Home , , , , , , , , , , , , , , � Pelajar Republik Indonesia yang bermazhab Islam Sunni Syafe'i "BELAJAR" Islam Sunni di Republik Islam Iran yang bermazhab Islam Syi'ah 12 Imam / Jakfari...HIdup PErsatuan ISLAM.....yang suka ADU DOMBA pasti ZIONIS Internasional Abad ini...!!!!!

Pelajar Republik Indonesia yang bermazhab Islam Sunni Syafe'i "BELAJAR" Islam Sunni di Republik Islam Iran yang bermazhab Islam Syi'ah 12 Imam / Jakfari...HIdup PErsatuan ISLAM.....yang suka ADU DOMBA pasti ZIONIS Internasional Abad ini...!!!!!


Nama lengkap : Syarif Hidayatullah
Nama Orangtua:
Ayah : H. Nurdin (alm)
Ibu : Hj. Mauliah (almh)
Tempat /tgl lahir: Bogor, 16 September 1991
Riwayat Pendidikan:
- SD : SDN Nagrak 02 Bogor
- SMP : SMP Asy-Syuja’iyyah Ponpes Daarul ‘Uluum 2
- SMA : SMA Asy-Syuja’iyyah Ponpes Daarul ‘Uluum 2
Pendidikan Sekarang: Institute for Language and Islamic Studies Madrasseh Ar Rasul Akram Al Mustafa Ghargan Iran
Alamat sekarang : Khiyabane Thuzeh Blvrd Maftah Gorgan Iran.Qom, 21 Januari 2012
Ismail Amin, Mahasiswa Mostafa International University Republik Islam Iran Program Studi Ulumul Qur’an.

Pelajar Indonesia Bermazhab Sunni Di Iran

01/23/2012
Pagi itu Kamis (12/1) kurang lebih pukul 07.00, ia datang ke rumah. Musim dingin di Iran membuat suasana masih gelap, matahari masih malu-malu untuk menampakkan diri. Wajahnya memucat, kepulan kabut keluar dari mulutnya setiap ia menghembuskan nafas. Topi kupluk, syal yang melilit di lehernya dan jaket tebal berwarna gelap lengkap dengan tas ransel di punggungnya, ia menyunggingkan senyum. “Bang, saya numpang sebentar ya!”.
Tidak saya jawab, saya persilahkan masuk rumah. Kusuguhi teh panas dan roti tawar yang telah saya olesi cokelat. “Antum ada urusan apa?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Saya dari Gorgan, ada sedikit urusan untuk mengganti visa tinggal. Insya Allah madrasah ada agenda ke Karbala, saya mau ikut. Karena visa saya masih Qom jadi saya harus ubah dulu.” Jawabnya. Tampak kelelahan di bola matanya. Saya bisa maklumi itu, Qom dan Gorgan terpisah jarak 350 mil. Ia harus berada dibus selama kurang lebih 9 jam.
“Antum begitu tiba, langsung kesini?”.
“Tidak, saya mampir di Haram Sayyidah Maksumah dulu. Shalat subuh sekalian ziarah dan sedikit beristirahat.”
Sambil mempersilahkan ia minum teh, saya bertanya. “Antum bilang, tadi mau ke Karbala, madrasah antum punya agenda ke Karbala juga?”.
“Iya. Insya Allah pekan depan.”
Saya bertanya demikian sebab madrasah tempat ia belajar adalah tempat mahasiswa-mahasiswa asing yang bermazhab Sunni menimba ilmu.
“Antum mau ikut, kenapa?” rasa penasaran saya menggelitik ingin tahu.
“Ziarah ke makam Imam Husain ra bang. Imam Husain ra bukan hanya milik umat Syiah. Bahkan Sunni lebih berhak untuk memuliakannya.” Ia menikmati lembaran roti terakhir.
Jiwa jurnalismeku memberontak, ini bisa jadi berita pikirku. Selama ini masyarakat di Indonesia disuguhi berita-berita yang menyeramkan mengenai Iran dan Syiah. Sebut saja seperti, warga Sunni di Iran sebagai warga minoritas ditindas dan dipaksa pindah mazhab oleh pemerintah Iran, mereka dilarang mendirikan masjid, ulama-ulamanya ditangkap dan dibunuhi dan sebagainya. Serasa mendapat durian runtuh, saya pun segera mengambil alat perekam, selembar kertas dan pulpen. Dengan wajah bingung ia menulis di lembar kertas yang saya berikan. Saya meminta ia menulis biodata sekadarnya. Layaknya fotografer professional saya potret ia berkali-kali. Saya suguhi bakwan buatan istri, supaya ia lebih betah.
Dan selanjutnya terjadilah wawancara berikut.
Saya (S) : Coba ceritakan, bagaimana prosesnya antum bisa ke Iran? Dari mana antum dapat informasi dan apa motivasi antum?
Syarif Hidayatullah (SH): Setelah saya lulus sekolah di Pondok Pesantren Daarul ‘Uluum 2, mudir (setingkat kepala sekolah) saya yang bernama ust. Nasruddin Latif memberikan sebuah formulir fotokopi pendaftaran belajar di al Mustafa Iran. Bagi yang berminat beliau meminta pula persetujuan wali atau orangtua. Saya tertarik dan mencari informasinya lebih detail di web site resminya. Sayapun mendownload formulir dan mengisinya.
S: Waktu itu teman sekolah antum, ada berapa orang yang mendaftar?
SH: Ada empat. 3 orang santri perempuan dan hanya saya sendiri yang laki-laki.
S: Kesemuanya lulus?
SH: Setelah melalui tes dan wawancara hanya saya saja yang lulus.
S: Menurut antum, mengapa mudir antum menawarkan belajar ke Iran, mengapa bukan ke Madinah atau Mesir?
SH: Mungkin mudir saya memandang Iran sebagai sebuah Negara Islam yang patut untuk dikagumi. Iran mampu meggulirkan sebuah revolusi Islam yang besar. Saking terinsipirasinya dengan Iran, nama-nama anak mudir saya berbau Iran.
S: Antum sendiri mengapa tertarik ke Iran? Sementara teman-teman antum yang lain sama sekali tidak berminat.
SH: Sejak ditawari oleh Mudir, saya banyak mencari tahu tentang Iran. Sayapun turut jatuh hati, termasuk kepada Ahmadi Nejad Presidennya yang katanya sederhana. Saya juga kagum pada keberaniannya menentang imperialisme Amerika. Dan waktu itu memang saya belum terlalu begitu mengenal Syiah.
S: Memang sejak di Indonesia antum tidak pernah punya niat untuk mengenal dan mempelajari Syiah yang merupakan mazhab mayoritas di Iran?.
SH: Niat itu ada. Awalnya begini, saya memang berminat belajar di Timur Tengah sekalian untuk memperdalam kemampuan bahasa Arab saya. Saya cenderung pada sastra Arab. Begitu ada tawaran ke Iran langsung saya sambut. Karena saya juga bisa sekalian mempelajari bahasa Persia. Jadi bisa mempelajari sastra Arab dan Persia.
S: Pengalaman antum sendiri begitu tiba di Iran?
SH: Awalnya agak takut juga. Bagaimanapun Iran masih sangat asing bagi saya. Belum lagi fiqh shalat yang berbeda dengan warga setempat. Waktu pertama kali shalat berjama’ah di Haram, saya turut tidak bersedekap sebagaimana Syiah. Namun dihari-hari selanjutnya, saya mengamalkan fiqh shalat yang saya yakini, yakni bersedekap. Begitupun pada shalat Jum’at.
S: Ada tidak yang memberi komentar?
SH: Iya ada. Pada umumnya langsung bertanya, kamu sunni ya? Yang kemudian beralih bertanya tentang asal Negara dan hal yang umum-umum.
S: Apa diantara mereka ada yang pernah berlaku negatif ke antum?
SH: Pernah ada, orang tua, kakek-kakek. Begitu selesai shalat ia langsung menegur. Saya jawab saja, saya bermazhab Sunni. Eh, ia malah minta saya mengulangi shalat dan harus sesuai dengan tata cara Syiah. Tetapi saya tidak melayani. Saya langsung tinggalkan. Agak ngeri juga he..he.. tapi kejadiannya cuman sekali itu.
S: Kalau di kampus sendiri bagaimana?
SH: Dari awal tiba Senin malam tanggal 13 Juni 2011 bersama 8 teman waktu itu. Saya ditempatkan di Madrassah Al Mahdi, sekolah pelajar asing bermazhab Syiah untuk belajar bahasa Persia. Awalnya memang oleh Mudir madrasah tersebut saya ditawarkan pilihan untuk tetap belajar di madrasah itu atau langsung ke madrasah Sunni di Gorgan. Karena masih ingin bersama teman-teman Indonesia lain, saya memilih untuk tetap di madrasah tersebut, dengan niat nanti setelah belajar bahasa Persia baru pindah ke Gorgan. Awalnya tidak ada masalah, saya shalat bersama teman-teman pelajar lain di mushallah Madrasah dengan tetap pada keyakinan fiqh saya. Namun tetap saja ada segelintir pelajar lain yang kurang sreg dengan keberadaan saya. Kami para pelajar dari Indonesiapun akhirnya dikumpulkan. Mudir memberi saran, untuk membangun kebersamaan, beliau menganjurkan saya shalat meluruskan tangan tidak bersedekap karena dalam mazhab Maliki di Sunnipun menetapkan bahwa dalam shalat tidak harus bersedekap dan boleh meluruskan tangan. Meskipun itu hanya berupa anjuran, saya merasa terpaksa melakukannya. Karena kurang nyaman, sebab saya masih meyakini bersedekap lebih utama, sayapun shalat di kamar, tidak berjama’ah. Di bulan Ramadhanpun saya shalat taraweh sendirian di kamar. Setelah beberapa lama, dalam pertemuan khusus pelajar Indonesia dengan mudir, sayapun mengadukan persoalan saya. Saya mengucapkan minta maaf ke Mudir karena tidak lagi shalat berjama’ah di mushallah yang merupakan program madrasah padahal saya sangat ingin berjama’ah. Namun Mudir tetap pada anjurannya, meminta saya shalat berjama’ah dengan tidak bersedekap, karena shalat lurus tangan di Sunni tidak membatalkan shalat. Meskipun itu hanya anjuran dan sifatnya tidak memaksa, namun tetap tidak nyaman bagi saya. Akhirnya karena kerinduan untuk shalat berjama’ah, sayapun dan seorang teman akhirnya menghadap Mudir dan meminta izin untuk dipindahkan ke Gorgan. Awalnya beliau menolak dan mengatakan itu keputusan yang salah. Namun pada akhirnya beliau mengizinkan dan setelah mengurus administrasi kepindahan, saya berdua dengan temanpun akhirnya ke Gorgan. Sementara 6 teman lainnya masih di Qom.
S: Antum di Gorgan sendiri bagaimana?
SH: Begitu tiba di sana, saya terkagum-kagum dan tidak menyesal kesana. Di masjid madrasah terpampang tulisan penggalan dari ayat Al-Qur’an, “Wa’ tashimu bi hablillah jamian wa la tafarraqu, berpegang teguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai berai.” Sayapun tambah merasa yakin dengan pilihan saya. Awalnya saya mengira di kota Gorgan itu masyarakatnya Sunni semua, ternyata tidak, tetap mayoritas Syiah. Di madrasahpun ternyata tidak semua Sunni. Mudirnya tetap Syiah, bagian Darul Qur’annya juga Syiah. Di bagian pendidikannya saja yang Sunni. Yang menarik, di masjid madrasah tertulis jadwal imam shalat berjama’ah. Untuk shalat Dhuhur yang menjadi imam shalat adalah Mudir yang bermazhab Syiah atau terkadang ustad yang bermazhab Maliki. Imam shalat Ashar oleh ustad yang bermazhab Hanafi. Kalau shalat maghrib dan Isya di jadwal itu imamnya ustad yang bermazhab Syafi’i.
S: Kegiatan antara maghrib dan Isya antum apa?
SH: Setelah maghrib ada kegiatan yang dikelola Darul Qur’an, ada pengecekan hafalan Qur’an, kajian pemahaman Al-Qur’an ataupun sekedar tilawah.
S: Di madrasah itu mayoritas mazhab apa? Dan antum sendiri mazhabnya apa?
SH: Disana mayoritas Hanafi, dan saya sendiri Syafi’i.
S: Disana ada Maliki juga? memang shalatnya tidak bersedekap juga sebagaimana Syiah?
SH: Iya ada. Kadang bersedekap, kadang engga. Mungkin karena hukumnya mubah aja kali ya?.
S: Terus pelajaran-pelajaran sendiri disana bagaimana? Apa memang diwajibkan mempelajari semua mazhab atau yang bermazhab Syafi’i khusus belajar Syafi’i juga?
SH: Untuk itu saya belum terlalu banyak tahu. Karena saya baru disana, saya juga masih di program bahasa Persia. Tapi saya pernah lihat buku teman saya yang bermazhab Hanafi. Ia mempelajari pelajaran Hanafi Dasar.
S: Antum se kamar dengan siapa saja? Dan mazhab mereka apa?
SH: Pelajar Afghanistan 2 orang dan Tajekistan juga 2 orang. Mereka bermazhab Hanafi semua.
S: Kalau tanggapan masyarakat sendiri dengan keberadaan pelajar di sana?
SH: Tidak ada masalah. Hanya terkadang memang misalnya di taksi, supirnya tanya dari Negara mana? Mazhabnya apa? Ya hanya pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dari supir taksi juga saya tahu ada kampung yang penduduknya Sunni semua yang tidak jauh dari Gorgan. Cuman saya belum pernah kesana. Kalau tidak salah namanya Harkukolo, katanya warganya bermazhab Hanafi semua.
S: Pandangan secara umum antum sendiri mengenai Iran apa? Apa ada penyesalan datang ke Iran atau menurut antum sesuatu yang harus disyukuri?
SH: Saya terus terang sangat bersyukur bisa ke Iran, dan sama sekali tidak ada penyesalan. Saya merasa beruntung. Maksudnya begini, kita jangan berpikir negatif tentang suatu mazhab yang benar-benar belum kita ketahui apalagi sampai mencapnya kafir atau diluar Islam. Dengan keberadaan saya di Iran dan melihat langsung warga Syiah, saya jadi tahu bahwa ternyata mereka juga punya alasan dan penjelasan yang kuat mengapa dalam beberapa hal memiliki pemahaman yang berbeda dengan Sunni. Ini yang saya maksud keberuntungan. Tidak termasuk orang-orang yang tergesa-gesa memberikan penilaian terhadap sesuatu yang belum sepenuhnya dikenali.
S: Antum masih aktif komunikasi dengan ustad-ustad atau teman-teman antum di Indonesia?
SH: Iya masih.
S: Pandangan ustad antum sendiri, apa ada semacam nasehat sebelum ke Iran untuk antum jangan sampai masuk Syiah dan tetap mempertahankan Sunni?
SH: Oh kalau Mudir saya memberi nasehat, untuk menjadi muslim yang sejati itu, tidak harus mempertahankan Sunni dan juga tidak harus masuk Syiah.
S: Dari biodata antum ini, kedua orangtua antum sudah meninggal? Usia antum berapa tahun saat itu?
SH: Iya. Waktu itu saya berusia 9 tahun.
S: Jadi selama ini yang menanggung biaya sekolah antum siapa?
SH: Saya sekolah selama ini gratis. Karena pondok pesantren Daarul ‘Uulum itu membebaskan biaya sekolah buat santri yang yatim piatu.
S: Yang menjadi wali atas antum siapa?
SH: Kakak saya. Beliau yang menanggung saya beserta 3 adik saya selama ini.
S: Kerja beliau apa? Dan apa sudah berkeluarga?
SH: Kakak saya sopir. Iya sudah berkeluarga.
S: Apa tanggapan beliau waktu antum minta izin mau ke Iran? Apa mempersoalkan Syiah?
SH: Tidak. Ia tidak peduli saya mau Sunni atau Syiah. Beliau hanya meminta saya belajar, belajar dan belajar. Dari belajar itu katanya kita bisa mengetahui yang benar.
S: Kalau pandangan antum sendiri mengenai Syiah?
SH: Syiah bagi saya masih bagian dari Islam. Mereka juga shalat, Al-Qur’annya juga sama, mereka juga menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, pokok-pokok aqidahnya juga sama. Kata ustad saya dalam Sunni imamahpun bagian dari aqidah, hanya saja berbeda dengan Syiah yang mengharuskan imam dari kalangan Ahlul Bait, kalau di Sunni tidak.
S: Tanggapan antum mengenai peristiwa di Sampang Madura atau orang-orang di Indonesia yang masih antipati dengan Syiah bagaimana?
SH: Benar-benar sangat miris dan mengenaskan. Sebab Islam sendiri tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan. Untuk menyikapi yang berbeda Islam mengajarkan kita menyampaikan kebenaran dengan cara hikmah dan bijaksana.
S: Antum bilang tadi mau ke Karbala. Itu program madrasah atau antum sendiri?
SH: Program madrasah.
S: Menurut antum atau madrasah antum ziarah ke Karbala itu sendiri bagaimana? Bukankah ritual itu sangat identik dengan Syiah?
SH: Begini, di Indonesia sendirikan kita sering berziarah kubur. Ke makam orangtua atau anggota keluarga lain yang telah lebih dulu meninggal. Bagi saya, Imam Husain ra itu bukan hanya milik orang Syiah, beliau milik semua kaum muslimin. Jika kita menganggap mulia anak yang sering berziarah ke kuburan orangtuanya, maka tentu lebih mulia lagi seorang muslim yang berziarah ke makam cucu Rasulnya. Dan di Irak, rencananya kami bukan hanya ke makam Imam Husain ra di Karbala, namun juga akan ke Najaf, makam Imam Ali ra, beliau bukan hanya menantu dan kemenakan Rasulullah saw namun juga Amirul Mukminin khalifah atas umat Islam.
S: Cita-cita antum sendiri apa?
SH: Cita-cita saya sih, pengen jadi orang berguna. Khoirunnasi anfauhum linnasi. Sebaik-baik kamu yang banyak berguna bagi orang lain. Kata Nabi saw.
**********
Hampir setengah jam wawancara itu berlangsung. Merasa cukup, saya matikan alat perekam. Karena saya minta, iapun memperlihatkan foto-foto aktivitas belajarnya di madrasah Gorgan. Termasuk memperlihatkan foto Syaikh Abdul Jabbar Mirobi seorang ulama Sunni yang mengajar di Hauzah Sunni Kurdistan. Ulama itu membawa ceramah keutamaan imam Husain pada acara Arbain di madarasahnya. Ia masih mau bercerita banyak. Tapi saya melihat kelelahan yang tidak bisa ditahan lagi dari kelopak matanya. Sayapun mengambilkan bantal, dan meminta ia istrahat sebelum menyelesaikan urusannya. Tidak lama, iapun terlelap di ruang tamu. Saya yang sebentar lagi insya Allah memiliki dua anak, tiba-tiba merasa sok tua dan berdoa, “Semoga Allah SWT memperpanjang usiamu anak muda dan menggapaikan engkau dengan apa yang menjadi cita-citamu.” Semoga bermanfaat.
Nama lengkap : Syarif Hidayatullah
Nama Orangtua:
Ayah : H. Nurdin (alm)
Ibu : Hj. Mauliah (almh)
Tempat /tgl lahir: Bogor, 16 September 1991
Riwayat Pendidikan:
- SD : SDN Nagrak 02 Bogor
- SMP : SMP Asy-Syuja’iyyah Ponpes Daarul ‘Uluum 2
- SMA : SMA Asy-Syuja’iyyah Ponpes Daarul ‘Uluum 2
Pendidikan Sekarang: Institute for Language and Islamic Studies Madrasseh Ar Rasul Akram Al Mustafa Ghargan Iran
Alamat sekarang : Khiyabane Thuzeh Blvrd Maftah Gorgan Iran.Qom, 21 Januari 2012
Ismail Amin, Mahasiswa Mostafa International University Republik Islam Iran Program Studi Ulumul Qur’an. (DarutTaqrib/http://www.darut-taqrib.org/berita/2012/01/23/wawancara-pelajar-indonesia-bermazhab-sunni-di-iran/)

