdurrahman Wahid ini mencontohkan. 
Melihat kondisi demikian, kata Gus Yahya, NU akan memberdayakan semua potensi dan stakeholder, terutama pada bidang teknologi informasi ini.(http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,44125-lang,id-c,nasional-t,PBNU+Akan+Perkuat+Dakwah+Via+Internet-.phpx)

MPR RI Dorong Pemerintah Tindak Tegas Gerakan Khilafah
Jakarta, NU Online
Majelis Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) akan mendorong pemerintah untuk menindak secara tegas terhadap gerakan-gerakan yang mempropagandakan negara berdasarkan khilafah.

Demikian dikatakan oleh Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin dalam diskusi yang bertajuk “Menggugat Empat Pilar” di Kantor PBNU lantai delapan, jalan Kramat Raya nomor 164, Jakarta Pusat, Jumat (2/8) sore.

“Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah fenomena belakangan. Kita tentu harus serius dengan kehadiran HTI,” kata Lukman Hakim.

Lukman Hakim Saifuddin menilai pemerintah kurang serius menangani gerakan-gerakan yang merongrong Pancasila. Selain pemerintah, ia juga mengimbau masyarakat luas untuk tidak melakukan pembiaran terhadap gerakan-gerakan khilafah tersebut.

“Pemerintah seperti tutup mata terhadap ancaman gerakan khilafah,” kata Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Mashdar F Masudi dalam forum yang sama.

Di hadapan sedikitnya 70 peserta diskusi, KH Mashdar mengatakan bahwa negara-negara Islam sedang terjadi gejolak hebat di Timur Tengah. Ideologi absolut dan hitam-putih persoalan membuat keamanan tak kunjung datang.

“Kalau negara Islam saja sudah seperti itu, apalagi negara dengan sistem khilafah yang sangat absolut,” tegas KH Mashdar.

Dalam diskusi yang difasilitasi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM NU), Lukman Hakim menjelaskan bahwa sosialisasi Empat Pilar menjadi salah satu program utama MPR RI.

Karena, sambung Lukman Hakim Saifuddin muncul sejumlah fenomena-fenomena aktual yang mengikis nilai-nilai Pancasila mulai dari gerakan separatis, gerakan kekerasan, gerakan khilafah, perilaku sewenang-senang pejabat publik.(http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,46316-lang,id-c,nasional-t,MPR+RI+Dorong+Pemerintah+Tindak+Tegas+Gerakan+Khilafah-.phpx)

Kaum Muda Bisa Tangkal Terorisme
Yogyakarta, NU Online
Aksi terorisme yang terjadi di negeri ini lebih sering melibatkan anak-anak muda. Maka persoalan terorisme sebenarnya bisa ditangkal oleh kaum muda sendiri.

“Kita membutuhkan pemuda yang peka terhadap segala persoalan bangsa, serta pemuda yang mampu mewujudkan cita-cita perdamaian di republik ini,” ungkap Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Daerah Istimewa Yogyakarta, Imam S Arizal, pada Seminar Nasional “Siasat Kaum Muda dalam Membendung Terorisme dan Radikalisme Agama”, Sabtu (17/11) lalu di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Menurut Imam, maraknya aksi terorisme dan radikalisme yang mengatasnamakan agama akhir-akhir ini perlu disikapi serius oleh pemuda Indonesia. Jika pemuda membiarkan dan bersikap acuh tak acuh, bukan tidak mungkin bahwa kelompok-kelompok ekslusif-radikal akan menggurita di negeri ini.

“Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya terorisme, salah satunya adalah pemahaman yang keliru atas nilai-nilai agama,” paparnya di hadapan sekitar 500-an mahasiswa dan pemuda dari berbagai perwakilan OKP dan lintas kampus se-Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ditambahkan, hingga kini kelompok keagamaan ekslusif terus membangun gerakan di berbagai daerah di Indonesia. Pola perekrutan anggota baru juga mulai masuk ke perguruan tinggi di berbagai daerah. Maka tak heran jika setiap kali ada kasus terorisme dan radikalisme agama, selalu tidak sepi dari keterlibatan kaum muda.

“Kaum muda yang sejatinya menjadi tonggak peradaban masyarakat justru mudah terkontaminasi dan terjerumus pada tindakan-tindakan radikalisme dan terorisme. Kaum muda malah rela menjadi pengantin dan mengorbankan jiwa dan raganya demi keyakinan yang menurut mereka benar,” katanya.

Lebih tegas Imam mengungkapkan, kelompok-kelompok keagamaan garis keras yang setiap saat merekrut para pemuda akan menjadi bom waktu yang bisa mengancam sendi-sendi NKRI. “Maka tugas pemuda, selaku penerus generasi bangsa untuk membendung dan memotong mata rantai kelompok-kelompok garis keras di negeri ini,” tegasnya.

