Home , ,

Dunia Dicekam Ketakutan, Tragedi Mengancam

Duta Besar dan Wakil Tetap Republik Islam Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut tumpukan ribuan bom nuklir di gudang-gudang senjata sejumlah negara telah membuat dunia khawatir. Wakil Iran di PBB Mohammad Khazaee saat berbicara di komite perlucutan senjata di Majlis Umum PBB mengatakan, kebijakan negara-negara adidaya yang mengalokasikan bujet miliaran dolar untuk mengembangkan senjata nuklir bertolak belakang dengan slogan-slogan yang mereka dengungkan.

Komite Perlucutan Senjata PBB dalam sidangnya membahas kesepakatan pengurangan senjata nuklir (START) antara AS dan Rusia yang dikritik secara luas oleh negara-negara non nuklir, khususnya Gerakan Non Blok (GNB). Menurut para pengkritik kesepakatan itu, pengurangan senjata nuklir tidak bisa menggantikan keputusan untuk meniadakan senjata pemusnah massal ini. Sebab, kelestarian kehidupan umat manusia hanya bisa diwujudkan dengan penghapusan senjata nuklir secara penuh. Republik Islam Iran dalam kebijakannya menekankan bahwa senjata pemusnah massal harus dihapuskan. Dalam banyak kesempatan dan forum internasional Iran sudah mengajukan berbagai solusi tentang pelenyapan senjata nuklir.

Bulan April yang lalu, Iran menggelar Konferensi Internasional larangan pengembangan senjata nuklir di Tehran dengan mengangkat slogan ‘Energi Nuklir untuk Semua, Senjata Nuklir Tidak untuk Siapapun.' Selain itu, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ketika berpidato di Majlis Umum PBB beberapa waktu lalu menjelaskan kembali kebijakan Iran dalam masalah nuklir seraya mengajukan beberapa usulan komprehensif terkait penghapusan senjata nuklir. Dalam menjawab ajakan Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton untuk kembali berunding dengan kelompok 5+1, Tehran menyatakan bahwa perundingan harus mengacu pada beberapa usulan Iran yang sudah disampaikan Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Iran Saeed Jalili sebelumnya.

Di antara prasyarat yang diajukan Iran untuk memulai kembali perundingan adalah pemaparan dengan jelas maksud dari diadakannya perundingan, yaitu perlucutan senjata nuklir dan pelaksanaan perjanjian NPT secara penuh. Wakil Iran di PBB dalam pernyataannya menegaskan adanya kotradiksi yang nyata antara slogan AS tentang pemusnahan senjata nuklir dan kebijakan Washington mengalokasikan dana sebesar lebih dari 100 miliar USD untuk peremajaan senjata nuklir. Peremajaan itu dicanangkan untuk memperpanjang umur senjata nuklir yang ada di gudang senjata AS.

Yang jelas, masyarakat internasional berharap PBB bisa mewujudkan slogan ‘Energi Nuklir untuk Semua, Senjata Nuklir Bukan untuk Siapapun'. Namun nampaknya harapan itu hanya akan tetap bertahan sebagai harapan. Sebab, AS tetap menolak mengabulkan tuntutan 192 negara untuk memusnahkan senjata nuklirnya. Tak hanya itu, AS bahkan tak bersedia memaksa Israel bergabung dengan perjanjian NPT. Tragedi ibarat ada di atas kepala umat manusia. (IRIB/AHF/SL/30/10/2010)

Mesir: Pemilu Minus Demokrasi?
Seiring semakin dekatnya waktu pelaksanaan pemilu parlemen Mesir, pemerintah Kairo juga semakin mempersulit kebijakannya terhadap kelompok oposisi. Masalah ini telah mengundang reaksi berbagai pihak sampai-sampai Amnesti Internasional mengkritik keras kebijakan pemerintah Mesir. Mereka juga menuntut pembebasan anggota kelompok oposisi sebelum digelarnya pemilu parlemen pada November ini.

Beberapa waktu lalu, pemerintah Kairo menerapkan kebijakan represif untuk menekan dan menangkap para anggota kelompok oposisi. Gerakan Ikhwanul Muslimin menyatakan akan berpartisipasi dalam pemilu sebelum seluruh sayap oposisi mendapat ancaman dari pemerintah Kairo.