Bila Syiah-Sunni Bersatu, Islam akan Menjadi Kekuatan Besar di Dunia

03/22/2012
Wawancara Duber RI untuk Iran dengn Situs IRIB
IRIB Indonesia: Pak Dubes, sekarang kita akan coba mengulas tujuan kedua penugasan Bapak di Tehran tentang people to people. Untuk memperkenalkan Indonesia secara luas kepada rakyat Iran, tentu saja pihak KBRI Tehran tidak dapat melakukannya sendiri. KBRI Tehran membutuhkan bantuan dan sosialisasi dari warga Indonesia dari berbagai kalangan yang tinggal di Iran. Nah, kira-kira apa program dan harapan Bapak dari warga Indonesia yang ada ini untuk menyukseskan program ini, yang pada intinya merupakan amanat dari NKRI di pundak seluruh bangsa Indonesia di manapun saja berada?
Dubes RI: Benar. Seperti yang sudah saya katakan tadi, people to people contact ini sangat luas mencakup sosial, budaya, pendidikan dan olahraga semua masuk dalam cakupan people to people contact. Saya melihat semua itu peluang. Coba sekarang kita melihat bidang pendidikan. Marilah kita belajar dari negara lain, khususnya negara tetangga kita. Kalau negara Malaysia bisa mendatangkan 140 ribu turis ke Malaysia, mengapa kita hanya 20 ribu, atau kurang dari itu? Bila Malaysia mampu mendatangkan 15 ribu mahasiswa Iran, mengapa kita hanya segelintir? Padahal Islam kita diakui sebagai Islam yang lebih berwarna, lebih beragam, lebih moderat dan Islam yang penuh senyum.
Kenyataan ini sebenarnya menjadi tantangan buat kita mengapa mereka berhenti di Malaysia? Pasti ada sesuatu.
Beberapa waktu belakangan ini kami berusaha mencari tahu ketika saya ke Jakarta. Karena itu saya bertemu juga dengan pelbagai pihak di Jakarta, khususnya di kalangan pendidikan tinggi, termasuk universitas Islam kita. Dalam hal ini universitas Islam yang ada di Jakarta.
Sebetulnya kita bisa berbuat banyak juga. Coba perhatikan! Malaysia memberikan sarana yang lebih lengkap. Sebagai contoh, masalah visa. Malaysia berani memberikan visa yang multiple entry untuk jangka 10 tahun.
Masalah-masalah pengembangan budaya ini tidak hanya terkait dengan bidang bersangkutan, tapi terkait dengan bidang-bidang lainnya. Jadi kitapun harus mulai menyiapkan diri untuk melakukan koordinasi antarlembaga di Indonesia. Koordinasi ini harus ditingkatkan dan bukan hanya terfokus pada departemen pendidikan, tapi juga harus terkait dengan Bappenas. Terkait juga dengan bidang hukum, karena menyangkut masalah keimigrasian dan sebagainya.
Di bidang pendidikan juga masih bisa dikembangkan. Bila mahasiswa Indonesia diberi beasiswa dari pemerintah Iran atau kalangan non-pemerintah, kita juga punya program-program yang bisa dikembangkan untuk merangkul mahasiswa Iran datang ke Indonesia.
Tapi selama ini rupanya ada persepsi yang salah. Ada berbagai kasus yang sangat tidak kondusif untuk hubungan ini. Misalnya, masalah di Madura. Kelompok kecil Syiah yang katanya diserang oleh kelompok yang lebih besar. Nah, hal-hal yang seperti ini menciptakan persepsi yang salah dari masyarakat Iran untuk datang ke Indonesia. Padahal yang terjadi di lapangan adalah bukan pertentangan antara Syiah dan Sunni, tapi lebih ke masalah-masalah yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pemerintah Iran dan Indonesia. Karena itu sebenarnya masalah keluarga yang kemudian dieksploitir dan dikembangkan sehingga memunculkan persepsi yang sala
Hal-hal yang seperti ini tidak dapat diselesaikan sendiri oleh KBRI atau departeman agama, tapi harus menyangkut bidang-bidang lain seperti departemen dalam negeri, pemerintah daerah dan sebagainya.

Selama persepsi-persepsi yang seperti ini masih ada memang akan menjadi ekstra sulit bagi kami untuk bisa mengembangkan people to people. Tapi bagaimanapun juga kita harus memulai langkah ini. Kalau tidak, kapan lagi akan kita lakukan? Oleh karena itu, ke depannya salah satu bentuk yang akan kita lakukan, program yang akan dilakukan oleh KBRI antara lain; memajukan upaya dialog antarkepercayaan dan antaragama. Buat saya, dialog semacam ini sangat penting. Karena untuk memberikan keyakinan di masyarakat kedua belah pihak, bahwa namanya Syiah-Sunni itu bukan satu pertentangan. Bukan sesuatu yang harus dipertentangkan. Apalagi yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk dipertentangkan. Justru kalau kita bisa merangkul, saling berjabat tangan untuk bekerjasama, Islam akan menjadi kekuatan besar. Yang tadi saya katakan, bukan hanya secara bilateral, tapi di kawasan dan juga di dunia.

Banyak tantangan, termasuk juga olahraga. Indonesia adalah negara yang masih jauh tertinggal dalam cabang olahraga. Di lain pihak, Iran punya cabang olahraga yang dominan seperti bola voli, angkat besi dan gulat. Ketika saya di Jakarta, saya sudah bertemu dengan ketua KONI yang baru. Mereka sangat berminat untuk mengembangkan hubungan olahraga ini. Selama ini badminton sudah jalan. Tapi mengapa hanya badminton? Kita perlu mengembangkan cabang olahraga yang lain. Langkah ke arah sana sudah mulai kita lakukan.

Banyak hal yang bisa digarap.
IRIB Indonesia: Pak Dubes, Iran baru-baru ini menyelenggarakan Pekan Budaya di Indonesia pada 7-13 Maret. Masih dalam kerangka people to people contact, apakah ada rencana Indonesia akan menyelenggarakan Pekan Budaya di Iran, apa lagi Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran telah menawarkan bahwa Tehran siap menjadi tuan rumah bagi Pekan Budaya Indonesia di Tehran?

Dubes RI: Betul, betul sekali. Minggu lalu ada Iran Week di Indonesia. Kegiatannya kultur dan kebudayaan mencakup berbagai bidang termasuk film dan pameran yang dibuka secara resmi di Museum Nasional. Sebagai informasi, tahun ini kita juga akan mengadakan Pekan Budaya di Tehran sekitar bulan September. Kita akan mengadakan Indonesian Week dan dalam kaitan ini, saya sudah bicara dengan departemen pariwisata dan ekonomi kreatif dan mereka mendukung sepenuhnya acara ini yang akan diselenggarakan di bulan September nanti. Temanya Indonesian Week dan kita akan memperkenalkan kebudayaan Indonesia bukan hanya musik, tapi juga, insya Allah, tari-tarian dan juga kita akan coba seperti yang dilakukan Iran di Indonesia yaitu mengenalkan film-film Indonesia yang mulai berprestasi di tingkat internasional
Pekan Budaya ini sudah masuk dalam program kita dan akan dilaksanakan pada bulan September
IRIB Indonesia: Terima kasih atas kesediaan Bapak Dubes berbincang-bincang dengan kami. Sebagai penutup, karena Iran saat ini tengah memasuki tahun baru Hijriah Syamsiah yang dikenal dengan tradisi Nouruz. Mungkin Bapak Dubes punya pesan kepada bangsa Iran, ataukah punya kesan tersendiri mengenai tradisi Nouruz ini, silahkan

Dubes RI: Tadi pagi ketika saya menyerahkan Credential kepada Bapak Presiden Mahmoud Ahmadinejad, pesan pertama yang saya ucapkan adalah ucapan selamat tahun baru buat Presiden Iran, baik dari saya selaku Duta Besar yang baru dan ucapan yang sama dari Bapak Presiden Indonesia kepada Presiden Republik Islam Iran. Selamat Tahun Baru.
Harapan kami dan juga harapan Bapak Presiden Indonesia serta harapan KBRI Tehran, semoga tahun baru buat masyarakat Iran ini dapat menambah kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat Iran. Saya percaya bahwa tahun baru selalu membawa hal-hal yang baru. Mudah-mudahan dengan doa kita bersama, Iran juga akan menghadapi masa depan baru yang lebih baik dari yang sebelumnya. Kami bangsa Indonesia sebagaimana yang saya sampaikan kepada Bapak Mahmoud Ahmadinejad senantiasa akan bekerjasama bersama rakyat Iran membawa kemakmuran bersama bagi kedua negara. Itulah yang saya sampaikan kepada beliau dan lewat beliau kepada seluruh rakyat Iran. (DarutTaqrib/IRIB/adrikna!/http://www.darut-taqrib.org/berita/2012/03/22/bila-syiah-sunni-bersatu-islam-akan-menjadi-kekuatan-besar-di-dunia/)

Boediono Beri Pesan buat Mahasiswa Indonesia di Iran
"Silahkan adik-adik memanfaatkan dan mengembangkan potensi dengan belajar ke seluruh dunia, tapi jangan lupakan tanah air. Peliharalah akar kita. Indonesia membutuhkan kontribusi anda, dalam bidang apapun," kata Wapres Boediono dalam pesan-pesannya kepada puluhan mahasiswa Indonesia yang belajar di Iran dalam ramah tamah di Wisma Duta, Tehran.

 Boediono Beri Pesan buat Mahasiswa Indonesia di Iran
Menurut Kantor Berita ABNA, Wakil Presiden Boediono menyitir sepenggal lagu Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki untuk mengingatkan para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Iran agar tidak lupa pada tanah airnya.
"Di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda. Tempat berlindung di hari tua, sampai akhir menutup mata. Bukan harus selalu di Indonesia. Dalam dunia yang global saat ini, batas-batas negara sudah semakin memudar. Silahkan adik-adik memanfaatkan dan mengembangkan potensi dengan belajar ke seluruh dunia, tapi jangan lupakan tanah air. Peliharalah akar kita. Indonesia membutuhkan kontribusi anda, dalam bidang apapun," kata Wapres Boediono dalam pesan-pesannya kepada puluhan mahasiswa Indonesia yang belajar di Iran dalam ramah tamah di Wisma Duta, Tehran.
Bertindak sebagai tuan rumah jamuan makan malam di Wisma Duta itu adalah Duta Besar Indonesia untuk Iran Dian Wirengjurit dan istri, Ibu Erly Wirengjurit. Turut hadir Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan istri, Ibu Sranya Natalegawa dan Direktur Jenderal Multilateral Hasan Kleib. Pada malam sebelum pembukaan KTT Gerakan Non Blok ke-16 itu, Wapres Boediono juga didampingi oleh Ibu Herawati Boediono dan rombongan terbatas dari Jakarta.
Kunjungan ke Iran merupakan kunjungan yang pertama kali dilakukan Wapres. Ia menyampaikan bahwa Iran adalah negara yang penting dalam arena dunia. "Kita perlu mengerti dengan benar kondisi yang terjadi di Iran, tidak hanya mendengar dari sumber kedua atau ketiga," ujar Wapres. Hal ini penting dilakukan agar pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat bagi kebijakan Pemerintah Indonesia.
Selain kalangan mahasiswa, turut hadir kaum profesional Indonesia yang bekerja di Iran dan para pekerja Kedutaan Besar Republik Indonesia di Iran. Dalam kesempatan itu, Wapres menyampaikan kabar terakhir dari Indonesia dari tema ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dari segi ekonomi, ia menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia dalam kondisi baik. "Dalam situasi yang berat, dimana banyak negara-negara  yang mengalami masalah, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kwartal kedua tahun 2012 cukup baik bahkan meningkat," ujar Wapres.
Wapres menggarisbawahi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif itu diperoleh kala sejumlah negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, bahkan pada beberapa negara terjadi pelarian uang ke luar negeri, tingkat pengangguran meningkat. "Beberapa negara kampiun dalam pertumbuhan ekonomi, seperti Cina, India, dan Brasil mengalami kemeresotan," ujar Wapres.
Kondisi perekonomian Indonesia yang baik itu menuai pujian dari dalam dan luar negeri. Tetapi terkadang kita seringkali mengkritik terlalu keras, sehingga kadangkala kita melupakan sebuah prestasi. "Kita memerlukan kritik, tetapi yang dibutuhkan adalah kritik terhadap diri sendiri yang seimbang. Karena jika kita tidak pernah mengkritik merupakan sesuatu yang tidak baik, tetapi jika kita mengkritik terlalu keras akan dapat kehilangan kepercayaan diri," ujar Wapres.

Ke depannya, kata Wapres, ia optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa dipertahankan 6 persen.  Pertumbuhan penting agar lapangan pekerjaan tetap terbuka, demikian juga untuk memberi alokasi biaya bagi program-program pendidikan dan kesehatan, serta mengurangi jumlah orang miskin. "Kalau tidak punya pertumbuhan, tidak ada kemajuan, kita hanya berbagi kemiskinan. Program dan proyek di bidang infrastruktur akan terus dijalankan. Saya cukup iri hati dengan pembangunan jalan di Iran, karena pembangunan jalan, kereta api dan pelabuhan di tanah air ketinggalan dibandingkan kebutuhan yang begitu cepat," katanya. Peningkatan jumlah mobil yang melonjak sampai 30 persen menjadi indikator pertumbuhan yang tinggi, namun tidak berbanding dengan pembangunan ruas jalan.
Tak seperti Iran yang wilayahnya berada pada satu dataran luas, Wapres menyinggung bahwa salah satu kesulitan Indonesia terletak pada situasi geografisnya yang sangat menantang dan dengan 75 persen wilayah yang terdiri dari air. Hubungan laut harus ditingkatkan demi menurunkan biaya logistik dan selanjutnya mengejar pemerataan pembangunan. "NKRI adalah satu konsep politik. Tapi itu tidak akan berlanjut bila tidak ada kesatuan ekonomi. Kalau tidak diatasi, bisa-bisa wilayah kita nyantol ke pihak luar," kata Wapres.
Selain memprioritaskan konektivitas, saat ini pemerintah juga berupaya mengejar nilai tambah dari hasil alam, baik dari pertanian maupun tambang. Indonesia harus berupaya meningkatkan nilai dari setiap nilai kekayaan alam yang kita keruk. Indonesia wajib membangun smelter. Minyak sawit pun semestinya tidak hanya diekspor mentahnya, namun Indonesia juga harus bisa menciptakan produk turunannya yang nilainya tinggi. Maka, saat ini pemerintah menggiatkan program hilirisasi dengan membangun industri hilir dari produk yang dulunya dijual mentah.
Di bidang politik, Wapres mengingatkan akan tujuan Indonesia membangun konsolidasi yang sudah diputuskan sebagai sebuah sistem negara kita yaitu demokrasi. Tanpa perjuangan generasi muda, perubahan dan reformasi bisa jadi belum terjadi. Dan itu semua terjadi sebelum Mesir atau yang  lainnya mengalami perubahan. Wapres mengutip penilaian banyak pengamat dari luar negeri bahwa Indonesia punya pengalaman yang sangat berharga karena berhasil mengatasi saat-saat kritis demokrasi. Setelah masa kritis berakhir, kini saatnya melakukan konsolidasi demokrasi.
"Prosesnya secara umum berjalan cukup baik, meski ada resiko di sana-sini. Tapi dalam masa-masa tranisi itulah yang bisa membuat demokrasi gagal. Resiko itu antara lain korupsi, yang akan menghancurkan sistem apa pun yang ada. Maka pemberantasan korupsi adalah prioritas. Hal lain adalah politik uang. Karena politik itu adalah basisnya mengkompetisikan kebijakan-kebijakan untuk publik. Kalau hal itu bisa diperjualbelikan, maka kebijakan publik akan mementingkan yang punya uang. Kemudian birokrasi. Jangan sampai birokrasi terkooptasi oleh kepentingan yang sempit atau kepentingan bisnis," kata Wapres.
Maka, Wapres menekankan, komitmen dari semua pihak untuk kukuh menegakkan dan mengkonsolidasikan demokrasi adalah tugas dari penegakkan konstitusi, yakni mewujudkan Indonesia yang berdiri di atas keberagaman.(http://www.abna.ir/data.asp?lang=12&id=342555)