Senada dengan itu, mantan ketua umum Pengurus Besar PMII H. Abdul Malik Haramain mengungkapkan, pemahaman keagamaan yang dangkal akan semakin mudah melakukan tindak teror dan radikal. Oleh karena itu pemuda harus mampu menjadi agent of change dan memiliki pemahaman keagamaan yang benar agar mampu menjadi pelopor perdamaian.

Dalam makalahnya, Anggota Komisi III DPR RI itu mengungkapkan, pendidikan memiliki peranan strategis dalam memangkas terorisme di negeri ini. Setidaknya ada empat cara yang perlu ditempuh untuk menanggulangi terorisme dan radikalisme agama perspektif pendidikan.

“Pertama, bekerjasama dengan Pengajar (guru/dosen) dalam membangun “textbook” tentang Pendidikan Islam yang di dalamnya memuat pelajaran toleransi dan isu-isu kemajemukan. Kedua, perlunya mendorong pertukaran pelajar dengan background yang “berbeda”. Ketiga, mendorong pendidikan toleransi dengan menggunakan komunitas ekstra kampus yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda sehingga mampu menumbuhkan pemahaman akan sebuah perbedaan. Keempat, monitoring dan counter propaganda website-website radikal,” tegas Ketua Pansus RUU Ormas tersebut.

Eman Hermawan, dalam makalahnya juga menyebut bahwa teror merupakan ancaman serius di negeri ini. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah memberikan pemahaman kembali nilai-nilai 4 Pilar Negara. Menurut mantan Ketua Umum DKN Garda Bangsa ini, tugas pemuda hari ini adalah bagaimana kita membangun bangsa dan ideologi bersama.

“Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberi pemahaman bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi universal yang tidak bertentangan dengan agama apapun,” jelasnya.

Ditanya soal peran mahasiswa dalam upaya memerangi terorisme, Eman Hermawan menegaskan bahwa hmhasiswa yang mempunyai potensi besar untuk menanggulangi terorisme dan redikalisme agama.
Pertanyaannya , pemuda atau mahasiswa yang seperti apa yang bisa menanggulangi terorisme? Menurutnya, pemuda harus pinter, kaya, dan tidak lapar. “Orang bodoh mudah di hasut, orang miskin mudah direkrut, orang yang lapar mudah dihasut,” pungkasnya. (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,40861-lang,id-c,nasional-t,Kaum+Muda+Bisa+Tangkal+Terorisme-.phpx)

Awas! Buku Radikal Pelintir Ayat Al-Qur'an
Semarang, NU Online
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah mengungkapkan, saat ini beredar buku-buku beraliran radikal yang tersebar bebas di tengah masyarakat baik berbahasa Arab atau bahasa Indonesia.

Ada buku Al-jihadu Sabiluna karangan Syaikh Abdul Baqi Ramdun, buku Fi Tarbiyyah al-Hihadiyyah wal-Bina karya Syaikh Abdullah Azzam, dan buku-buku yang ditulis Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani dan lainnya.

Dalam satu kegiatan yang diselenggarakan bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNNPT) di Semarang 11-12 Oktober lalu, Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan mengungkapkan, buku-buku yang mengajarkan terorisme itu biasanya berisi pemelintiran atas ayat-ayat Al-Qur'an maupun tafsirannya. Ayat-ayat tentang jihad yang turun di Mekkah dianggap telah di-nasakh (dihapus hukumnya) dengan ayat yang turun di Madinah.

Kaum radikal yang mengklaim gelar syaikh dalam bukunya, lanjut dia, menganggap periode Madinah adalah masa perang. Mereka menganggap ayat yang turun di masa Nabi tinggal di Mekah tidak berlaku lagi.

Contoh ayat yang dipelintir adalah surat Al-Hajj ayat 39 dan Surat Al-Baqoeoh ayat 191-192. Ketiga ayat tersebut dimaknai perintah untuk menyerang kepada kaum kafir sekalipun kaum muslim tidak diserang lebih dulu. Tak lagi fase difa’ atau defensif.

”Para penulis buku radikal memelintir ayat dan tafsiran Al-Qur'an secara ngawur. Mereka menganggap ayat yang turun di Madinah menghapus ayat yang turun di Makkah. Jihad menurut mereka hanya satu, yaitu perang dan menyerang musuh meskipun tidak diserang duluan,” terangnya.

Adnan bahkan menemukan, kaum radikalis senang sekali mendakwa bahwa Hadis Rasulullah tentang jihad akbar melawan hawa nafsu sebagai hadis mardud alias tertolak. Lalu menganggap para ahli fiqih sebagai pembuat khayalan dalam pemetaan negara.

