Home , , , , � Media

Media

IMBAS MEDIA TERHADAP BUDAYA BANGSA
Ini adalah era informasi. Begitu sering diungkap. Tetapi, apalah manfaat sebuah informasi kalau yang menangkapnya tidak memiliki kecerdasan yang memadai? Terlebih, sangat disayangkan karena saat ini berkembang upaya untuk melakukan distorsi terhadap informasi bagi kepentingan-kepentingan eksploitasi secara politik, ekonomi, maupun budaya. Dan bahaya terhadap yang terakhir ini (budaya) sangatlah krusial.
impact of media


Bersama Fuad al-Hadi
Inilah yang mengemuka dalam wawancara dengan Fuad al-Hadi, seorang mubaligh muda asal Jakarta dan pengamat media yang sangat concern terhadap persoalan budaya bangsa. Berikut petikannya.

Bagaimana pendapat atau pandangan Anda berkait dengan kebebasan pers yang telah menyebabkan perubahan prilaku bangsa kita dengan sangat ekstrim?

Sebetulnya, penyebab dari perubahan prilaku bangsa kita yang sangat mencengangkan ini bukan hanya dipengaruhi oleh pers saja; ia adalah bagian dari instrumen media. Kalau kita ibaratkan, media adalah sebuah keluarga besar di mana salah-satu anak kandungnya yang sekarang ini lahir adalah pers.
Jadi, mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa media memiliki saham yang tidak kecil dalam perubahan prilaku bangsa kita.
Terdapat banyak hal yang mungkin dapat kita deteksi. Pertama, kebutuhan akan informasi. Ini adalah peluang besar bagi para pengusaha media untuk memanfaatkan potensi ini. Tidaklah terlampau penting apakah itu termasuk informasi yang dibutuhkan ataukah tidak. Kedua, minimnya alat sortir atau filter keilmuan untuk memilah informasi yang layak ataukah tidak layak untuk dikonsumsi. Ini dapat dilihat dari anggaran pendidikan yang sangat minim yang telah menyebabkan terjadinya jarak yang cukup jauh antara masyarakat dengan ilmu pengetahuan, yang sebetulnya menjadi haknya.

Apa dampak dari semua ini? Yakni lahirnya satu generasi instant; generasi yang hanya menerima informasi siap saji. Tidak peduli apakah itu bermanfaat ataukah tidak. Dan pola penyajian seperti ini telah menjadi candu sehingga mereka tak mau bersusah-payah; merasa cukup hanya dengan membaca selembar koran atau duduk rapi di depan televisi dan merasa telah mendapatkan ilmu atau informasi. Wajar saja kalau terjadi perubahan secara perlahan ataupun drastis, karena hal ini memang dilakukan secara rutin dan istiqamah.

Apakah Anda melihat adanya ancaman yang serius terhadap nilai-nilai kita?

Kita tidak dapat mengingkari atau lari dari kenyataan bahwasanya kita berada di era informasi, yang sebelumnya umat manusia telah diantar oleh era industri. Sebagaimana era industri telah mengancam manusia dengan menguapnya nilai-nilai kemanusiaan, saat ini pun kita mengalami hal yang sama atau bahkan lebih dahsyat dari sebelumnya. Pada era industri, manusia telah berubah menjadi robot, sementara di era informasi ini manusia, khususnya masyarakat kita, tengah diupayakan untuk menjadi hewan.

Kita dapat melihat perubahan ini dalam peristiwa yang selalu bermunculan di negeri kita ini. Sopan-santun sebagai ciri ketimuran telah menjadi kenang-kenangan sejarah. Makian adalah cara untuk mengungkapkan aspirasi. Bongkar-muat aib merupakan menu pokok berita. Percerain adalah trend baru dalam masyarakat modern, sehingga kalau ada selebritis yang sampai saat tertentu tetap awet umur pernikahannya, ia akan menjadi bahan pemberitaan yang disuguhkan ke publik dan masuk di kolom Aneh Tapi Nyata. Kita dapat bayangkan bagaimana sensitivitas masyarakat sudah menjadi imun, sehingga aib, perselingkuhan, dan kekerasan telah menjadi hal yang biasa. Ini adalah suatu kondisi kehewanan yang jauh dari nilai moral yang agung sebagai manusia.

Adakah serangan yang sistematis yang sengaja dilakukan oleh anasir asing?

Ada satu formula baru yang dijadikan syarat untuk dapat menguasai dunia, yaitu kemampuan untuk menguasai informasi. Artinya, informasi dapat dijadikan pil ampuh untuk melemahkan satu bangsa. Media yang merupakan pipa yang menghantarkan mengalirnya informasi ini tidak dapat dibatasi oleh sekat apapun. Ia mampu menerobos suatu negeri tanpa melalui pintu imigrasi; tanpa passport dan tanpa visa. Pertama, mereka membersihkan jalan untuk mulusnya arus informasi ini dengan judul kebebasan pers atau berkarya. Yang kita ketahui, jargon ini muncul dari luar dengan bendera demokrasi. Mereka masuk dengan legal karena payung hukumnya telah disahkan oleh para agen resminya di negeri ini. Dan kebebasan pers atau media ini hanya sebagai anak tangga atau wasilah untuk menggapai tujuan utama mereka.

Sebenarnya, apakah cara yang efektif untuk menangkal serangan budaya semacam ini?

Tentu, tidaklah mudah untuk menghadapi semua ini, dan hal ini memerlukan kesadaran massal dari seluruh elemen masyarakat kita. Idealnya, kita juga memiliki sarana yang sama dari apa yang mereka gunakan. Kita harus punya surat kabar, radio, televisi, dan ini menuntut modal yang tidak kecil. Tapi jika memang sarana ini tidak mungkin, kita harus mengoptimalkan segenap kemampuan kita untuk memberikan kepada masyarakat tentang informasi yang sebetulnya harus dikonsumsi, tentang budaya yang steril dari virus ataupun yang sudah tercemar, melalui buku, menulis di koran, di internet, atau dimana pun. Kita bisa mengambil contoh dari orang cacat yang tidak pernah menyerah walaupun tidak memiliki kaki atau tangan, tetapi masih bisa berkarya dan melakukan sesuatu.[IslamTimes/Jv/R]

0 comments to "Media"

Leave a comment