Kedamaian Sunni dan Syiah Di Jepara

03/22/2012
Liputan Rofiuddin, wartawan Tempo
Bacaan Kumail jemaah Syiah terdengar berdengung menerobos keheningan malam dari Masjid Al-Husain, Candi Bangsri, Jepara. Di masjid yang terletak di tepi sungai itu, para jemaah duduk bersila menghadap kiblat sembari melantunkan bacaan dengan pengeras suara. Isi bacaan itu memuja Kumail bin Ziyad Nakha’i, sahabat pilihan Imam Ali.
Di belakang masjid, terdengar pula lantunan pembacaan salawat Dibaiyyah dan Barzanji, ciri khas warga Nahdlatul Ulama, yang merupakan penganut Sunni. Suara itu berasal dari Masjid Al-Arif, yang terletak kurang dari 100 meter dari Masjid Al-Husaini. Suara bacaan ibadah dua kelompok itu sahut-menyahut pada Kamis malam, 1 Maret lalu. Masjid Al-Husaini adalah masjid Syiah, sementara Masjid Al-Arif merupakan masjid Sunni.
Di Desa Candi, penganut Syiah dan Sunni hidup damai berdampingan. Misalnya, saat pendirian Masjid Al-Husaini, kaum Sunni ikut membantu. Begitu juga sebaliknya, saat kaum Sunni mendirikan Masjid Al-Arif, kaum Syi’ah ikut membantu. Komposisi penduduk dukuh ini hampir merata antara penganut Sunni dan Syiah, yakni sekitar 70 keluarga penganut Syiah dan 70 keluarga Sunni.
Interaksi sosial berlangsung nyaris tanpa gesekan, termasuk soal peribadatan. Jika ada warga Sunni meninggal, warga Syiah ikut menyalatkan dengan cara Syiah. Begitu juga sebaliknya. Yang berbeda imamnya. Jika warga Sunni meninggal, imam salatnya penganut Sunni, begitu juga sebaliknya. Meski Jepara dikenal sebagai basis Sunni, terutama Nahdliyin, penganut Syiah tak lagi beribadah secara taqiyyah (sembunyi-sembunyi). Bahkan di rumah penganut Syiah juga terpampang lukisan tentang Syiah.
Sejarah perkembangan penganut Syiah di Jepara dan Jawa Tengah tak bisa lepas dari Desa Candi, Jepara. Awalnya, Ustaz Abdul Ghadir Bafaqih dari Tuban menikah dengan perempuan dari Desa Candi. Pada 1970-an, memang terjadi revolusi Iran, yang berpengaruh pada perkembangan Syiah, termasuk di Indonesia. Ghadir juga pernah belajar di Hadramaut, Yaman. Pada 1974, Ghadir banyak memperoleh kiriman buku dari Kuwait terbitan Darut Tauhid. Berbekal buku itu, Ghadir banyak bicara soal Syiah. Puncaknya, Syiah “dideklarasikan” pada 1982. Ghadir mendirikan Pesantren Al-Khairat.
Ahmad Badawi, generasi pertama murid Ghadir, menyatakan kala itu Al-Khairat hanya mengajarkan Bahasa Arab, yang bisa menjadi pintu masuk mempelajari kitab. Selain itu, Ghadir menelorkan beberapa karya, seperti Haqqul Mubin dan Muhammadun wa Akhuhu. Kedua karya itu menjadi rujukan dan sumber ideologi Syiah. Karena pondok itu terus berkembang, pemberitaan ihwal ajaran Syiah yang dibawa Abdul Ghadir pun meluas. Masyarakat menanggapinya biasa saja. Namun ada beberapa murid Abdul Ghadir yang dilaporkan ke Komando Distrik Militer karena dianggap berbeda.
Miqdad Turkan, murid Ghadir lainnya, mengatakan gurunya adalah penganut Sunni. Para santrinya juga banyak dari kalangan Sunni, terutama Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyyah. Belakangan, kata Mihdad, sebagian santrinya ada yang tetap beraliran Sunni dan ada pula yang beralih ke Syiah. “Sejak itulah Syiah di Candi berkembang. Santrinya meluas dari berbagai daerah. Kabar tentang adanya pesantren Syiah pun menyebar,” kata Miqdad.
Setelah 10 tahun mengelola pesantren itu, Ghadir memasuki usia sepuh. Dia sering sakit. Pesantren itu mulai berkurang aktivitasnya. Akhirnya Ghadir wafat pada 17 Agustus 1993. Dia dimakamkan di Kauman, Bangsri. Setelah itu, kegiatan pesantren mandek. Pesantren pun tutup karena tak ada yang mengurus. Makam Ghadir terletak berdampingan dengan makam istrinya. Berdiri di atas bangunan berbentuk panggung joglo seluas dua kali lapangan bulu tangkis, makam Ghadir selalu ramai dikunjungi peziarah.
Karena anak-anak Ghadir belum sempat melanjutkan perjuangan Syiah, pada 1999, murid Ghadir berinisiatif mendirikan Yayasan Islam Darut Taqrib di Krapyak, Jepara. Mereka tidak ingin melihat ajaran Syiah tinggal sejarah karena tak ada regenerasi. Selain itu, saat itu banyak Ahlul Bait–sebutan bagi penganut Syiah–sudah pulang menimba ilmu dari Qum University, Iran.
Setelah itu, didirikanlah Pondok Pesantren Darut Taqrib untuk menampung santri yang ingin mempelajari Syiah. Berdiri di atas lahan seluas kurang dari 1 hektare, bangunan pondok itu terdiri atas masjid, pendapa, dan kamar santri. Selain membawahi pesantren, penganut Syiah membentuk berbagai forum seperti Fatimiyyah (pengajian ibu-ibu), Zainabiyyah (pengajian remaja putri), Forum Ilmiah Remaja Ahlul Bait (Firab). Di bidang sosial, Syiah juga punya Himpunan Peduli Komunitas Masyarakat. Pesantren Darut Taqrib merupakan salah satu arena pendidikan Syiah. “Pendidikan ini adalah salah satu bentuk kaderisasi,” kata Miqdad, yang juga menjabat Ketua Dewan Syuro Ahlul Bait Indonesia.
Kini, Darut Taqrib dihuni sekitar 40 santri. Tak hanya dari Jepara, santri juga datang dari berbagai provinsi di Indonesia seperti Lampung dan Jawa Timur. Ada yang hanya mondok dan ada pula yang sambil bersekolah di sekolah umum. Abdullah, misalnya, ia bersekolah di sekolah menengah kejuruan dan mondok untuk mempelajari Syiah. Miqdad menyatakan dana operasional Syiah berasal dari iuran anggota. “Tak benar jika ada yang menyebut kami dapat dana dari Timur Tengah,” katanya. (DarutTaqrib/koran Tempo/Adrikna!/http://www.darut-taqrib.org/berita/2012/03/22/kedamaian-sunni-dan-syiah-di-jepara-1/)

Pesantren Syiah, Darut Taqrib, berdiri di tengah lingkungan Nahdlatul Ulama, yang merupakan penganut Sunni di Desa Candi Bangsri, Jepara. Meski beberapa praktek peribadatannya berbeda, warga Syiah dan warga NU hidup damai di wilayah ini. Menurut Miqdad Turkan, murid Abdul Ghadir Bafaqih, pendiri aliran Syiah di Jepara, ada beberapa faktor yang menyebabkan kaum Syiah dan Sunni di Jepara bisa hidup damai.
Ada faktor hubungan kekerabatan dan pertemanan sejak lama. “Banyak tokoh kiai di Jepara dan sekitarnya pernah menjadi murid Ghadir,” kata Miqdad. Karena itu, ketika Abdul Ghadir beralih ke Syiah, muridnya tahu bahwa Abdul Ghadir memang berbeda sejak awal, sehingga tak menimbulkan masalah.
Selain itu, para kiai muda di Jepara juga berteman baik sejak di bangku sekolah. Yang tak kalang penting, kata Miqdad, kaum Syiah di sana tak pernah bertindak ekstrem atau berambisi mengajak orang Sunni masuk ke Syiah. “Orang Syiah berkembang secara alamiah dan orang lain melihat Syiah juga secara alamiah pula,” katanya.
Bagi Miqdad, secara naluriah, orang terus berproses dalam pencarian akibat ketidakpuasan spiritual. “Silakan diskusi. Selanjutnya Anda jadi Syiah atau tidak, itu hak anda. Orang yang bijak adalah yang bisa memahami orang lain tanpa harus mengikuti,” kata Miqdad.
Muhammad Ali, salah satu pengasuh pondok Darut Taqrib, menyatakan menjadi penganut Syiah secara alamiah setelah banyak membaca buku. “Saat umur 16 tahun, saya banyak membaca buku tentang Islam dan masyarakat, serta tentang Islam dan tantangan zaman,” katanya. Setelah itu, dia mondok di Pekalongan.
Sebelumnya, Ali adalah penganut Sunni tulen. Keluarganya pun pengikut setia Sunni. Kini, Ali beralih ke Syiah, sedangkan keluarganya masih ikut Sunni. Keluarga Ali juga tak mempersoalkan pilihan keyakinan anaknya. “Perbedaaan dalam hal kehidupan adalah sesuatu yang biasa, yang penting saling menghargai,” katanya.
Miqdad menambahkan, silakan menjadi pengikut Syiah atau Sunni. “Yang penting jangan berhenti belajar dan selalu membela kaum mustad’afin (kaum lemah),” ujarnya. Miqdad mencontohkan, penganut Syiah dan Sunni di Jepara sering melakukan salat berjamaah. Miqdad mengatakan, dalam salat berjamaah itu, tangan penganut Sunni bersedekap, sedangkan tangan penganut Syiah tidak demikian. “Tidak ada masalah. Itu hanya perbedaan yang tak substansial,” katanya.
Miqdad memperkirakan bahwa konflik antara kaum Syiah dan Sunni yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia menunjukan ketidakpahaman mereka tentang Syiah. Dia menjamin hubungan Syiah-Sunni di Jepara akan tetap aman. “Kecuali kalau ada provokator dari luar daerah,” kata dia.
Menurut Miqdad, yang menarik perhatian masyarakat lain terhadap Syiah adalah kisah heroisme beberapa tokoh, misalnya pemimpin Hizbullah Lebanon, Syekh Hasan Nasrullah; Presiden Iran Mahmoud Ahmadinnejad, dan pemimpin Revolusi Iran, Ayatullah Khomeini.
Selain di Jepara, jemaah Ahlul Bait ada di Semarang. Sekitar 200 penganut Syiah terpencar di seantero Semarang. Berbeda dari sebelumnya, kini penganut Syiah tak lagi bersembunyi (taqiyah). Di Kampung Bulu, Stalan, misalnya, meski hanya ada tiga keluarga penganut Syiah, mereka sudah secara terbuka menunjukkan keyakinannya sebagai penganut Syiah.
Pengurus Yayasan Nuruts Tsaqalain, Nurkholishm menyatakan penyebaran Syiah tak dilakukan melalui doktrinasi. “Salah besar jika ada anggapan kalau Syiah berkembang di Indonesia karena mobilisasi,” katanya. Beralihnya seseorang menjadi Syiah lebih didasarkan pada pencarian kepuasan keilmuan. Salah satunya melalui buku. Pada 2009, buku tentang Syiah berjumlah sekitar 750 judul.
Pencarian kepuasan ilmu memang menjadi ciri khas penganut Syiah. Berbagai tema kehidupan juga menjadi bahan diskusi mereka. Namun kini komunitas Syiah juga mulai berkonsentrasi pada kegiatan sosial. “Dialog intelektual diminimalkan karena kebutuhan masyarakat luas adalah aksi nyata,” kata Nurkholis.
Jemaah Syiah di Jepara dan Semarang sering menyalurkan beasiswa, membedah rumah, melakukan bakti sosial, mendonorkan darah, dan membantu korban bencana alam. Mereka juga bekerja sama dengan berbagai kelompok penganut agama lain tanpa mengibarkan atribut apa pun.
Pengajar Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, Muhksin Jamil, yang menyusun disertasi tentang Syiah di Jepara, menyatakan komunitas Syiah Jepara terbangun atas dasar persamaan proses pencarian kepuasan keilmuan dan peribadatan. Yang tak kalah penting, kata Muhksin, penganut Syiah tak menutup mata terhadap masalah sosial. “Mereka sering membela kaum mustad’afin (kaum lemah) dengan membedah rumah, memberi beasiswa, dan menyalurkan bantuan,” katanya. (DarutTaqrib/Koran Tempo/Adrikna!/http://www.darut-taqrib.org/berita/2012/03/22/kedamaian-sunni-dan-syiah-di-jepara-2/)