”Selain memelintir ayat Al-Qur'an, mereka juga menilai hadis menurut nafsu mereka sendiri. Ada hadis yang mereka tolak, hadis jihad akbar melawan hawa nafsu mereka anggap sebagai ajaran untuk memasung dakwah Islam,” sambungnya.

Menurut Adnan, jihad adalah bahasa Al-Qur’an, maka hanya Al-Qur'an yang tahu maknanya. Namun Allah melalui Rasul-Nya telah memberitahu umatnya, bahwa jihad itu banyak terapannya, termasuk menanamkan aqidah, mendirikan sholat, membayar zakat dan sabar dalam menghadapi musibah. Lalu jihad paling besar adalah melawan hawa nafsu. Sedangkan perang adalah sistem pembelaan diri dan itupun disebut Rasul sebagai jihad kecil.

”Perang hanyalah salah satu bentuk jihad, yang jika dilakukan harus memenuhi ketentuan syariat. Tidak asal menyerang dan ngawur. Lagi pula, ayat tentang jihad dalam pengertian perang, baru turun pada tahun kedua hijriyah pada surat Al-Baqorah 193 dan dipertegas dalam Al-Hajj 40. Jadi kita harus menyampaikan pengertian ini kepada anak-anak kita. Setidaknya agar teroris tidak merebuat isi pikiran generasi kita,” tegas dia.

Qital; peperangan, harb atau ghozwah; perang, lanjutnya, jelas berbeda dengan penyerangan, perusakan, dan teror. Apalagi ditujukan kepada tempat ibadah dan menimbulkan korban yang tidak terkait dengan target yang diserang.

”Jangan biarkan teroris, kaum radikal dan orang bodoh mendistorsi atau menyelewengkan ayat Al-Qur'an dan hadis Rasulullah. Teks-teks suci itu jika dimaknai dan ditafsiri secara ngawur, akan merusak ajaran Islam dan menghancurkan agama kita ini,” pungkasnya.

Selain Adnan, pembicara lain dalam forum itu antara lain Abu Hafsin Umar, Asisten Direktur Program Pascasarjana IAIN Walisongo yang juga ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Tengah, dan Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris. (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,40314-lang,id-c,nasional-t,Awas++Buku+Radikal+Pelintir+Ayat+Al+Qur+an-.phpx)

Waspadai Penyebaran Paham Radikal lewat Internet
Semarang, NU Online
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai meminta masyarakat mewaspadai upaya penyebaran paham radikalisme yang menggunakan jejaring sosial di internet.

"Mereka (teroris, red) menyebarkan paham-paham radikal ini, terutama melalui internet, buku-buku," kata Ansyaad usai pelantikan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah di Semarang, Jumat.

FKPT yang dibentuk di daerah, termasuk Jateng, merupakan forum koordinasi yang beranggotakan berbagai elemen masyarakat, dan salah satunya hasil kerja sama BNPT dengan Pucuk Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut dia, langkah untuk menanggulangi penyebaran paham radikal melalui internet itu tidak bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan, melainkan harus dengan langkah persuasif yang juga menggunakan media internet.

"Kita harus masuk di wilayah itu (internet, red), sama-sama di media itu. Kita berkompetisi di situ untuk melakukan `counter`. Namun, cara yang dilakukan bukan dengan kekerasan, tetapi cara persuasif," katanya.

Penyebaran paham radikal, kata dia, juga bisa dilakukan lewat garis keturunan atau hubungan keluarga dengan menanamkan rasa kebencian dan permusuhan kepada apa saja yang mereka definisikan sebagai musuh.

Karena itu, ia mengemukakan pentingnya pemberdayaan seluruh komponen masyarakat, antara lain ulama, organisasi kemasyarakatan, dan kepemudaan untuk menangkal dan menanggulangi penyebaran paham radikal.

Merefleksi peringatan 10 tahun tragedi Bom Bali I tepat pada 12 Oktober 2012, Ansyaad mengatakan, "Selama ideologi radikal tidak bisa dihentikan, selama itu pula kemungkinan masih terjadi aksi terorisme".

Gubernur Jateng Bibit Waluyo yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan pentingnya melibatkan semua potensi dan kekuatan yang dimiliki untuk mencegah, mengatasi, dan menanggulangi terorisme.

"Tidak hanya tugas polisi, tentara, maupun Badan Intelijen Negara (BIN), mari semua komponen bangsa menggalang kekuatan untuk menanggulangi terorisme. Karena itu, saya apresiasi pengukuhan forum ini (FKPT)," katanya.

Terorisme, kata dia, membuat hidup menjadi tidak nyaman karena selalu dibayangi dengan keresahan, perasaan was-was, dan ancaman, sehingga seluruh komponen masyarakat harus berperan aktif menanggulangi terorisme.

