Home � � Mengintip Pernikahan Mahasiswa di Iran

Mengintip Pernikahan Mahasiswa di Iran

Mengintip Pernikahan Mahasiswa di Iran
:: Ismail Amin ::


Pengantin pria, Mahyudin yang dinikahkan
oleh pengurus bidang kerumahtanggaan Markaz.
Foto: Ismail Amin.


Citizen reporter Ismail Amin, mahasiswa asal Makassar yang menuntut ilmu di Hauzah Ilmiyah Qom, Iran menghadiri pernikahan rekannya di sana. Memutuskan menikah di negeri orang, jauh dari keluarga, bagaimanakah cara dan rasanya? Ternyata, banyak hal unik yang tidak mungkin ditemukan dalam pernikahan yang umumnya diadakan di tanah air.(p!)
Pernikahan lazimnya diadakan di tengah-tengah keluarga dan orang-orang yang kita cintai. Namun berbeda dengan pasangan Mahyuddin dan Shinta Riany Siola yang menikah Kamis 22 Mei 2008 lalu. Karena keadaan, mereka terpakas menjalani proses pernikahan yang berbeda. Keduanya melakukan akad nikah dan resepsi pernikahan di Qom, Iran, jauh dari keluarga, sanak saudara dan teman-teman sepermainan.

Prosesi pelamaran sampai acara resepsi pernikahan pasangan ini -yang keduanya alumni Universitas Hasanuddin- ini terhitung sangat sederhana. Dimulai dari proses ta'aruf, sebab keduanya sebelumnya hanya saling kenal nama. Setelah ada kesepakatan maka dilanjutkan dengan perbincangan antar keluarga. Di sinilah uniknya. Kedua keluarga mempelai yang berada di Makassar, saling mengunjungi dan bersilaturahmi, membicarakan keinginan kedua anak mereka yang jaraknya ribuan kilometer.

Resepsi pernikahan pun dilakukan sesuai kesepakatan bersama. Tanpa diawali proses mappaci (penyucian diri) sebagaimana umumnya pernikahan adat Bugis-Makassar. Mempelai laki-lakipun tidak diharuskan membawa erang-erang untuk mempelai perempuan. Dan tidak ada seorangpun yang hadir mengenakan baju bodo, sebab di Iran, mustahil menemukan baju khas Makassar ini. Meskipun ada, oleh aturan hukum Iran tidak bisa dikenakan di depan umum.

Hal yang memudahkan prosesi pernikahan antar pelajar asing di Iran, diantaranya, karena International Center for Islamic Studies (ICIS) atau Markaz Jahone Ulumul Islami, lembaga yang menaungi para pelajar asing yang berada di Iran memiliki bidang Khoney Wodeh (kerumahtanggaan). Inilah yang membedakan Iran dengan negara lain yang memberikan fasilitas beasiswa kepada pelajar asing. Sebab Iran tidak sekedar memberikan beasiswa pendidikan namun juga fasilitas perumahan lengkap dengan perabotannya secara gratis. Sehingga bagi pelajar asing yang telah menikah, dengan belajar di Iran tidak mengharuskan mereka meninggalkan keluarga. Sebab dapat tinggal bersama dan belajar di Iran . Uniknya lagi, ada larangan bagi pelajar asing untuk bekerja mencari penghasilan tambahan. Jika hal ini dilakukan, tak ayal sanksi pun dijatuhkan dan dikeluarkan dari madrasah tempat belajarnya.

Untuk pesta pernikahan pun pihak laki-laki tidak harus merogoh saku celana dalam-dalam. Sebab dari biaya gedung, biaya konsumsi, bahan desain ruangan sampai biaya undangan semua telah ditanggung pihak Markaz. Yang harus dikerjakan hanyalah mendesain ruangan sesuai dengan selera dan mengedarkan undangan sedangkan biaya yang harus dikeluarkan dari pihak pengantin hanyalah mahar dan biaya lain-lainnya. Prosesi pernikahan Mahyuddin, pelajar Madrasah Hujjatiyah dengan Shinta Riany Siola pelajar Madrasah Jamiyatuh Zahra berlangsung setelah shalat Isya pukul 20.30 malam di Foreign Students Apartment 20ts Mitre-e Fajr, Husainiyah Zanbil Obod. Hadir sebagai wali pihak perempuan (mewakili wali yang berada di tanah air setelah mendapatkan izin dan pelimpahan hak wali) Hujjatul Islam Ogoye Binyioz yang menggantikan Ayatullah Nuri Muhammadi yang berhalangan hadir karena sakit. Dan yang menikahkan adalah Hujjatul Islam Ogohye Zakhomat, kepala bidang kerumahtanggaan Markaz Jahone Ulumul Islami. Hadir sekitar 250 orang pelajar Indonesia yang berada di Qom dan beberapa teman dekat kedua mempelai dari negara lain.

Mahar yang dipersembahkan Mahyuddin sebagai ungkapan cintanya, kitab Al-Qur'anul Karim, kitab Nahjul Balaghah (kumpulan khutbah dan surat Imam Ali), kitab Shahifatul Sajidah (kumpulan do'a Imam As-Sajjad) dan emas senilai 5 juta Real (mata uang Iran ). Setelah pembacaan akad nikah, Mahyuddin yang telah sah menjadi suami dari Shinta dihantar menuju tempat pelaminan perempuan yang berada di gedung yang terpisah. Shalawat bergemuruh mengiringi perjalanan Mahyuddin menemui Shinta yang baru saja disuntingnya. Yang mengharukan adalah perbicangan kedua pengantin dengan orang tua mereka melalui telepon meminta restu dan doa. Keduanya tidak bisa bersimpuh di kaki orangtua mereka. Pukul 22.00 acara sederhana ini pun selesai.

Kedua pengantin diantar dengan berjalan kaki menuju kamar pengantin di apartemen pelajar yang berada di lantai tiga. Mereka mernuju sebuah kamar buat pelajar yang telah berkeluarga yang terdiri dari 3 ruangan, dapur dan satu kamar mandi lengkap dengan mesin cuci, kulkas, kompor gas dan perabotan rumah tangga lainnya. Yang kesemuanya telah disediakan secara gratis. Setibanya di depan pintu kamar, rombongan yang mengantar meninggalkan keduanya.
Berbeda dengan kedua pasangan ini, Muhammad Habri Zein pelajar dari Bandung menikah dengan cara yang lebih unik lagi. Kalau Mahyuddin menikah tidak berada di tengah keluarga, Habri justru menikah tidak didampingi mempelai perempuan. Akad nikah diucapkannya sekitar 6 bulan lalu melalui telepon. Karena pasangannya berada di tanah air, maka prosesi mengantar ke kamar pengantin tidak dilaluinya. Menurut selentingan berita yang saya dapat, tokoh nasional kita, Amin Rais dan Gus Dur juga menikah lewat telepon sewaktu mereka masih belajar di luar negeri. Kalau mau tahu bagaimana rasanya, tanyakan kepada mereka.(p!)

*Citizen reporter Ismail Amin dapat dihubungi melalui email ma_ipa@yahoo.co.id

Tags:

0 comments to "Mengintip Pernikahan Mahasiswa di Iran"

Leave a comment