Pengalaman Ulama Suni Indonesia “Belajar” di Komunitas Syiah Iran

Prof Dr M. Ali Aziz (kiri) di depan Masjid Shah dengan desain tanpa atap yang setelah Revolusi Iran kini diganti namanya menjadi Masjid Khumeini. (Foto : M. Ali Aziz for Jawa Pos)Prof Dr M. Ali Aziz (kiri) di depan Masjid Shah dengan desain tanpa atap yang setelah Revolusi Iran kini diganti namanya menjadi Masjid Khumeini. (Foto : M. Ali Aziz for Jawa Pos)
Untuk yang ketiga, Prof Dr Moh. Ali Aziz MA, guru besar Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, diundang ke Iran untuk menjadi imam Tarawih dan narasumber kajian Islam selama Ramadan. Berikut catatan perjalanannya dari negeri berpaham Syiah itu yang ditulis dari Teheran.
= = = = = = = = = = = = =
“SALOM, salom,”  teriak anak berusia sekitar sepuluh tahun sambil berjalan tergesa-gesa. Kaki kecilnya beringsut di tengah jamaah yang baru selesai salat Duhur di Masjid Hadharat Qaim, kira-kira 50 meter dari Wisma Kedutaan Besar Republik Indonesia Teheran, tempat saya tinggal. Inilah hari pertama Ramadan (11/8) sekaligus salat Duhur berjamaah pertama pada kunjungan ketiga saya di Teheran.
Masyarakat Iran lebih terbiasa dengan ucapan salom daripada  assalamualaikum  seperti di Indonesia. Bocah berhidung mancung dengan celana panjang dan kaus bergaris itu terlambat datang. Seharusnya dia bertugas sebagai “remote” salat  Duhur. Karena terlambat, dia baru melaksanakan tugasnya untuk salat Asar yang selalu dikerjakan satu waktu dengan Duhur (Demikian juga, salat Isya di sana dikerjakan secara berjamaah pada waktu magrib).
Bocah itu langsung memegang mikrofon. Dia berdiri tiga meter sebelah kanan imam. “Allahu Akbar,” komando sang bocah kepada jamaah di belakangnya, segera setelah imam yang mengenakan pakaian kebesaran jubah cokelat tua dan serban putih memulai salat. Demikian seterusnya untuk komando rukuk, sujud, iktidal, dan sebagainya.
Pada rakaat kedua salat jamaah itu, saya keliru memahami komando. Sebelum rukuk, terdengar komando takbir. Saya langsung rukuk sebagaimana biasa saya lakukan. Ternyata itu komando doa kunut. Baru takbir berikutnya, komando rukuk.
Dalam perjalanan pulang dengan udara panas yang sampai membuat hidung keluar darah, saya berkata dalam hati, “Hebat benar, seorang bocah bisa memberi komando sang syekh.” Yang menarik, meski memberikan komando, dia tidak ikut salat. Bocah “remote” itu baru salat “sendirian” setelah salat jamaah usai.
Tidak selalu “remote” salat jamaah adalah anak-anak. Di Masjid Jamik Imam Shodiq Alaihissalam di Aqdasiyeh Street Teheran, komando salat diucapkan orang dewasa yang duduk persis di depan imam salat. Dengan celana dan baju lengan panjang yang disingsingkan sedikit dan tanpa tutup kepala, dia memberikan komando dengan suara mantap.
Masyarakat Iran tidak biasa menggunakan tutup kepala saat salat di masjid. Hanya imam yang menggunakan tutup kepala dengan serban hitam atau putih. Serban hitam sebagai tanda bahwa dia sayyid (keturunan nabi) dan warna lainnya bukan sayyid.
Saya memang sering terlihat asing bagi jamaah lainnya. Bukan hanya karena baju dan kulit saya, tapi juga karena cara beribadah saya yang non-Syiah. Sejak wudu saja, saya sudah dipandang aneh. Bagi penganut Syiah, membasuh tangan untuk berwudu tidak boleh dengan membasahinya di bawah pancuran keran, tapi dengan cakupan tangan. Sisa air dari tangan itu lalu diusapkan sedikit di kepala dan sedikit di kaki. Jadi, tanpa mengusap telinga dan tanpa membasuh kaki. Dalam buku Amozes Namaz (petunjuk salat) yang saya beli di Bazar Bozorge (Pasar Besar), ternyata memang demikian aturan wudu.
Ketika masuk masjid, saya juga asing. Mereka mengambil turbah  (tanah bulat atau persegi empat dari tanah “suci” Karbala, tempat cucu nabi sekaligus anak Ali bin Abi Thalib meninggal) yang tersedia di rak pintu masjid untuk alas sujud, sedangkan saya ngeloyor begitu saja. Apalagi sewaktu berdiri salat, hanya saya yang bersedekap. Jamaah lain membiarkan tangan lurus ke bawah.
Kekakuan di tengah jamaah itu segera cair setelah Karami, warga Iran yang lebih dari 15 tahun menjadi staf lokal KBRI, yang mendampingi saya, menjelaskan kepada jamaah bahwa saya sedang belajar tentang Syiah dan masyarakat Iran. Paham Syiah memang amat kental bagi masyarakat Iran. Berkali-kali saya bertemu orang dan ditanya dengan pertanyaan yang sama: Dari negara mana, penganut Syiah atau tidak, dan ketika saya menjawab Suni, mereka bertanya pengikut mazhab apa?
Pada Ramadan hari ketiga, saya salat Duhur didampingi Choiruddin, pelajar Indonesia yang sudah tiga tahun belajar di Iran, di Haram Muthahar Imam Khumeini (masjid dan makam Imam Khumeini). “Jika ditanya orang, Pak Ustad sebaiknya menjawab saya pengikut Suni bermazhab Imam Syafii,”  pesan Choiruddin.
Benar kata Choiruddin. Beberapa menit kemudian, dua orang berpakaian rapi dan berjas menghampiri saya. Mereka mengajukan pertanyaan yang sama. Dengan bahasa Arab yang lumayan fasih, dua orang itu berbicara sangat sopan dan toleran terhadap kami yang Suni. Bahkan, keduanya “orang kampus sekaligus penghafal Alquran” menyebut beberapa kebaikan Imam Syafii.
Sekalipun ulama Suni, Imam Syafii sangat dicintai penganut Syiah. Banyak penduduk Iran yang bernama Syafii. “Jika bukan orang kampus, Pak Ustad pasti diceramahi panjang lebar, yang intinya ajakan untuk meninggalkan paham nenek moyang yang tidak benar dan mengikuti Syiah,”  kata Choiruddin setelah mengucapkan Khoda hafez (Tuhan menjagamu) sebagai ucapan perpisahan kepada keduanya.
Hampir semua masjid di Iran yang saya kunjungi dihias dengan kaligrafi yang sangat indah. Jangankan masjid, tembok-tembok rumah dan kantor pun berhias kaligrafi. Pada mihrab Masjid Jamik Imam Shodiq Alaihissalam, misalnya, terdapat kaligrafi  surat An-Nur ayat 35,  “Allah adalah (pemberi) cahaya langit dan bumi…”. Mengapa ayat itu yang dipilih? Bagi mereka, ayat itu ada kaitannya dengan kedudukan para imam Syiah. Cahaya Allah hanya bisa terpancar di langit dan bumi melalui para imam.
Terdapat juga doa dalam kaca dan berlampu yang menggambarkan penantian akan datangnya Imam Mahdi yang sedang dirindukan sebagai pemberi solusi semua masalah kehidupan. Sebutan untuk imam yang dinantikan itu bermacam-macam.  Ada kalanya dipanggil Wali Ashr, Imam Zaman, Shahibuz Zaman, atau Mahdi al Muntadhar.
Setiap usai salawat nabi dengan lagu yang khas, baik sewaktu mendengar azan maupun selesai salat, mereka selalu menambah dengan doa wa”ajjil farajahum (wahai Allah percepatkan selesainya semua masalah umat dengan kehadiran Mahdi al-Muntadhar). Ada juga doa yang terpampang di tembok, Ya shahibaz Zaman adrikni  (Wahai Imam yang ditunggu, beri saya jalan keluar).
Ada juga kaligrafi yang dipasang di hampir semua toko yang terkenal dengan sebutan kaligrafi  Waiy Yakad. Sebutan itu terkait dengan bunyi awal ayat yang ada dalam kaligrafi tersebut, yaitu Surat Al-Qalam ayat 51, yang artinya  “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka tatkala mereka mendengar Alquran”.
Pada Ramadan dua tahun yang lalu, saya sudah membeli kaligrafi itu karena indah dan sangat populer. Melihat artinya, saya menduga ayat tersebut untuk penangkal kejahatan. Namun, baru pada kunjungan kali ini saya menemukan jawabannya bahwa itu adalah kaligrafi “pelaris dagangan”.
“Masyarakat Iran yang terkenal cerdas ternyata juga menyukai jimat,” kata saya kepada Buyuk, warga Iran yang bertugas sebagai sopir di KBRI. Mendengar kelakar saya itu, dia hanya tersenyum.
Dadan Maula, ketua Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) di Iran, punya pandangan menarik tentang fenomena tersebut. “Bahkan,  “jimat” yang banyak beredar di masyarakat Indonesia ada kaitannya dengan budaya dan keyakinan orang Iran, Pak,” katanya setelah sama-sama mengikuti upacara memperingati kemerdekaan ke-65 RI di Teheran.
Dia menunjukkan beberapa bukti, antara lain, gambar pedang pada jimat di Jawa. Gambar itu diduga kuat adalah gambar pedang Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang juga sangat populer di Iran.  Kaligrafi berbentuk kepala singa yang banyak kita jumpai di Indonesia juga sangat mungkin dari Iran. Sebab, gambar tersebut juga ada di bendera Iran pada zaman pemerintahan Shah Pahlevi. Orang Iran menyebut gambar itu dengan shir va khurshid (harimau dan matahari).
Saat berada di pasar dekat masjid, saya ditawari Buyuk yang sudah lansia itu untuk membeli tasbih zahra untuk oleh-oleh. “Tasbih apa lagi,” pikir saya. Saya menduga tasbih (alat penghitung zikir) itu terbuat dari bunga karena zahra dalam bahasa Arab berarti bunga. Setelah masuk toko, ternyata itu tasbih biasa seperti yang banyak dijumpai di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang Iran menyebut itu dengan tasbih zahra. Ternyata, karena orang Iran menggunakan tasbih selain untuk berzikir subhanallah, alhamdulillah, dan Allahu Akbar, juga untuk memanggil-manggil imam atau orang suci pujaan mereka. Ya Zahra  (gelar untuk Fatimah, putri Rasulullah, istri Ali bin Abi Thalib) atau Ya Husein (cucu nabi, putri Fatimah) atau Ya Abal Fadhal (imam atau pejuang yang terpotong-potong tubuhnya karena membela Imam Husein di Karbala).
Sebelum keluar dari toko, pemilik toko mengangkat  tangan saya sambil mengatakan dengan bahasa Persia,  Andunezi khaeli khube. Ba Iran Israel ra ruswa kunim (Indonesia sangat baik, bersama Iran, kita tumpas Israel?. “Bale. Mamnun,” jawab saya, yang berarti, ya dan terima kasih.
Saya tidak tahu dia paham atau tidak terhadap jawaban saya. Tapi, yang jelas, dia kemudian mengangkat kedua ibu jari tangannya (Jika hanya mengangkat satu ibu jari, itu berarti penghinaan di Iran). Tapi, karena sudah menjadi kebiasaan, saya sering keliru memuji orang dengan satu ibu jari.
Masuk ke Musala Pesaing MasjidilharamMasuk ke Musala Pesaing Masjidilharam
Iran mulai diminati pelajar Indonesia yang ingin studi Islam. Alumninya kelak bisa menjadi perekat bagi pemahaman yang lebih baik antara penganut Suni dan Syiah. Berikut lanjutan catatan MOH. ALI AZIZ, guru besar IAIN Sunan Ampel.

SAAT ini jumlah jumlah pelajar yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) di Iran sekitar 175 orang. Dari jumlah itu, sebagian besar atau 150 orang memilih belajar ilmu agama di Hauzah Ilmiyah di Kota Qom.
Hauzah Ilmiyah adalah perguruan tinggi di bawah payung Jamiatul Musthafa Al Alamiyah. Selain di Qom, lembaga tersebut mempunyai beberapa perguruan tinggi di Kota Mashad, Isfahan, dan Gorgan (khusus untuk penganut Sunni). Semula lembaga tersebut bernama Markaz Jahani Ulume Islami. Pergantian nama ini seiring dengan perubahan menjadi universitas, seperti perubahan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia.
Yang menarik, para istri (pelajar/mahasiswa) juga wajib ikut kuliah plus menjadi santri di perguruan tinggi yang sistem pengajarannya bernuansa pondok pesantren itu. Karena mahasiswa sekaligus juga santri, belajarnya seharian penuh.
Salah seorang anggota IPI yang kerap mendampingi saya selama di Iran adalah Choiruddin, pelajar asal Lombok Timur. Dia sedang menyelesaikan S2 di Universitas Mazahabe Islami di bawah Kementerian Sains dan Ristek Iran yang berdiri sebelas tahun lalu.
Choiruddin adalah salah seorang di antara tiga mahasiswa yang dikirim PB NU untuk kuliah di negeri Mullah itu. Tiga mahasiswa itu sebelumnya kuliah di Qom. Karena tidak kuat dengan tekanan ideologis (karena berlatar belakang Suni), akhirnya mereka pindah ke universitas di Teheran melalui perjuangan yang berliku-liku. Di ibu kota Iran mereka agak leluasa untuk menampakkan jati diri sebagai mahasiswa non-Syiah.
Ada dua jenis beasiswa di Iran, yaitu dari pemerintah melalui Kementerian Sains-Ristek dan Jamiatul Musthofa Al Alamiyah, lembaga swasta untuk pusat studi Syiah di Kota Qom. Pelajar menerima beasiswa dari pemerintah Iran antara 400 ribu-1 juta riyal Iran per bulan (nilai tukar satu riyal hampir sama dengan rupiah). “Alhamdulillah cukup, Pak,” kata Dadan, mahasiswa Universitas Internasional Imam Khumaeni di Qazvin, sekitar 150 kilometer dari Teheran.
Menurut Dadan, beasiswa itu cukup karena biaya asrama ditanggung. Demikian pula makan di kampus disubsidi sehingga hanya membayar dua ribu riyal. Padahal, di luar harus 50 ribu sekali makan. Tidak hanya itu, naik bus hanya membayar 200 riyal (Rp 200) dengan tiket jauh dekat.
“Untuk kami yang di Qom hanya (dapat bea siswa, Red) 500 ribu riyal,|” kata Abdurrahman, alumnus UIN Alauddin Makasar yang sudah dua tahun di Qom. “Anak saya ini mendapat jatah satu beasiswa,” katanya sambil menggendong anaknya yang berusia dua tahun.
Di antara ratusan pelajar Indonesia, ada seorang yang telah menyelesaikan S3 bidang filsafat dan seorang lagi dalam proses penyelesaian S3. Yang lebih hebat, ada pelajar Indonesia yang sudah 28 tahun belajar di Qom. Dia sudah berada di jenjang darajatul mujtahid sehingga beberapa tahap lagi menjadi ayatullah. Bisa jadi, dialah orang Indonesia pertama yang bergelar ayatullah.
Seorang ayatullah sudah diberi otoritas menjadi mujtahid (pengambil keputusan hukum Islam). Ia bisa juga memasuki jenjang yang paling atas, ayatullah udhma yang bisa menjadi rujukan taqlid. Seorang ayatullah dituntut menguasai satu disiplin ilmu, sedangkan ayatullah udhma multidisiplin.
Yang menarik, untuk setiap jenjang itu, seseorang harus menghafal sejumlah kitab standar Syiah dan menyusun karya ilmiah. Di Iran, para akhund (ulama) itulah yang mengendalikan negara, mulai level lokal hingga nasional. Sektor swasta maupun negeri. Dengan demikian, tidak ada satu pun lembaga di negeri itu yang lepas dari kontrol agama.
Ironisnya, saat ini gejala degadrasi kepercayaan kepada tokoh agama amat sering saya dengar dari beberapa mahasiswa dan sopir taksi di Teheran. Keluhan itu dipicu oleh, antara lain, naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok, buku, bahkan bensin setelah pencabutan subsidi. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi para akhund apakah para agamawan bisa membawa Iran lebih sejahtera.
Sebagai negara republik Islam yang menempatkan para agamawan di tempat yang strategis, Iran memiliki perhatian besar pada agama. Salah satu even menarik selama Ramadan ini adalah Pameran Alquran Internasional yang dilaksanakan di Musala Imam Khumeini.
Pameran internasional itu dilaksanakan oleh pemerintah setiap Ramadan. Meski diadakan di “musala”, menurut saya, itulah musala yang terbesar di dunia.
Saya tidak tahu persis luasnya, tapi saya perkirakan ratusan hektare. Saya mengitari dengan sedan sampai berganti tiga nama jalan di jantung Kota Teheran itu, namun belum juga tuntas. Jangan tanya berapa lama membangunnya! Sebab, saat ini merupakan tahun ke-20 sejak mulai dibangun (setelah memindahkan ratusan rumah penduduk), tapi pembangunannya belum mencapai 40 persen.
Itulah musala yang sering disebut orang dibangun untuk “menandingi” Masjidilharam di Makkah atau Masjid Nabawi di Madinah. Di dekat musala ada beberapa hutan buatan dengan pepohonan yang menjulang tinggi. Di sepanjang tepi jalan raya ada saluran air dari gunung berdiameter 50 cm untuk penyiraman dua kali sehari di tanah gersang itu.
Pameran buka pukul 17.00-24.00. Ini jam buka pameran yang wajar bagi masyarakat Iran karena tidak ada tarawih dan tidak ada tadarus bagi mereka selama Ramadan.
“Subhanallah,” ucap saya berkali-kali melihat kemegahan musala dan menyaksikan secara langsung macam-macam kitab Alquran. Desain dan kaligrafi yang ditampilkan belum pernah saya jumpai di museum Belanda maupun di Indonesia.
Tidak hanya itu, para wanita anggun berpakaian serbahitam menunggu beberapa pengunjung di lobi untuk berdiskusi tentang Alquran. Ada ruang untuk diskusi, bahkan debat terbuka, tentang tafsir, fikih, atau tauhid yang dipandu oleh akhund.
“Banyak di antara mereka yang berpredikat hujjatul Islam yang setara dengan profesor,” kata Choiruddin kepada saya sambil menunjuk debat terbuka yang disiarkan langsung melalui televisi.
Ada satu stan yang semua penjaganya wanita muda dengan laptop di tangannya. Mereka bukan menjual produk yang terkait dengan Alquran, tapi memamerkan klasifikasi dan kajian mendalam Alquran terkait dengan disiplin ilmu biologi, fisika, astronomi, kedokteran, dan sebagainya.
Persis di pintu keluar, saya mendapat suguhan pameran yang tidak kalah menarik, yaitu patung para nabi, mulai Nabi Adam, Nuh, Ibrahim yang sedang berjihad melawan kaum pembangkang. Tetapi, tidak ada patung Nabi Muhammad.
Di tempat itu pula Pameran Buku Internasional diadakan setiap tahun dengan suasana yang jauh lebih meriah. Setelah mengelilingi tempat tersebut, baru saya paham mengapa namanya musala (bukan masjid). Mungkin agar bisa lebih leluasa untuk mengadakan even-even akbar setiap saat.
Yang membuat saya takjub, semua Alquran yang dipamerkan oleh negeri dengan 97 persen penganut Syiah itu sama persis dengan milik kaum Suni.
Setelah keluar dari tempat pameran, saya bermimpi suatu saat tidak boleh lagi ada bentrokan antara Suni dan Syiah. Sebaliknya, masing-masing bisa bersama-sama membangun peradaban dunia dengan nuansa rahmatan lilalamin.(http://syiahali.wordpress.com/2010/12/27/pengalaman-ulama-suni-indonesia-%E2%80%9Cbelajar%E2%80%9D-di-komunitas-syiah-iran/)