"Kita harus segera bergerak dan berbuat dalam upaya penanggulangan terorisme, mulai dari rumah ke rumah, keluarga antarkeluarga, kemudian melalui organisasi antarkelompok masyarakat," kata Bibit. (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,40263-lang,id-c,nasional-t,Waspadai+Penyebaran+Paham+Radikal+lewat+Internet-.phpx)

Potensi Teroris telah Muncul Sejak Usia Dini
London, NU Online
Pakar Psikolog terkemuka Indonesia Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono menyebutkan benih-benih agresivitas seorang teroris cenderung sudah merasuk sejak usia dini dan bukan karena suatu proses pencucian otak (brain washing).

Koordinator Fungsi Politik KBRI Paris, Patrick Hasjim, kepada Antara London, Senin menyebutkan kehadiran Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono di Perancis dalam rangka menandatangani buku karyanya edisi bahasa Perancis mengenai kepribadian seorang teroris.

Dalam buku karyanya edisi bahasa Perancis "Deradikalisasi kepribadian mantan teroris dengan menggunakan tes psikologi Davido-CHaD" dalam bahasa Perancis berjudul "D'radicalisation de la personnalit d`ex-terroristes,  l`aide du Davido-CHaD : 10 cas d`ex-terroristes Indonesiens" Dr Sarlito membahas kepribadian seorang teroris.

Acara penandatanganan buku karya Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono ini dihadiri sejumlah undangan diantaranya Dubes RI Paris Rezlan Ishar Jenie dan Dr. Roseline Davido (pencipta test proyeksi CHaD-Childhood Hand that Disturbs) serta kalangan psikolog Perancis.

Kegiatan ini berlangsung di toko buku Lettres du Temps Paris atas prakarsa Bensoultone yang merupakan pemilik toko buku tersebut.

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI dan penasihat ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga mengadakan pertemuan dengan pemerhati psikologi Perancis.

Dalam buku tersebut tes kepribadian mantan teroris menggunakan tes psikologi Davido-CHaD dengan kasus 10 mantan teroris Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. Sarlito mengungkap dinamika yang mendorong para pelaku terorisme untuk berbuat kekerasan melalui tes proyeksi CHaD (Childhood Hand that Disturbs) temuan psikolog Perancis Dr. Roseline Davido.

Tes ini beranjak dari pemikiran filosof Jerman Ernst Cassirer bahwa manusia adalah makhluk simbol (man is an animal symbolicum) dan dimaksudkan untuk menggali informasi melalui wawancara dan observasi atas tiga gambar, yaitu gambar masa kanak-kanak (childhood), gambar tangan (hand), dan gambar tangan yang mengganggu (disturbed hand).

Dari gambar-gambar ini diharapkan akan bercerita mengenai trauma di masa kanak-kanak.

Proses menggambar diamati secara cermat, dimulai dari pensil warna yang digunakan atau yang akan digunakan tetapi tidak jadi dipakai serta bagian gambar yang dihapus dan digambar ulang, tema, penempatan berbagai elemen, goresan garis, pilihan dan komposisi warna.

Setelah selesai, pemberi tes akan melihat simbol-simbol dalam gambar dan menanyakan pola sikap gambar tersebut kepada subyek percobaan.

Analisa Prof. Sarlito atas tiga gambar yang dibuat oleh 10 mantan teroris adalah adanya benih-benih agresivitas seorang teroris cenderung sudah merasuk sejak usia dini dan bukan karena suatu proses pencucian otak (brain washing).

Orang dengan kepribadian normal dan tidak agresif cenderung menggambar tangan biasa dan tangan disturbed berbeda, sedangkan orang yang agresif cenderung menggambar dua tangan tersebut dengan mirip. Hal ini menunjukkan bahwa dalam benak seorang teroris yang agresif, batas baik dan buruk sangat tipis, ujarnya.

Untuk gambar di masa kecil, dianalisa juga dengan metode wawancara. Hasil gambar lazimnya adalah pemandangan gunung dan sawah, namun saat wawancara ditemukan penyebab trauma yang mendasari mengapa mereka terlibat dengan kelompok radikal, yaitu penemuan figur ayah atas diri pemimpin kelompok radikal, kebutuhan jiwa akan rasa bangga (self-esteem) dan karena keturunan keluarga agama radikal, demikian paparan Prof. Sarlito yang mendapat sambutan dari para undangan. (ZG) (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,39854-lang,id-c,nasional-t,Potensi+Teroris+telah+Muncul+Sejak+Usia+Dini-.phpx)

0 comments to "LEBARAN " BAIMBAIAN "...Kami team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com & Buletin MPR ( Majelis Pecinta Rasul ) mengucapkan SELAmAT HARi RaYA IdhuL FItri 1 SYawAL1434 H MOHon MAAf LahIR DAn BAthin "

Leave a comment