Perkembangan syiah makin pesat di indonesia

perkembangan syiah makin pesat di indonesia
Propaganda anti syi’ah menyebabkan Syi’ah di Indonesia justru tumbuh pesat
Pertumbuhan Kaum Syi’ah Indonesia Semakin Pesat ! Perkembangan Syi’ah Indonesia kian subur
syiah semakin berkembang
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
BERIKUT DATA-DATA SYIAH DI INDONESIA YANG UNTUK SAAT INI BISA KAMI HIMPUN DAN INSYA ALLAH DATA INI AKAN SENANTIASA KAMI UPDATE DI LAIN KESEMPATAN.
YAYASAN
1.    Yayasan Fatimah, Condet, Jakarta
2.    Yayasan Al-Muntazhar, Jakarta
3.    Yayasan Al-Aqilah
4.    Yayasan Ar-Radhiyah
5.    Yayasan Mulla Shadra, Bogor
6.    Yayasan An-Naqi
7.    Yayasan Al-Kurba
8.    YAPI,  Bangil
9.    Yayasan Al-Itrah, Jember
10.    Yayasan Rausyan Fikr, Jogya.
11.    Yayasan BabIIm, Jember
12.    Yayasan Muthahhari, Bandung
13.    YPI Al-Jawad, Bandung
14.    Yayasan Muhibbin, Probolinggo
15.    Yayasan Al-Mahdi, Jakarta Utara
16.    Yayasan Madina Ilmu, Bogor
17.    Yayasan Insan Cita Prakarsa, Jakarta
18.    Yayasan Asshodiq, Jakarta Timur
19.    Yayasan Babul Ilmi, Pondok Gede
20.    Yayasan Azzahra  Cawang
21.    Yayasan Al Kadzim
22.    Yayasan Al Baro’ah, Tasikmalaya
23.    Yayasan 10 Muharrom, Bandung
24.    Yayasan As Shodiq, Bandung
25.    Yayasan As Salam, Majalengka
26.    Yayasan Al Mukarromah, Bandung
27.    Yayayasan Al-Mujataba, Purwakarta
28.    Yayasan Saifik, Bandung
29.    Yayasan Al Ishlah, Cirebon
30.    Yayasan Al-Aqilah, Tangerang
31.    Yayasan Dar Taqrib, Jepara
32.    Yayasan Al Amin, Semarang
33.    Yayasan Al Khoirat, Jepara
34.    Yayasan Al Wahdah, Solo
35.    Yay. Al Mawaddah, Kendal
36.    Yay.Al Mujtaba, Wonosobo
37.    Yay.Safinatunnajah, Wonosobo
38.    Yayasan Al Mahdi, Jember
39.    Yay.Al Muhibbiin, Probolinggo
40.    Yayasan Attaqi, Pasuruan
41.    Yayasan Azzhra, Malang
42.    Yayasan Ja’far Asshodiq, Bondowoso
43.    Yayasan Al Yasin, Surabaya
44.    Yapisma, Malang
45.    Yayasan Al Hujjah, Jember
46.    Yayasan Al Kautsar, Malang
47.    Yayasan AL Hasyimm, Surabaya
48.    Yayasan Al Qoim, Probolinggo
49.    Yayasan al-Kisa’, Denpasar
50.    Yayasan Al Islah, Makasar
51.    Yayasan Paradigma, Makasar
52.    Yayasan Fikratul Hikmah, Jl Makasar
53.    Yayasan Sadra. Makasar
54.    Yayasan Pinisi,, Makassar
55.    Yayasan LSII, Makasar
56.    Yayasan Lentera, Makassar
57.    Yayasan Nurtsaqolain, Sulsel
58.    Yas Shibtain, Tanjung Pinang Kep Riau
59.    Yayasan Al Hakim, Lampung
60.    Yayasan Pintu Ilmu, Palembang
61.    Yayasan Al Bayan, Palembang
62.    Yayasan Ulul Albab, Aceh
63.    Yayasan Amali, Medan
64.    Yayasan Al Muntadzar, Samarinda
65.    Yayasan Arridho, Banjarmasin
MAJLIS TAKLIM
1.    MT. Ar-Riyahi
2.    Pengajian Ummu Abiha, Pondok Indah
3.    Pengajian Al Bathul, Cililitan
4.    Pengajian Haurah, Sawangan
5.    Majlis Taklim Al Idrus, Purwakarta
6.    Majlis Ta’lim An-Nur, Tangerang
7.    MT Al Jawad, Tasikmalaya
8.    Majlis Ta’lim Al-Alawi, Probolinggo
IKATAN
1.    Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI)
2.    Ikatan Pemuda Ahlulbait Indonesia (IPABI), Bogor
3.    HPI – Himpunan Pelajar Indonesia-Iran
4.    Shaf Muslimin Indonesia, Cawang
5.    MMPII, condet
6.    FAHMI (Forum Alumni HMI) Depok
7.    Himpunan Pelajar Indonesia di Republik Iran (ISLAT)
8.    Badan KerjaSama Persatuan Pelajar Indonesa Se- Timur Tengah dan Sekitarnya
(BKPPI).
9. Komunitas Ahlul Bait Indonesia (TAUBAT)
10. Ahlul Bait Indonesia (ABI)
LEMBAGA
1.    Islamic Cultural Center (ICC), Pejaten
2.    Tazkia Sejati, Kuningan
3.    Al Hadi, Pekalongan
4.    Al-Iffah, Jember
5.      Lembaga Komunikasi Ahlul  Bait (LKAB), wadah alumni qom, di motori oleh ICC Jakarta yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah Republik Islam Iran (RII). LKAB membawai Yayasan AI Munthazar, Fathimah Aqilah, Ar Radiyah, Mulla Sadra, An Naqi, Al Kubra, AI Washilah, MT Ar Riyahi dan gerakan dakwah Al Husainy.
SEKOLAH ATAU PESANTREN
1.    SMA PLUS MUTHAHARI di Bandung dan Jakarta
2.    Pendidikan Islam Al-Jawad
3.    Icas (Islamic College for Advanced  Studies) – Jakarta Cabang London
4.    Sekolah Lazuardi dari Pra TK sampai SMP,  Jakarta
5.    Sekolah Tinggi Madina Ilmu, Depok
6.    Madrasah Nurul Iman, Sorong
7.    Pesantren Al-Hadi Pekalongan
8.    Pesantren YAPI,  Bangil
PENERBIT BUKU-BUKU SYIAH
Lentera
Pustaka Hidayah
MIZAN
YAPI JAKARTA
YAPI Bangil
Rosdakarya
Al-Hadi
CV Firdaus
Pustaka Firdaus
Risalah Masa
Al-Jawad
Islamic Center Al-Huda
Muthahhari Press/Muthahhari Papaerbacks
Mahdi
Ihsan
Al-Baqir
Al-Bayan
As-Sajjad
Basrie Press
Pintu Ilmu
Ulsa Press
Shalahuddin Press
Al-Muntazhar
Mulla Shadra
CAHAYA
PENULIS-PENULIS SYIAH
Husain Ardilla
Alwi Husein, Lc
Muhammad Taqi Misbah
O.Hashem
Jalaluddin Rakhmat
Husein al-Habsyi
Muhsin Labib
Riza Sihbudi
Husein Al-Kaff
Sulaiman Marzuqi Ridwan
Dimitri Mahayana
VCD CERAMAH
Lihat di http://www.duapusaka.com
MAHASISWA QOM
1.    Muhammad Taqi Misbah Yazdi
2.    Euis Daryati, Mahasiswi S2 Jurusan Tafsir Al-Quran, Sekolah Tinggi Bintul Huda Qom.
Ketua Fathimiah HPI 2006-2007.
3.    Nasir Dimyati, S2 Jurusan Ulumul Quran Universitas Imam Khomeini Qom. Saat ini aktif
di BKPPI.
4.    Usman Al-Hadi, Mahasiswa S1 Jurusan Ulumul Quran Univ. Imam Khomeini Qom.
5.    Abdurrahman Arfan, S1 Jurusan Ushul Fiqh di Jamiatul Ulum Qom, Republik Islam Iran.
6.    M. Turkan, S1 Jurusan Filsafat & Irfan di Universitas Imam Khomeini Qom, Republik
Islam Iran
7.    Siti Rabiah Aidiah, Mahasiswi di Jamiah Bintul Huda, Qom, Jurusan Ulumul Quran.
8.    Muchtar Luthfi, Ketua Umum Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) di Republik Islam Iran
periode 2006-2007,  Sekjen Badan Kerjasama Perhimpunan Pelajar Indonesia (BKPPI)
se-Timur Tengah dan Sekitarnya.
9.    Herry Supryono, Mahasiswa S1 Fiqh dan Maarif Islamiyah di Madrasah Hujjatiyah Qom,
Republik Islam Iran.
10.    Saleh Lapadi, asal Sorong, alumni YAPI Bangil, Sekarang menempuh S2 di Qom Iran,
pimred islat (islam alternatif)
11.    Afifah Ahmad, Mahasiswi S1, Jurusan Maarif Islam di Jamiatul Bintul Huda, Qom
Republik Islam Iran
12.    Emi Nur Hayati Ma’sum Said, Mahasiswi S2 Jurusan Tarbiyah Islamiyah & Akhlak di
Universitas Jamiah Azzahra, Qom-Iran
13.    A. Luqman Vichaksana S1 Jurusan Filsafat & Irfan di Universitas Imam Khomeini Qom,
Republik Islam Iran
14.    Ammar Fauzi Heryadi, mahasiswa Jurusan Filsafat & Irfan di Universitas Imam
Khomeini Qom, Republik Islam Iran.
ALUMNI QOM
1.    DR. Abdurrahman Bima, Alumni dari Hawzah Ilmiah Qom, judul desertasi “Pengaruh
Filsafat dalam Konsep Politik Khomeni”.
2.    DR. Khalid Al-Walid, Alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, judul desertasi “Pandangan
Eskatologi Mulla Shadra”
3.    Muhsin Labib, Alumnus Hauzah Ilmiah Qom, Republik Islam Iran. Kandidat Doktor
Filsafat Islam di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.    Ali Ridho Al-Habsy cucu dari Habib Ali Kwitang, tahun 1974.
5.    Umar Shahab, tahun 1976
6.    Syamsuri Ali
7.    Jalaludin Rahmat
8.    Ahmad  Barakbah
TENTANG QOM
•    Tahun 1990 ada 50 orang belajar di Qom
•    Tahun 1999 jumlah alumni sudah lebih dari 100 orang
•    Tahun 2001, 50 mahasiswa indonesia melanjutkan studi di Qom
•    Tahun 2004,  90 mahasiswa Indonesia melanjutkan studi di Qom
MAJALAH / JURNAL
1.    Majalah Syi’ar
2.    Jurnal Al-Huda
3.    Jurnal Al-Hikmah
4.    Majalah Al-Musthafa
5.    Majalah Al-Hikmah
6.    Majalah Al-Mawaddah
7.    Majalah Yaum Al-Quds
8.    Buletin Al-Tanwir
9.    Buletin Al-Jawwad
10.    Buletin Al-Ghadir
11.    Buletin BabIIm
RADIO / TV
1.    IRIB (Radio Iran siaran bahasa Indonesia)
2.    Hadi TV, tv satelite (haditv.com)
3.    TV Al-Manar, Libanon, dpt diakses sejak April 2008, bekerja sama dengan INDOSAT
4.    Myshiatv.com
5.    Shiatv.net
WEBSITE
?    syiahali.wordpress.com
?   http://abatasya.net
?    www.jalal-center.com
?    www.fatimah.org
?    www.icc-jakarta.org
?    www. babilm.4t.com
?    http://www.ahl-ul-bait.org
?    http://www.islammuhammadi.com/id/
?    http://ahmadsamantho.wordpress.com
?    www.islamalternatif.net
?    ICAS (icas-indonesia.org)
?    Islamfeminis.wordpress.com
?    http://www.wisdoms4all.com/ind/
?    Yapibangil.org
?    Alitrah.com
BLOGROLL
?    Ahmad Samontho http://ahmadsamantho.wordpress.com/
?    Anak bangsa http://umfat.wordpress.com/
?    blog Ahlul Bait http://www.aimislam.com/links.html
?    Cahaya ISLAM http://abuaqilah.wordpress.com/
?    cinta Rasul http://cintarasulullah.wordpress.com/
?    Eraalquran http://eraalquran.wordpress.com/
?    GENCAR AHLULBAYT NUSANTARA http://musadiqmarhaban.wordpress.com/
?    Haidarrein http://haidarrein.wordpress.com/
?    Hikmah Islam http://farterh04.wordpress.com
?    ICC http://www.icc-jakarta.com/
?    Info syiah http://infosyiah.wordpress.com/
?    ISLAM FEMINIS http://islamfeminis.wordpress.com/
?    Islam syiah http://islamsyiah.wordpress.com/
?    Jakfari http://jakfari.wordpress.com/
?    Lateralbandung http://lateralbandung.wordpress.com/
?    Luthfis http://luthfis.wordpress.com/
?    Luthfullah http://luthv.wordpress.com/
?    Ma’ashshadiqin http://comein.blogs.friendster.com/
?    Madinah Al-hikmah http://madinah-al-hikmah.net/
?    Nargis http://mashumah.wordpress.com/
?    Pak Jalal http://www.jalal-center.com/
?    Ressay http://ressay.wordpress.com/
?    Pelita zaman http://www.pelitazaman.blogspot.com/
?    Sahib Al-Zaman http://haidaryusuf.wordpress.com/
?    Suara keadilam http://iwans.wordpress.com/
?    TASNIM http://eurekamal.wordpress.com/
?    Telaga Hikmah http://www.telagahikmah.org/id/index.php
?    Wahabisme http://wahabisme.wordpress.com/
?    Musa http://musakazhim.wordpress.com/
?    Ahlulbayt http://keluargaabi.wordpress.com/
?    Dsb, masih banyak lagi
RITUAL
1. Peringatan Maulid Nabi
2. Peringatan Idul Ghadir
3. Pelaksanaan ritual Shalat Iedain
4. Pelaksanaan ritual Lailatul Qadr
5. Peringatan Asyura.
6. 7. Majlis Doa Kumail, malam Jumat.
7. Ghadir Khum
KUTIPAN
“”Beliau adalah saudara saya,” kata Ahmadinejad saat SBY berkunjung ke Iran
“Syiah adalah mereka yang wajahnya pucat karena terjaga di malam hari. Mata mereka suram karena menangisi dosa. Punggung mereka membungkuk karena banyaknya shalat. Perut mereka tipis karena seringnya berpuasa. Bibir mereka kering karena melantunkan doa dan pada mereka terdapat tanda takwa karena Allah.”(Imam Ali bin Abi Thalib) http://luthfis.wordpress.com
UNIVERSITAS YANG DILINK OLEH AL-SHIA.ORG
1.    Institut Seni Indonesia Yogyakarta
2.    Politeknik Negeri Jakarta
3.    Sekolah Tinggi Informatika & Komputer Indonesia
4.    Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas
5.    STMIK AKAKOM Yogyakarta
6.    Universitas Gajah Mada
7.    Unibersitas Pembangunan Nasbional “Veteran” Jakarta
8.    Universitas Airlangga
9.    Brawijaya University
10.    Universitas Darma Persada Jakarta
11.    Universitas Gunadarma
12.    Universitas Islam Indonesia
13.    Universitas Muhammadiyah Jakarta
14.    Universitas Negri Malang
15.    Universitas Negeri Manado
16.    Universitas Negeri Semarang
17.    Universitas Pendidikan Indonesia
18.    Universitas Pertanian Bogor
19.    Institut Teknologi Nasional Malang
20.    Politeknik Negeri Ujung Pandang
21.    Institut Seni Indonesia Yogyakarta
22.    STIE Nusantara
23.    Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
24.    Universitas Klabat
25.    Universitas Malikussaleh
26.    Universitas Negeri Makasar
27.    Universitas Sriwijaya
28.    UPN Veteran Jawa Timur
BERITA
?    Mukhtamar III IJABI 28 Februari – 1 Maret 2008. Tempat: Celebes Convention Center (CCC), Makassar. Peserta: 1.000 orang ahlul bait Indonesia, dan tokoh syiah Timur Tengah dan Eropa. Pembicara: Syaikh Muhammad Salak, wakil Majma’ Ahlul Bait Teheran, Ayatullah DR. Sayyed Muhammad Musawi, pimpinan ahlul bait London, Dr. Jalaluddin Rachmat Ketua Dewan Syurah Ijabi Indonesia
?    Server Terbesar Syiah Di-Hack
Kelompok hacker yang beridentitas Group_Xp, tadi malam [Kamis, 18, Sep 2008] mengaku telah meng-hacker server Syiah terbesar di dunia melalui server Al-Baith [ns1.al-shia.com dan ns3.al-shia.com).
Dikatakan, kelompok hacker tersebut meninggalkan pesan berbahasa arab dan mengaku dari kelompok wahabi Emirat Arab. Selain itu mereka juga mengaku telah merusak semua situs-situs Syiah yang oleh mereka sebagai Rafidhah.
ULAMA RUJUKAN DI QOM
Di Qom terdapat 23 ulama yang bisa menjadi rujukan untuk diikuti. Di bawah ini beberapa marja’ yang cukup terkenal di Qom.
1.    Ayatullah Sayyid Ali al-Khamenei, 68 tahun. Pemimpin besar (Rahbar) ini adalah pengganti Imam Khomeini
2.    Ayatullah Muhammad Imami Kasyani
3.    Ayatullah al-Uzhma Syeikh Muhammad Taqi Bahjat Fumani
KERJA SAMA
Universitas Islam Alaudin Makasar dengan Yayasan Ahlul Bait, Iran tahun 2004 dengan program sisipan (sandwich program) kuliah tamu, bantuan buku-buku literatur Islam untuk mendukung pengkajian studi Islam
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah Hidayatullah April 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta (alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red) Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran
TENTANG IJABI ( IKATAN JAMAAH AHLUL BAIT INDONESIA)
Berdiri : 1 Juli 2000 di Bandung
Pendiri : DR. Jalaluddin Rachmat
DR. Dimitri Mahayana dari ITB
DR. Hadi Suwastio
Ketua Dewan Syura : DR. Jalaluddin Rachmat
Ketua Dewan Tanfidziyah : DR. Dimitri Mahayana
Sekretaris umum: Emilia Az
-    Mayoritas pengikutnya berpendidikan tinggi serta berasal dari kalangan pribumi
-    Melarang pengikutnya nikah mut’ah
(http://mengintip-dunia.blogspot.com/2007/11/nikah-mutah-antara-kenikmatan-dan.html)
Tahun 2008:
-    satu-satunya organisasi legal ahlulbait
-    Tersebar di 33 propinsi, 84 cabang, 145 sub-cabang, 125 kantor lokal.
-    Jumlah anggota sekitar  2, 5 juta anggota
-    Memiliki 10 sekolah gratis dan 1 klinik gratis
TENTANG ISLAMIC CULTURAL CENTER JAKARTA
öAlamat : . Buncit Raya Kav. 35 Pejaten Barat Jakarta 12510
PO.BOX 7335 jkspm 12073 Telp.: 021-7996767 Faks.: 7996777
VISI
Terwujudnya masyarakat islami yang tercerahkan spiritual dan intelektual dengan integritas tinggi dalam membuka cakrawala baru.
Dewan Pendiri
DR. Haidar Bagir
Prof. DR. Jalaluddin Rakhmat
Umar Shahab, MA
Direktur
Syaikh Mohsen Hakimollahi
MITRA
1. Departemen Agama
2. Majelis Ulama Indonesia
3. Ormas keagamaan
4. Lembaga Swadaya Masyarakat
5. Lembaga Ahlul Bait dalam dan luar negeri
6. Media massa cetak dan elektronik
7. Perguruan tinggi.
TENTANG YAYASAN AL-ITRAH
Tempat    : Bangil
Berdiri    : 1996
Latar belakang: keikhlasan tekad untuk mengenalkan Ahlulbayt Nabi saw  kepada para pecintanya, serta fenomena fakumnya kajian nonformal yang membahas ilmu-ilmu Ahlulbayt di kota Bangil
Pengurus
Ketua:Ali Ridho Assegaf
Wakil Ketua:M. Baqir
Sekertaris I:Zaid Alaydrus
Sekertaris II:Husein Al-Haddad
bertambah banyak yg belajar ingin tahu ttg syiah, itu adalah fakta, anda tidak percaya, lihat lah dari hari ke hari perkembangan yg berkunjung di acara2 Syiah di Indonesia
Syiah adalah kaum yang mengikuti ajaran kebenaran Nabi Muhammad Saw, yang diteruskan oleh para Imam yaitu para keturunan yang terjaga Kesuciannya.. jadi tiada keraguan atas setiap kebenaran yang disampaikan oleh para Imamah dengan ilmu-ilmunya yang berdasar pada logika. sebagaimana manusia diciptakan dengan akal, sehingga sebaik-baik manusia adalah manusia yang mampu menggunakan akal-nya dengan baik dan dapat berlogika atas kebenaran ajaran-ajaran islam sebenarnya
.
Saya juga berproses, hingga saya menganggap kebenaran sepenuhnya pada syiah… dimana suatu Imam terakhir akan datang yaitu Imam mahdi, yang jelas keturunan dari Nabi Muhammad SAW dan Imam Ali bin Abi thalib – fatimah Az-Zahra, kemudian Imam Hasan & Imam Husein – Imam Ali Zainal Abidin – Imam Muhammad Al-Baqir – Imam Ja’far Ash-Shadiq – Imam Musa Al-Kazim – Imam Ali Al-Ridha – Imam Muhammad Al-Jawad – Imam Ali Al-Hadi – Imam Hasan Al-Askari – Imam MAHDI a.s.
.
Dimana hal tersebut tidak pernah saya temukan dalam Sunni, sehingga membuat keraguan dalam diri saya selam bertahun-tahun..saya juga mempelajari agama-agama islam lainnya bahkan agama-agama lainnya. Sehingga sampai akhirnya saya bertemu seseorang yang dapat menjelasakan struktur kebenaran dalam Islam. dan saat ini pun saya masih banyak perlu belajar dan mengkaji akan setiap kebenaran di muka bumi yang  ini.. maka saran saya, jadilah manusia yang terbuka dengan logika positif terlebih dahulu jangan mengambil kesimpulan terlalu cepat bila hanya mengetahui kulitnya saja, tapi kenalilah setiap sesuatu sampai pada akarnya… baru kalian-kalian simpulkan, apakah hal yang kalian bicarakan itu baik atau buruk…
syiah akan terus berkembang seiring dengan semakin berkembangnya tingkat rasio serta intelektualitas masyarakat, karena syiahlah sepengetahuan saya yg masih melestarikan khasanah intelektual islam, sementara mazhab lain justru menenggelamkannya menjadi doktrin yang tabu untuk di diskusikan.semakin banyak hujatan serta umpatan kepada kaum syiah, semakin besar pula rasa ingin tahu masyarakat akan syiah, rasa ingin tahu inilah yang menjadi modal awal untuk kemudian memilih syiah sebagai paradigma alternatif
.
saya yakin website ini dan website lain yang memiliki warna yang sama, memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perkembangan syiah khususnya di indonesia
saya belum pernah melihat suatu aliran / mazhab agama apapun yg berani menawarkan kritikan sehebat syiah, dalam islam suny ada istilah ” apa yg terjadi diantara sahabat kita didak berhak berkomentar” inilah yg menjadikan orang / pencari kebenaran akan lari dari kebenaran sejati yg didapat hanya suatu anggapan atau kebenaran semu yg jauh dari rasionalitas yg dianugrahkan allah swt pada ummatnya. dan banyak lagi masalah yg dihadapi oleh islam suny yg pada akhirnya akan membelenggu kemerdekaan berpikir ummat.
.
Dunia ini telah lama disibukkan oleh pertengkaran antara Iran dan Amerika, dunia islam bergejolak menyikapi apa yang sedang terjadi, kaum muslimin di berbagai belahan dunia menyuarakan protesnya terhadap amerika yang punya trek record buruk terhadap kemanusiaan dan di nilai Negara doyan perang itu, apalagi kini Negara yang sedang di incar adalah Negara yang di anggap berpotensi menyumbangkan kekuatan bagi kalangan muslim
.
Tetapi beberapa kalangan menilai bahwa iran bukanlah sebuah Negara sepertimana yang di anggap, bahkan tak sedikit juga kalangan kaum muslimin yang menganggap bahwa Iran lebih berbahaya dari Amerika jika berkuasa dan punya kekuatan. Benarkah demikian? Apa yang alasannya? Iran dan undang-undang dasarnya Iran adalah sebuah negara yang berdasarkan ideologi
.
Perjalanan Iran khususnya pasca revolusi khomeini 1979 benar-benar merupakan praktek dari madzhab Syi’ah yang dianutnya. Ini tercantum dalam undang-undang dasar negara Iran pasal 12 yang berbunyi:
“Agama resmi negara Iran adalah Islam dengan madzhab ja’fariyah 12 imam. Pasal ini tidak boleh diubah selamanya.”
Nampak jelas negara Iran berdasar atas ideologi sektarian, yaitu berdasar madzhab ja’fari 12 imam yang tak lain hanyalah nama lain dari Syi’ah imamiyah. Ini diperkuat lagi dengan pasal 72 yang berbunyi:
“Majlis syura Islami tidak berhak membuat undang-undang yang menyelisihi prinsip-prinsip madzhab resmi negara.”
Hal ini juga tercantum pada pasal 85. Begitu juga pasal 144 berbunyi:
“Tentara republik Islam Iran haruslah berbentuk tentara Islam, yaitu berdasarkan kepada akidah dan terdiri dari pasukan yang meyakini visi dan misi revolusi Islam.” Sumpah presiden Iran yang tercantum pada pasal 121 berbunyi sebagai berikut:
“Saya sebagai presiden bersumpah demi Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa, di depan Al Qur’an dan di depan seluruh rakyat Iran, saya akan menjaga madzhab resmi negara….”
Selain berdasarkan pada madzhab syi’ah imamiyah, negara Iran adalah negara kesukuan persia. Bahasa dan tulisan persia dijadikan bahasa resmi negara. Hal ini termaktub dalam pasal 15.
Maka memahami madzhab Syi’ah adalah kunci untuk memahami sepak terjang dan arah politik negara Iran.
“afala ta’qilun , afala tatafakkaruun” itulah yg diajarkan allah swt pada ummatNya. sudah menjadi agama fitrah yakni islam dikenal dan dilaksanakan melalui pikiran yg rasional tidak melalui dktrin2 yg susah diterima dengan akal. usaha apapun yg dilakukan untuk membendung ajaran fitrah (syiah) ini tidak akan berhasil. selama orang masih menggunakan akalnya.
Walaupun tidak semua; tetapi banyak Ulama Sunnah yang rajin mengakafirkan Kaum Syiah; berdasarkan buruk sangka dan kebohongan2 tentang madhab Ahlul Bait (Syi’ah) yang sengaja dikarang oleh Ulama Sunni sendiri.
ALLAH akan mengadili semua manusia di hari Qiyammah nanti; dan ALLAH akan menentukan siapa saja yang sesat dan siapa saja yang tidak sesat; tetapi Ulama Sunni tertentu telah mendahului ALLAH; sehingga Ulama Sunni tertentu main hakim sendiri dan mengkafirkan Kaum Syiah.
Kaum Syiah berusaha mencerdaskan ummat Islam dengan cara menerangkan AlQuran dan Hadith; karena Kaum Syiah tidak suka melihat penyebaran agama Kristen yang cepat di dalam negara2 muslim.
Ulama Sunni yang tidak bertangung-jawab sengaja mengarang kebohongan2 tentang Kaum Syiah untuk menghancurkan persatuan ummat Islam dari dalam tubuh ummat Islam sendiri.
di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima dengan welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di Indonesia.
mereka menerima Iranian Corner di berbagai Universitas Muhammadiyah itu. Cara berfikirnya model mantan rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya buku-buku dari Iran
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah Hidayatullah April 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta (alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red) Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah
saat sudah kalap, karena melihat kemajuan lawan maka wahabi ngomongnya sudah srudak sruduk. ilmiahnya gk lagi dipake. ini adalah sindrom inferior. penyakit ini biasanya dimiliki oleh orang 2 kalah dan terima!
setahu saya penyakit ini banyak melanda kalangan wahabiah. kerjanya hanya marah2 tapi gak punya karya intelektual.
ingatlah Alqur”an: janganlah suatu kaum menjelek jelekan saudaramu boleh jadi kaum yang dianggap jelek lebih baik dari kamu
.
Tidak kurang dari 7.000-an mahasiswa Indonesia diperkirakan sedang dan telah belajar ke Iran, sebuah negara yang notabene pusat cuci otak untuk menjadi pendukung Syiah. Kabar ini dikemukakan oleh salah seorang anggota DPR Komisi VIII, Ali Maschan Musa, termuat di http://www.republika.co.id dengan link http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/03/03/167288-ribuan-pemuda-belajar-di-iran-polri-diminta-waspadai-syiah.
Padahal sewaktu kemarin ada evakuasi besar-besaran mahasiswa Indonesia di Mesir, ternyata jumlah mereka hanya sekitar 4.000-5.000 orang saja. Kalau yang kuliah ke Iran sampai angka 7.000, berarti ini bukan angka yang main-main.
“Saya tahun 2007 ke Iran dan bertemu dengan beberapa anak-anak Indonesia di sana yang belajar Syiah. Mereka nanti minta di Indonesia punya masjid sendiri dan sebagainya,” kata Ali dalam rapat dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen (Pol) Ito Sumardi, di ruang rapat Komisi VIII DPR, Jakarta, Kamis (3/3).
Ini berarti dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan diramaikan oleh demam paham Syi`ah. Karena dalam hitungan 4-5 tahun ke depan, tentu mereka akan kembali ke Indonesia dengan membawa paham yang secara tegak lurus bertentangan dengan paham umat Islam di Indonesia yang nota bene ahli sunnah wal jamaah.
Perkembangan Syiah di Indonesia
Sebenarnya untuk melihat hasil dari `kaderissasi` pemeluk syi`ah di Indonesia, tidak perlu menunggu beberapa tahun ke depan. Sebab data yang bisa kita kumpulkan hari ini saja sudah biki kita tercengang dengan mulut menganga.
Betapa tidak, rupanya kekuatan Syi`ah di negeri kita ini diam-diam terus bekerja siang malam, tanpa kenal lelah. Hasilnya, ada begitu banyak agen-agen ajaran syi`ah yang siap merenggut umat Islam Indonesia untuk menerima dan jatuh ke pelukan ajaran ini.
Iranian Corner di Perguruan Tinggi Islam
Perkembangan Iranian Corner di Indonesia khususnya Perguruan Tinggi cukup marak. Di Jakarta, Iranian Corner ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Jogjakarta sebagai kota pelajar malah punya tiga sekaligus, yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah. Di Malang juga ada di Universitas Muhammadiyah Malang.
Islamic Cultural Center (ICC)
Di Indonesia Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu.
Dii antara tokoh yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI -Majelis Ulama Indonesia Pusat) dan Prof Quraish Shihab (mantan Menteri Agama), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir dan O. Hashem. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Beasiswa Pelajar ke Iran
Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini diperkirakan ada 7.000-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada ribuan yang sudah pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya.
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren.
Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Yayasan, Pengajian dan Ikatan Penyebar Aqidah Syi`ah
Pada tahun 2001 saja sudah terdapat 36 yayasan Syi`ah di Indonesia. Dan tidak kurang dari 43 kelompok pengajian yang intensif menanamkan aqidah syi`ah sudah berdiri

Sumber: http://syiahali.wordpress.com/2011/11/23/perkembangan-syiah-makin-pesat-di-indonesia/

Gerakan Wahabi Internasional
Syiah Ahlul Bait Diantara Syiah Inggris & Syiah Amerika
Islam Times- Di samping itu, di bagian atas dari layar penayangan acara itu tertulis slogan "Allahu Akbar ... Aisyah Fin Nar", dan untuk pertama kalinya dalam sejarah hal seperti ini terjadi.
Syiah Takfiri
Syiah Takfiri

Ayatullah Uzma Ali Khamenei mengatakan, Syiah yang dipropagandakan melalui media massa London dan Amerika dengan target memecah belah umat tidaklah berada di jalur Syiah yang sesungguhnya.

Demikian pernyataan Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Uzma Ali Khamenei dalam pertemuan besar dengan para pengurus haji tahun ini.

Menurut Pemimpin Islamitu, tokoh-tokoh Syiah seperti Imam Khomeini ra senantiasa menekankan persatuan umat Islam. Karena itu, Syiah yang dipropagandakan melalui media massa London dan Amerika dengan target memecah belah umat tidak berada di jalur Syiah yang sesungguhnya.

Beberapa tahun terakhir ini muncul berbagai media massa termasuk televisi yang mengatasnamakan Syiah dengan maksud memecah belah umat Islam. Media-media tersebut diantaranya adalah;

1. Ahl-e-Bait TV (www.ahl-e-bait.com)

Sengaja kota suci Qom dipilih sebagai pusat pendirian stasiun ini dan nama suci Ahli Bait dipilih sebagai namanya. Warga Afganistan bernama Hasan Allahyari menjadi direktur utamanya. Sejak awal lahirnya, stasiun TV ini menonjolkan perbedaan antar mazhab Islam dan menekankan kelangsungan acara duka Fathimiyah yang diberi nama Acara Muhsiniyah, dan menyelenggarakan acara pesta Idul Zahra yang bersamaan dengan meninggalnya Khalifah Umar bin Khathab.

Allahyari dalam pernyataannya menyatakan, stasiun TV ini didukung oleh para marjik taklid, tapi pernyataan ini ditolak tegas oleh para ulama, bahkan Ayatullah Qurbanali Muhaqiq Kabuli marjik taklid Afganistan yang tinggal di Qom dan yang semula mendukung stasiun ini setahun setelah mengetahui substansinya yang memecah belah umat mengeluarkan pernyataan resmi tentang pentingnya persatuan umat Islam.

Dalam pernyataan itu dia menegaskan, "Kepada seluruh pengikut Ahli Bait as dan Syiah, sesungguhnya kami mohon dengan sangat untuk sama sekali tidak memberikan bantuan materi dan maknawi kepada stasiun TV parabola Ahl-e-Bait TV. Menurut kami, pemberian bantuan syar\'i –apa pun namanya- kepada stasiun ini atau stasiun-stasiun serupa dan acara lain –apa pun namanya- yang beraktivitas memecah belah umat bukan hanya tidak sah menurut syariat Islam, bahkan terhitung sebagai perbuatan membantu tindakan dosa dan melampaui batas".

Pandangan Politik Allahyari

Beberapa pandangan politik Allahyari selaku direkturnya bisa diringkas sebenagio beriktut:
1. Mengobarkan perpecahan antara Syiah dan Sunni.

2. Mendukung slogan "Tidak Gaza tidak pula Libanon" dengan dalih yang harus dibebaskan terlebih dulu adalah Baqi'.

3. Menjauhkan orang-orang Syiah dari marjik-marjik taklid; menurut direktur stasiun TV ini, tidak ada satu pun dari marjik taklid Syiah yang adil. Bahkan berulangkali dia melecehkan Ayatullah Uzma Imam Khomeini, Ayatullah Uzma Khamenei, Ayatullah Uzma Makarim Syirazi, dan Ayatullah Uzma Behjat.

4. Menghantam Negara Republik Islam Iran dan menjatuhkan citranya sebagai pendukung Kaum Mustadafin menjadi musuh Ahli Bait!

5. Membanding-bandingkan pemerintah Imam Khomeini ra dengan pemerintahan Dinasti Abbasi.

6. Membela Amerika dengan alasan kebebasan berekspresi yang dijunjung di negeri ini.

Hasan Allahyari ini sendiri berdomisili di Amerika. Perlu diketahui bahwa di Amerika ada undang-undang stasiun TV parabola yang isinya apabila sebuah stasiun TV melakukan pelecehan terhadap hal-hal yang sakral menurut kelompok mazhab, pemikiran atau sosial tertentu maka stasiun itu dibubarkan dan surat izinnya dicabut.

Tapi untuk stasiun Ahl-e-Bait TV pemerintah AS tidak membubarkannya dan tidak juga mencabut surat izinnya?! Karena stasiun TV ini menentang Republik Islam Iran dan memecah belah umat Islam?!

Keyakinan Atas Dasar Pemikiran Kelompok Hujatiyah

Keyakinan dan kata-kata Allahyari cocok sekali dengan pemikiran kelompok Hujatiyah. Menurutnya, orang-prang Syiah tidak boleh melakukan gerakan reformasi Islam, kesadaran Islam dan sebagainya-, melainkan mereka hanya boleh menanti secara pasif sampai kedatangan Imam Mahdi af.

Stasiun TV ini menyebarluaskan upacara pukul kepala dan badan dengan senjata tajam untuk memperingati perjuangan Imam Husain as. Padahal, para ulama Syiah seperti Ayatullah Uzma Ali Khamenei melarangnya.

Target stasiun TV ini adalah mengarahkan orang-orang Syiah pada pemikiran Kelompok Hujatiyah yang juga merupakan produk Inggris dan Amerika; karena itu inti aktivitasnya adalah mencaci maki Ahli Sunnah, bahkan mengelurkan fatwa hukuman mati untuk orang-orang Sunni. Sekarang pun kita dapat menyaksikan berbagai pelecehan dan penghinaan dari pihak Allahyari dan stasiun TV  yang diberi nama suci Ahli Bait. Dengan cara ini dia ingin memecah belah antara saudara muslim Syiah dan Ahli Sunnah.

Stasiun Produk Gedung Putih

Berapa waktu lalu, Hujatul Islam Nabawi deputi Badan Tablig Hauzah Ilmiah Qom membeberkan data-data yang membuktikan aktivitas Amerika di balik Ahl-e-Bait TV, dikatakannya, "Tujuan Stasiun yang mengatasnamakan pembelaan terhadap Syiah dan penyebaran ajaran Ahli Bait as ini adalah pencitraan buruk Mazhab Syiah."

Karena sensitivitas yang terus meningkat terhadap stasiun TV ini, pengadilan istimewa Ruhaniah di Qom memutuskan hukum penyegelan kantor stasiun TV itu. Keputusan ini menyebabkan para aktor di balik stasiun ini mencaci maki ulama Islam dan pula Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Uzma Ali Khamenei.

Mereka menyebut sistem pemerintahan Islam Iran sebagai pendukung Ahli Sunnah dan mengklaimnya sebagai sistem yang hendak melemahkan Mazhab Syiah Ahli Bait as. Bersamaan dengan itu, tokoh-tokoh Kelompok Hujatiyah menggugat kebebasan kelompok Ahli Sunnah untuk bertindak di Iran dan menuntut dukungan terhadap Ahl-e-Bait TV.

2. Salaam TV (http://www.salaamtv.org)

Islam Minus Politik & Politik Minus Islam

Berapa tahun yang lalu, jarang sekali orang secara serius menyadari bahaya Islam Amerika yang bersembunyi di balik kedok tablig Syiah dan menyusup di tengah barisan pengikut Ahli Bait as. Tapi sekarang, tampaknya jalinan erat antara Stasiun ini dengan gelombang politik dan anti keamanan, jarang orang yang tidak mengerti bahwa stasiun TV Salaam bekerja untuk politik emperialis anti Islam. Lebih lagi hari-hari ini para pendukung sekularisme terjun langsung ke kancah politik dan menentang keras Republik Islam.

Direktur stasiun TV Salaam membentuk jaringan atas nama "Kelompok Ruhaniawan Tradisional Iran Kontemporer" dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan keras yang mendukung kerusuhan-kerusuhan di Republik Islam Iran.

Pendanaan

Ketika setiap hari kita mendengar berita baru tentang pembantasan transfer dana bagi orang-orang Iran di seluruh dunia, tapi stasiun TV Salaam malah mengumumkan sekian banyak nomor rekening di negara-negara seperti Amerika, Jerman, Australia, dan Dubai untuk menampung bantuan dana dari para pemirsanya.

Stasiun TV ini disiarkan melalui Satelit Hotbird yang tentu saja menuntut biaya sewa yang tinggi. Ditambah lagi dengan biaya pendirian dan pengelolaannya sehingga mencakup seluruh benua, itu pun dengan iklan yang sangat terbatas. Karena itu, sudah pasti stasiun TV Salaam ini memiliki sumber dana yang jauh lebih dari sekedar bantuan para pemirsa. Dan sampai sekarang, direktur dan administratornya tidak memberikan penjelasan yang transparan mengenai hal ini.

Bukan hal yang sulit untuk diketahui bahwa dolar Amerikalah yang mendanai stasiun TV Salaam dan menggaji pekerjanya. Hal itu diperkuat dengan tidak diterapkannya undang-undang pembubaran stasiun TV yang memprovokasi pertikaian antar mazhab dan melecehkan hal-hal yang sakral menurut mazhab.

Kedok Dakwah

Berapa waktu lalu, kelompok Hujatiyah yang punya pengaruh pada stasiun TV Salaam mengimbau direkturnya untuk menambah tingkat akseptabilitas atasiun ini di tengah masyarakat dengan cara mendapatkan pernyataan dukungan dari marjik-marjik tradisional, bukan dari marjik-marjik politik. Hal itu karena di tengah masyarakat terkenal bahwa stasiun TV ini ditentang oleh para marjik. Itulah kenapa kemudian acara-acara TV ini sering menyebut nama marjik dan ruhaniawan terkenal.

Berapa tahun terakhir juga kita menyaksikan stasiun ini senantiasa berusaha keras untuk memperkenalkan aksi pukul kepala dan badan dengan senjata tajam sebagai salah satu tradisi Islam, dan tentu saja acara seperti ini didukung oleh musuh-musuh Islam. Di salah satu acara itu, Muhammad Hidayati Direktur TV Salaam yang sekaligus merupakan ahli agama di Voice of Amerika mengatakan, "Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, ternyata aksi pukul kepala dan badan dengan senjata tajam ini mempunyai latar belakang yang kuat di dalam Al-Quran".

Ruhaniawan palsu ini memutarbalikkan ayat Al-Quran berusaha mengatasnamakan aksi itu sebagai ajaran Al-Quran".

Tapi, begitu dangkal dan salah kaprahnya argumentasi Hidayati sampai-sampai ahli agama di kandang yang sama tidak tahan untuk diam diri dan tidak menggugatnya. Ahli agama itu bernama Mahdi Khalaji, ketika itu juga dia angkat suara menentang celotehan ruhaniawan palsu dari Washington DC itu seraya mengatakan, "Apa yang dikatakan oleh Hidayati betul-betul salah kaprah dan merupakan pemalsuan terhadap Al-Quran."

Setelah itu, acara tetap digiring untuk menyebutkan aksi pukul kepala dan badan dengan senjata tajam sebagai tradisi tua kelompok Syiah dan faktor mentalitas keberanian serta pengorbanan, karena itu menurut acara tersebut aksi ini diperbolehkan oleh pemerintah Amerika untuk diselenggarakan di sana, sehingga orang-orang Syiah dengan mudah sekali melakukan aksi itu di jalan raya-jalan raya Amerika.

Sekularisme

Salah satu kriteria stasiun TV Salaam adalah penekanan terhadap sekularisme atau pemisahan agama dari politik dan sebaliknya. Di samping itu, ia juga senantiasa menyoroti dan menjunjung para marjik taklid yang sedikit banyak bergerak melawan Revolusi Islam Iran. Ditambah lagi dengan upayanya yang tidak kenal henti untuk mengobarkan perpecahan antar mazhab dan pelecehan terhadap Ahli Sunnah.

3. Fadak TV ( http://www.fadak.tv/)

Syiah Versi Peleceh Ahli Sunnah


Dalam hal pecah belah umat untuk merebut kekuasaan, Inggris memang ahlinya. Salah satu yang dilakukannya adalah mempersiapkan seorang Syiah Dua Belas Imam dengan paras dan penampilan santri atau kiai yang sangat menarik, lalu menyediakan Husainiyah untuk dia di London dengan segenap fasilitas yang dibutuhkan seperti mimbar pidato, bahkan stasiun TV dan Hauzah Ilmiah yang berfungsi sebagai media penyebarannya atas nama Syiah Sejati dan musuh pertama Wahabi.

Yasir Yahya Abdullah Alhabib direktur stasiun TV Fadak lahir pada tahun 1977 jebolan Universitas Kuwait di jurusan ilmu politik. Masih muda sekali usianya, tiga tahun setelah mendirikan "'Yayasan Khuddam Al Mahdi" di Kuwait sikap-sikap radikalnya memaksa pemerintah Kuwait untuk menyegel yayasannya dan memenjarakan dirinya.

Tingkah laku sembrono pemuda ini ternyata menarik perhatian Inggris; secepat kilat mereka menjadikan penangkapan Alhabib sebagai pusat perhatian badan-badan resmi HAM di Inggris dan Amerika. Aparat Kuwait sendiri pasti terkejut kenapa badan-badan resmi HAM itu memilih kiai muda ini di antara sekian tahanan di sana, tapi daripada tambah ruwet persoalannya maka belum genap tiga bulan di penjara mereka telah membebaskannya.

Kiai muda bebas dari penjara dan langsung bersahabat dengan pihak-pihak terkait di Inggris. Tak lama kemudian dia mendapat suaka dan perlindungan dari Inggris dan seketika itu pula dia pergi ke utara negeri tersebut. Tidak butuh lebih dari dua tahun tinggal di sana dia sudah berhasil domisili di London dan mengembangluaskan kegiatannya secara pesat. Terbitlah surat kabar "shianewspaper", berdirilah Hauzah Ilmiah bernama "Imamain Askariyain", launchinglah stasiun TV satelit Fadak dan pada tahun 2010 yayasan dia di London dipindah-kembangkan menjadi Husainiyah Sayidus Syuhada, dan menyediakan kompleks baru untuk hauzah, kantor, media surat kabar, situs, dan kantor untuk stasiun TV Fadak.

Ruhaniawan muda inilah yang sekarang aktif sekali di mimbar-mimbar London berpidato atas nama Syiah untuk seluruh pemirsa di dunia demi kepentingan imperialisme modern.

Api Yang Menyasar Sunni dan Membakar Syiah

Supaya lebih jelas, cukup kiranya tiga tahun kita mundur ke belakang; tepatnya pada Bulan Ramadan 1431 H, tanggal 17 bulan itu yang merupakan hari kematian wafatnya Siti Aisyah istri Nabi Saw, kiai muda bayaran Inggris ini menggelar majelis di Husainiyah dan berpidato di atas mimbar dengan segala macam caci maki serta kata kotor terhadap istri nabi tersebut.

Setelah menyebutkan alasan-alasan busuknya untuk membuktikan fitnah kemunafikan dan kepestaporaan istri nabi itu, dia mengakhiri pidatonya dengan seruan strategis! seraya berkata, "Perayaan hari kebinasaan Aisyah adalah keniscayaan agama; karena, hari kebinasaan Aisyah merupakan hari kemenangan Islam yang agung".

Situs kiai bayaran Inggris ini dengan penuh bangga melaporkan bahwa stasiun TV Fadak menayangkan perayaan penuh berkah ini secara penuh. Di samping itu, di bagian atas dari layar penayangan acara itu tertulis slogan "Allahu Akbar ... Aisyah Fin Nar", dan untuk pertama kalinya dalam sejarah hal seperti ini terjadi. Di sela-sela acara juga dilantunkan kasidah-kasidah kegembiraan atas apa yang mereka sebut dengan kebinasaan pucuk kekafiran Aisyah dan rasa syukur atas kenikmatan lepas diri dari istri Nabi Saw ini.

Fatwa Pemadam Fitnah Perpecahan

Sebelumnya, Alhabib kiai muda bayaran Inggris ini menerbitkan buku yang isinya tiada lain penghinaan dan pelecehan terhadap Siti Aisyah istri Nabi Saw, dan saat itu pula ulama dan kaum Syiah mengecam keras buku itu. Khususnya ulama Syiah di Kuwait dan Saudi Arabia, seperti Syaikh Amri, Syaikh Husain Ma'tuq, Syaikh Hasan Shaffar, Syaikh Ali Alumuhsin, Syaikh Abduljalil Samin, Syaikh Namir, dan Sayid Hasyim Salman menunjukkan sikap dan reaksi keras terhadapnya.

Tindakan kiai muda bayaran Inggris ini berhasil merusak citra Mazhab Syiah di berbagai penjuru dunia, bahkan seperti yang dikatakan oleh Syaikh Abdulaziz Alusyaikh mufti awal Saudi Arabia perbuatan dia telah mencegah perkembangan Mazhab Syiah di negara-negara Arab dan Islam serta mengembalikan orang-orang yang cenderung kepada mazhab ini ke jalan yang sebelumnya.

Sikap kiai muda bayaran Inggris ini juga berhasil mengobarkan kebencian kelompok Wahabi terhadap kelompok Syiah, sehingga para ulama papan atas Syiah sendiri kewalahan dalam meredam kebencian itu dan menciptakan perdamaian. Maka pada akhirnya, para ulama Syiah Saudi Arabia mengirimkan surat pertanyaan fatwa kepada Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Uzma Ali Khamenei tentang masalah ini, jawaban fatwa dia menjadi pemadam fitnah perpecahan yang lebih luas. Dia berfatwa:

"Pelecehan terhadap simbol-simbol saudara Ahli Sunnah, antara lain tuduhan terhadap istri Nabi Saw adalah haram. Hal ini juga mencakup istri-istri semua nabi, khususnya Sayidul Anbiya "Nabi Agung Muhammad Saw"

Fatwa ini langsung tersebar melalui stasiun TV al-Jazeera, suratkabar Al Anba' Kuwait, situs Muhith, suratkabar Al Safir Libanon, Al Hayat London, situs radio-televisi Mesir dan lain-lain.

Syaikh Al Azhar, Ahmad Thayib di dalam surat pernyataannya bahkan memberikan reaksi yang positif sekali terhadap fatwa Pemimpin Revolusi Islam ini, dia mengatakan:

"Dengan pujian dan kerelaan hati saya telah menerima fatwa penuh berkah Imam Ali Khamenei mengenai pengharaman terhadap penghinaan atas sahabat Nabi ra atau pelecehan terhadap istri-istri Rasulullah Saw. Fatwa ini berasal dari pengetahuan yang benar dan kesadaran yang dalam tentang bahaya apa yang telah dilakukan oleh ahli fitnah, dan ini menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh akan persatuan umat Islam. Hal yang membuat fatwa ini menjadi lebih penting daripada yang lain adalah prihal kemunculan fatwa itu dari salah seorang ulama besar muslim dan salah satu marjik taklid Syiah yang paling besar bahkan yang sekaligus merupakan Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran.

Saya, berdasarkan posisi keilmuan dan mengingat tanggungjawab syariat yang harus dipikul, menyatakan bahwa upaya demi persatuan umat Islam adalah wajib, sedangkan perbedaan antara pengikut mazhab-mazhab Islam harus dibatasi pada tingkat perbedaan pendapat di antara ulama dan para ahli yang sekiranya tidak sampai membahayakan persatuan umat Islam. Karena Allah Swt berfirman, "Dan jangan kalian bertikai niscaya kalian jadi lemah dan kehilangan kekuatan, dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." [IT/Onh/Ass]

Sumber: http://www.taqrib.info/indonesia/ dan http://www.islamtimes.org/vdcjhvethuqeyiz.bnfu.html

 Sunni dan Syiah Bersaudara
Iran, Syiah dan Fitnah-fitnah Murahan
Islam Times- Kesemua tamu itu sunni. Dan sepulangnya mereka menulis pengalaman mereka selama di Iran dan dimuat dimedia. Tidak ada cerita sunni dibantai, cerita sahabat-sahabat Nabi dilaknat dimimbar-mimbar, tidak ada cerita mereka menemukan Al-Qur'an orang Iran yang berbeda, tidak ada cerita praktik nikah mut'ah yang kebablasan sampai katanya dimasjid-masjid di Iran disediakan ruangan khusus untuk melakukan praktik mut'ah.
Qom, makam Sayyidah Ma
Qom, makam Sayyidah Ma'sumah

Sejak 2007 saya berada di Iran. Dipertengahan tahun itu saya pertama kali menginjakkan kaki di kota Qom. Bukan tanpa informasi. Saya justru mendapat bekal, Iran itu negeri Syiah. Syiah itu sesat bahkan bukan bagian dari Islam. Mereka punya Al-Qur'an yang berbeda dengan yang dibaca kaum muslimin dinegeri muslim lain di dunia. Sehari sebelum berangkat, Ust. Said Abdushshamad tokoh yang getol mengkampanyekan gerakan anti Syiah di Makassar menemuiku. Sangat kebetulan, saudara kandung beliau, bertetanggaan dengan rumah ibuku di Makassar.

Mungkin beliau tahu informasi rencana kepergianku ke Iran dari Puang Tia, saudara perempuannya itu. Diapun menjejaliku dengan nasehat untuk waspada terhadap ajaran Syiah. Saya cukup mengiyakan saja. Setiba di Iran, yang disampaikan hampir semuanya berkebalikan. Saya melihat Iran negara yang Islami, justru sangat Islami. Tidak ada satupun perempuan yang bebas keluar rumah tanpa mengenakan jilbab, dan hampir semuanya berwarna hitam.

Dimanapun aku mampir shalat berjama'ah, masjid-masjid nyaris penuh. Kompleks Haram dijantung kota Qom, tempat dimakamkannya Sayyidah Fatimah Maksumah sa adik kandung Imam Ridha as terbuka 24 jam. Dan peziarah selalu berdatangan tanpa henti. Aktivitas Islami tidak pernah tidak terlihat dikompleks itu. Ada yang mengaji, shalat, membentuk kelompok-kelompok kecil untuk membahas masalah agama, atau sekedar bercengkrama dengan keluarga. Anak-anak kecil bebas lari berkeliaran.

Setelah berkeluarga, sayapun selalu membawa istri dan kedua anakku ditempat itu selepas maghrib dan pulang kerumah menjelang subuh. Yang menarik, dan menurut saya, ini nilai lebihnya Haram itu, tersedia posko-posko tanya jawab dan diskusi agama. Sebut saja seperti ruang pengaduan di gereja. Bukan untuk membeli surat pengampunan dosa. Sama sekali bukan.

Melainkan untuk bertanya masalah agama: aqidah, akhlak dan fiqh serta konsultasi keluarga. Semua ada posko khususnya. Termasuk posko khusus mengecek benar tidaknya bacaan dalam shalat. Yang melayani adalah pakar-pakar Islam dibidangnya. Saya sering mampir bertanya masalah aqidah. Mereka menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan. Sementara istri betah berlama-lama di posko fiqh, menanyakan masalah amalan keseharian.

Disepanjang jalan, terpampang papan-papan reklame yang bertuliskan pesan-pesan Islami dan baliho-baliho besar gambar Ayatullah plus informasi jadwal pengajiannya (bukan baliho kampanye politik). Di baliho itu tertulis, hari ini kelas tafsir, besoknya kelas akhlak, lusanya kelas fiqh di sini dan disitu. Tidak hanya itu ceramah para Ayatullah itu disiarkan di tivi-tivi secara langsung bahkan lewat radio.

Esoknya sudah tersedia cd-cd rekamannya di kios-kios CD, dan selalu laku keras. Warga Iran memang pendengar yang baik. Mereka betah mendengar ceramah ataupun pidato-pidato politik berjam-jam. Momentum shalat Jum'at dimanfaatkan pemerintah Iran untuk menyampaikan pesan-pesan politik. 2-3 jam sebelum khutbah Jum'at, jama'ah Jum'at dijejali orasi politik satu dua tokoh aktivis, kebanyakannya menceritakan kondisi dunia Islam, dan selalu terdengar slogan perlawanan terhadap AS dan Israel.

Di mimbar Jum'at bahkan ditulis, AS letaknya dibawah kaki kami. Kalau pidatonya membakar, jama'ah serentak berdiri, mengepalkan tangan sembari meneriakkan yel-yel dukungan terhadap pemimpin mereka dan kecaman terhadap AS. Persis situasi demonstrasi di jalan-jalan. Dengan kondisi seperti itu, sangat ganjil kalau sampai ada yang mengantuk. Bagi yang sibuk dan tidak sempat membaca Koran tiap hari, cukup mendengarkan pidato-pidato tersebut, ia akan paham apa yang terjadi selama sepekan itu. Karena itu, rakyat Iran tidak mudah terpengaruh propaganda murahan dari media-media asing. Mereka mandiri disegala hal, ekonomi, keamanan, budaya, sosial dan politik.

Masjid-masjid di Qom, tidak terlalu besar, tapi lapang dan nyaman bagi jama'ah. Terdapat beberapa kursi, buat mereka yang kesulitan shalat dengan duduk melantai. Terdapat bantal sandaran, buat para orangtua lanjut usia untuk menyandarkan tubuhnya saat mendengarkan ceramah atau sekedar mengaji. Dan dihari-hari tertentu, sambil dengar ceramah kita bisa menikmati segelas susu dan 1-2 biji kurma yang disediakan gratis pengurus masjid.

Setelah shalat, remaja masjid akan membagikan Al-Qur'an, hampir disemua masjid ada program membaca al-Qur'an satu-dua halaman berjama'ah. Dipimpin qari-qari yang bacaannya sangat merdu. Di Tv ada saluran khusus menyiarkan program-program Qur'ani. Semua acara serba Qur'ani. Kelas tafsir, kelas ulumul Qur'an. Bincang-bincang Al-Qur'an menjawab problem keseharian, termasuk menyiarkan profil-profil para penghafal Al-Qur'an.

Iran kaya dengan hafiz Al-Qur'an. Mulai dari usia sekolah dasar, remaja sampai usia dewasa. Saya pernah mewancarai beberapa remaja Iran yang hafal Al-Qur'an. Mulai dari Ali Amini yang telah menghafal Qur'an di usia 8 tahun sampai Mujtaba Karsenasi yang menghafal 30 juz al-Qur'an diusia 15 tahun. Mereka adalah penerus dari Husan Tabatabai, Doktor Cilik Penghafal Qur'an, yang dikenal sebagai mukjizat abad 20 karena memiliki penguasaan dan pengetahuan Al-Qur'an yang mengagumkan, sampai mendapat gelar doctor honoris causa bidang studi Al-Qur'an. Wawancara saya itu dimuat dalam buku Bintang-bintang Penerus Doktor Cilik yang kususun bersama bu Dina Sulaeman dan suaminya, diterbitkan Pustaka Iiman pertengahan tahun 2011.

Toko-toko buku jumlahnya hampir berimbang dengan toko kelontong. Di tengah kota, hampir disetiap lorong ada toko buku. Bukan hanya buku-buku karya ulama Syiah namun juga kitab-kitab ulama Sunni. Diperpustakaan pun demikian. Meski berbeda, orang-orang syiah tidak fobia terhadap karya-karya ulama sunni. Hal yang berbeda dari mereka yang menyebut syiah itu sesat. Bisa jadi bahkan melihat langsung buku-buku syiah saja mereka tidak pernah.

Mahasiswa Indonesia di Iran, tidak semuanya Syiah. Ada juga yang Sunni. Mereka tersebar di Teheran, Ghorghon dan Esfahan. Untuk menepis fitnah, di Iran warga Sunni dibunuhi, disiksa dan mendapat perlakuan tidak adil dari pemerintah Iran yang Syiah, saya mewancarai teman asal Indonesia yang belajar di Universitas agama yang bermazhab Sunni. Namanya Syarif Hidayatullah dan wawancara itu dimuat di ABNA. Dari lisannya, ia menepis tudingan dan fitnah tidak bertanggungjawab itu.

Pemerintah Iran gemar menyelenggarakan event-event internasional. Konferensi Mahdawiyat, konferensi ulama Islam, konferensi pemuda Islam, konferensi perempuan Islam, MTQ Internasional dan Pameran kitab Internasional yang melibatkan banyak negara muslim. Karena itu, banyak tokoh-tokoh nasional kita yang mengunjungi Iran sebagai delegasi Indonesia dalam event-event tersebut. Selama di Iran, setidaknya saya sudah bertemu dengan DR. Amin Rais (tokoh Muhammadiyah), Prof. Quraish Shihab (mantan menteri agama dan mantan ketua MUI), Dr. Umar Shihab (ketua MUI Pusat) dan Muh. Maftuh Basyuni (menteri agama kabinet SBY-JK). Tokoh-tokoh nasional itu mengunjungi langsung kampus saya di Qom.

Berbincang dan membuka ruang dialog dengan mahasiswa Indonesia di Qom. Tidak ada yang ganjil. Mereka tidak meminta kami waspada dengan Iran dan Syiahnya. Justru meminta semua mahasiswa Indonesia belajar serius dan bisa memanfaatkan ilmunya jika kembali ke tanah air. Dengan adanya event-event internasional yang melibatkan banyak negara muslim tersebut menyodorkan fakta yang tidak terbantahkan, Iran diakui keberadaannya sebagai negara Islam. Terlebih lagi Republik Islam Iran juga memang termasuk dalam anggota OKI, organisasi internasional yang beranggotakan khusus negara-negara yang bermayoritas penduduk muslim. Tidak ada satupun negara yang keberatan dengan penamaan Iran sebagai Republik Islam juga semakin menguatkan fakta itu.

Hubungan mahasiswa Indonesia di Qom dengan KBRI di Teheran pun sangat akrab. Berkali-kali pihak KBRI datang ke Qom mengadakan silaturahmi, buka puasa bersama, atau silaturahmi pasca lebaran. Mengundang untuk menonton timnas PSSI yang bertanding di Teheran. Ataupun pada saat 17 Agustus, upacara bendera dan makan bersama. Saya pernah meraih juara I lomba penulisan karya tulis ilmiah yang diadakan KBRI Teheran. Dan perlu teman-teman tahu, semua staff di KBRI Teheran tidak ada yang Syiah, semuanya Sunni.

Kalaupun memang Sunni mendapat tindakan semena-mena dari pemerintah Iran, bahkan katanya di Teheran tidak ada masjid Sunni, staff KBRI yang akan lebih dulu menyampaikan hal itu. Atau minimal kedutaan besar Malaysia, Arab Saudi, Mesir, dst yang ada di Teheran. Mengapa yang getol menyebarkan propaganda negatif tentang Iran justru media-media yang tidak satupun staff atau wartawannya yang pernah ke Iran?. Guru-guru besar UIN Syarif Hdayatullah Jakarta bahkan sejumlah guru besar UIN Alauddin Makassar pernah ke Iran.

Seorang Dosen Unismuh Makassar pernah ke Qom, mengadakan penelitian tesis doktoralnya. Saya yang menemani beliau berkunjung ke Teheran dan Masyhad. Mengajaknya shalat berjama'ah dibeberapa masjid-masjid. Ia shalat sambil bersedekap dengan tenang di tengah-tengah jama'ah Iran yang tidak bersedekap. Saya pernah menyambut tamu dirumah, ketua umum PB HMI, dan delegasi HMI yang ikut dalam konferensi perempuan internasional di Teheran.

Kesemua tamu itu sunni. Dan sepulangnya mereka menulis pengalaman mereka selama di Iran dan dimuat dimedia. Tidak ada cerita sunni dibantai, cerita sahabat-sahabat Nabi dilaknat dimimbar-mimbar, tidak ada cerita mereka menemukan Al-Qur'an orang Iran yang berbeda, tidak ada cerita praktik nikah mut'ah yang kebablasan sampai katanya dimasjid-masjid di Iran disediakan ruangan khusus untuk melakukan praktik mut'ah. Yang ada semangat ukhuwah dan persahabatan yang menakjubkan dari orang-orang Iran yang mazhabnya beda.

Saya yang sampai saat ini masih berada di Iran masih sering mendapat kiriman konten-konten yang negatif tentang Iran dan Syiah, sembari menasehatkan saya tentang bahaya Syiah. Saya tegaskan, sekalipun pada akhirnya saya tidak memilih Syiah sebagai mazhabku dalam berIslam, saya tidak akan merusak diri dengan mengkafirkan sesama muslim.

Yang mengkafirkan orang-orang Syiah yang juga bersyahadat, shalat, puasa, zakat dan naik haji. Saya tidak mungkin mau menghina akal sehat dan rasioku dengan lebih mempercayai mereka dari apa yang saya lihat dan rasakan langsung. Kalau Prof. Amin Rais, DR. Diin Syamsuddin, KH. Hasyim Mazudi, Habib Rizieq, Muh. Maftuh Basyuni , guru-guru besar UIN, akdemisi Universitas2 Islam Indonesia yang dengan hanya beberapa jam di Iran telah berkesimpulan untuk tidak sampai mengkafirkan Syiah bagaimana dengan saya yang hidup ditengah-tengah mereka bertahun-tahun, dan melihat langsung amalan-amalan mereka?.

Sayang, bahkan selama Ramadhan inipun mereka kelompok takfiri masih juga getol menyebar berita dusta tentang Iran dan rakyatnya. Kebanyakan yang melakukan itu adalah aktivis dakwah, aktivis ormas Islam, bahkan katanya akademisi di lembaga penelitian. Apa ketika saya kembali ke tanah air, dan kembali ditemui oleh KH. Said Abdushshamad (sekarang sudah Kyai Haji) dan menjelaskan kepada saya tentang Iran seakan lebih tahu dari saya sendiri yang menetap bertahun-tahun di Iran dan mengingatkan tentang kesesatan dan kekafiran Syiah seakan lebih tahu dari saya yang mendengar langsung ceramah-ceramah Syiah dari Ayatullah di Qom, apa saya akan mempercayainya karena beliau Kyai Haji, karena beliau ketua umum LPPI Indonesia Timur dan karena beliau jauh lebih tua dari saya?.

Sangat mengerikan menyerahkan urusan Islam kepada mereka.

Saat bersantai di Kompleks Haram Sayyidah Maksumah.

Sumber: https://m.facebook.com/notes/ismail-amin/iran-syiah-dan-fitnah-fitnah-murahan-itu/10153040916700494 dan http://www.islamtimes.org/vdcawinui49nai1.h8k4.html

 Iran-Indonesia Peringati 1000 Tahun Hubungan Budaya
"Tujuan digelarnya Festival Budaya Iran dan Indonesia adalah untuk mengenalkan lebih dalam budaya dan kesenian negara Muslim, Indonesia kepada rakyat Iran, menggagalkan propaganda negatif anti-Islam dan mengenalkan kepada masyarakat Iran soal hubungan 1000 tahun kedua negara."

 Iran-Indonesia Peringati 1000 Tahun Hubungan Budaya
Menurut Kantor Berita ABNA, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Mohammad Nuh dan Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran, Ali Jannati, akan menghadiri Indonesian Cultural Festival yang akan berlangsung di Tehran, 19-25 September 2013. Meskipun Festival akan dimulai pada 19 September 2013, namun Festival yang akan berlangsung di di 3 tempat yaitu Milad Tower, Andisheh Cultural Center dan Wisma Duta Indonesia baru akan resmi dibuka oleh kedua menteri pada 22 September 2013.
Festival yang dimaksudkan untuk mempromosikan hubungan bilateral Indonesia-Iran khususnya dalam bidang kebudayaan dan pendidikan tersebut diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tehran Republik Islam Iran atas kerjasama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dengan Kementerian Budaya dan Bimbingan Islam Iran serta beberapa lembaga terkait lainnya akan menggelar Festival Budaya bertema, "1000 Tahun Hubungan Budaya Indonesia-Iran".
Festival diselenggarakan sebagai momentum memperingati 1 millennium hubungan Indonesia dan Iran, bumi Nusantara dan tanah Persia.
Meskipun kedua negara saat itu belum terlahir secara harfiah dan konstitusional, namun fakta berbicara lebih dari seribu data, masyarakat di tanah nusantara dan persia telah menjalin kerjasama emosional dan fungsional sejak 10 abad lalu. Meski fakta menyatakan bahwa hubungan diplomatik baru berlangsung 60 tahun, namun keeratan hubungan antara masyarakat kedua negara telah terjalin sejak 1.000 tahun.
Hal tersebut bukanlah bualan, ditemukannya pusara berbahasa Parsi di kawasan Barus, Sumatera-Barat-Indonesia, menjadi bukti arkeologis yang menyuarakannya. "Satu Millennium Persaudaraan Indonesia dan Iran, Nusantara dan Persia", mungkin demikian ungkapan yang tepat untuk merefleksikan usia eratnya hubungan kedua negara dan bangsa.
Usia 1.000 tahun diharapkan dapat menjadi momentum yang tepat bagi kedua negara dan bangsa untuk dapat merekatkan kembali hubungan emosional tersebut ke dalam berbagai bentuk kerjasama yang lebih nyata dan relevan sesuai dengan tuntutan dan tantangan terkini, baik di bidang politik, ekonomi dan sosial-budaya. Dan momentum itulah yang saat ini oleh KBRI Tehran dijadikan sebagai dasar untuk menyelenggarakan Festival Kebudayaan Indonesia, yang dapat dijadikan sebagai titik awal untuk membuka era baru hubungan kedua negara dan bangsa.
Festival kebudayaan ini akan menampilkan berbagai pertunjukan kesenian dan hasil karya seni dan budaya Indonesia yang dapat mengingatkan kembali memori masyarakat Persia akan budaya nusantara.
Rangkaian kegiatan antara lain berupa pertunjukan tari Zapin dan tari Indang serta musik Angklung dan Sape, Promosi dan Workshop tenun dan batik, Promosi kerajinan tangan, Promosi busana muslim Indonesia (Fashion Show), Bazaar, Pameran artifak, Festival film (Emak Ingin Naik Haji, Rindu Kami Padamu, the Mirror Never Lies, Sang Pencerah, Laskar Pelangi dan Tjoet Nja’ Dhien), dll. Semua kegiatan tersebut terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya apapun.
Selain akan dihadiri oleh para pejabat negara, rangkaian kegiatan dalam Festival ini juga akan dihadiri tidak kurang dari 10.000 orang dari seluruh Iran. Promosi dan diseminasi informasi mengenai penyelenggaraan Festival dilakukan secara intensif oleh KBRI baik melalui media cetak (interview menjelang peringatan HUT RI ke-68 dengan 9 koran terbesar di Iran, pembuatan suplemen tentang Indonesia di Koran Iran News, media gathering, dll.),  media elektronik (interview dengan IRIB, IRINN, CHN, TV5, dll.), media sosial (email, facebook), korespondensi dengan berbagai instansi terkait di pemerintah dan swasta seperti Indonesia-Iran Friendship Society (IIFS), Iran Chamber of Commerce, Industries, Mines and Agricultures (ICCIMA) Pusat dan Daerah, Asosiasi Kerajinan Tangan Iran, berbagai pusat kebudayaan dan universitas di Iran, dll.
Festival ini merupakan hasil kerjasama antara KBRI Tehran dengan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan RI, Museum Nasional, Pemprov Kalimantan-Barat, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Museum Tekstil Pemprov DKI Jakarta serta Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran, Islamic Culture and Relation Organisation (ICRO), Universitas Tehran, Pusat Kebudayaan Andisheh dan Milad Tower.
KBRI Tehran berharap Festival ini dapat semakin meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Persia tentang keragaman dan kekayaan budaya Indonesia serta potensi wisata nusantara yang dapat meningkatkan arus kunjungan wisatawan Iran dan mendorong peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara.
Dian Wirengjurit, Duta Besar Indonesia untuk Iran dalam acara pembukaan Festival Budaya ini mengatakan, "Tujuan digelarnya Festival Budaya Iran dan Indonesia adalah untuk mengenalkan lebih dalam budaya dan kesenian negara Muslim, Indonesia kepada rakyat Iran, menggagalkan propaganda negatif anti-Islam dan mengenalkan kepada masyarakat Iran soal hubungan 1000 tahun kedua negara." 
Dubes Indonesia di Tehran menambahkan, "Tehran kota yang sangat cantik, modern dengan infrastruktur dan fasilitas yang luas untuk warganya. Tehran menciptakan fasilitas layanan sosial yang banyak bagi warganya dan ia merupakan kota hijau bagi penghuninya."
Secara khusus, kegiatan tersebut diharapkan akan menjadi titik awal jalinan kerjasama ke depan di bidang pendidikan dan kebudayaan, terutama terkait dengan pendidikan tinggi dan pertukaran budaya serta kerjasama di bidang kajian dan dokumentasi sejarah seni yang terkait dengan sejarah hubungan nusantara dan Persia di masa lampau.
Rincian acaranya sebagai berikut :
1.     Konferensi Pers,
Tanggal       : 17 September 2013
 Waktu         : 12.30-14.00
Tempat        : KBRI Tehran
2.     Soft Opening Festival,
Tanggal       : 19 September 2013
 Waktu         : 11.00-13.00
Tempat        : Lantai 2 Lobi Milad Tower
3.     Inagurasi,
Tanggal       : 22 September 2013
Waktu          : 17.00-19.30
Tempat        : Ruang Utama, Pusat Konferensi Internasional, Milad Tower
4.     Kuliah Umum, "1000 Tahun Hubungan Budaya Indonesia-Iran.",
Tanggal       : 22 September 2013
Waktu          : 11.00-12.00
Tempat        : Syeikh Morteza Ansari, Fakultas Hukum dan Ilmu Politik Universitas Tehran, Enghelab Eslami Ave.
5.     Peragaan Busana,
Tanggal       : 23 September 2013
Waktu          : 10.00-12.00
Tempat        : Kediaman Duta Besar Republik Indonesia di Tehran, Nobonyad Square, Shahid Langari St., Golzar St., Arab St., No. 5.
6.     Seminar "1000 Tahun Hubungan Budaya Indonesia-Iran",
Tanggal       : 23 September 2013
Waktu          : 10.00-12.00
Tempat        : Pusat Kebudayaan Andishe
7.     Pembukaan Festival Film,
Tanggal       : 19 September 2013
Waktu          : 17.00-21.00
Tempat        : Pusat Kebudayaan Andishe
8.     Talk Show Film,
Tanggal       : 21 September 2013
Waktu          : 17.00-21.00
Tempat : Pusat Kebudayaan Andishe

0 comments to "Pelajar Republik Indonesia yang bermazhab Islam Sunni Syafe'i "BELAJAR" Islam Sunni di Republik Islam Iran yang bermazhab Islam Syi'ah 12 Imam / Jakfari...HIdup PErsatuan ISLAM.....yang suka ADU DOMBA pasti ZIONIS Internasional Abad ini...!!!!!"

Leave a comment