Pemimpin Ikhawanul Muslimin, Muhammad Badi mengkonfirmasikan penangkapan 250 anggotanya pada Oktober ini. Hanya dalam satu pekan lalu, 75 anggota Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam kampanye untuk kandidat-kandidat gerakan in telah ditangkap. Saat ini Ikhawanul Muslimin merupakan rival terpenting Partai Demokratik Nasional (NDP), partai yang berkuasa di Mesir.

Meski aktivitas Ikhwanul Muslimin telah dilarang di negara itu, namun gerakan itu dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial, mampu mempertahankan eksistensinya dalam beberapa dekade lalu.

Ikhwanul Muslimin juga termasuk salah satu gerakan politik dan Islam yang paling mengakar di Mesir. Sepanjang aktivitasnya selama 80 tahun lalu, gerakan ini mampu membangun basis massa yang kuat di tengah rakyat Mesir.

Dalam pertarungan pemilu legislatif lalu, meski para Ikhwanul Muslimin dilarang terlibat aktivitas politik, tapi para kader organisasi ini tetap mengambil bagian dalam pemilu sebagai kandidat independen. Mereka berhasil meraih seperlima kursi di parlemen Mesir.

Pada pemilu legislatif kali ini, Ikhwanul Muslimin mengumumkan tekadnya untuk meraih sepertiga kursi di parlemen. Organisasi ini akan menerjunkan 200 kandidatnya untuk ikut dalam pemilu bulan November itu.

Saat ini popularitas Ikhwanul Muslimin di tengah rakyat Mesir sangat tinggi. Masalah ini tentu saja mengkhawatirkan penguasa Mesir. Oleh karena itu pemerintah Kairo melalui kebijakan represifnya, berupaya menekan para kelompok oposisi. Tapi dampak kebijakan itu malah merugikan pemerintah, karena selain meningkatkan protes publik terhadap kebijakan represif pemerintah Kairo, juga menambah daya tari kalangan muda kepada sayap-sayap politik yang memperjungakan reformasi dan perubahan di negara itu. (IRIB/RM/SL/30/10/2010)

Israel Mulai “Isolasi” Mesir

Kabinet keamanan rezim Zionis Israel telah memutuskan untuk memulai pembangunan tembok besar sepanjang perbatasan timur Mesir dalam waktu dekat guna mencegah masuknya imigran ilegal.

Kantor PM Benyamin Netanyahu dalam sebuah statemen pada hari Rabu (27/10) menyatakan bahwa tembok pembatas sepanjang 250 kilometer akan dibangun pada November mendatang dengan biaya sekitar 365 juta dolar.

"Masalah penyusup ilegal di sepanjang perbatasan barat daya merupakan ancaman," tegas Netanyahu.

"Saya ingin melihat hasil nyata tentang dimulainya pembangunan tembok itu dalam beberapa pekan mendatang," tambahnya.

Para pejabat Israel mengklaim tembok pembatas akan memblokir rute transit utama bagi para imigran gelap, pencari suaka dan penyelundup narkotika dari perbatasan Mesir.

Sebelumnya, pembangunan tembok rasis di Tepi Barat oleh Israel memicu kecaman dari Palestina dan masyarakat internasional. (IRIB/RM/PH/28/10/2010)

Mesir Tangkapi Anggota Ikhwanul Muslimin, Amnesti Internasional Protes

Badan Amnesti Internasional mengkritik penangkapan anggota Ikhwanul Muslimin oleh pemerintah Mesir menjelang pemilu parlemen di negara ini.

Tindakan Kairo yang menangkapi puluhan anggota Ikhwanul Muslimin telah merusak kompetisi dalam pemilu parlemen yang akan digelar November mendatang, demikian statemen Badan Amnesti Internasional seperti dilaporkan Fars News mengutip AFP.

Aksi brutal ini terjadi setelah Ketua Ikhwanul Muslimin Mohammad Badi' pada (9/10) menyatakan bahwa kelompoknya akan berusaha mendapatkan 30 persen kursi di parlemen. Baru-baru ini polisi Mesir menangkap lebih dari 150 anggota Ikhwanul Muslimin.

Mengingat aktivitas Ikhwanul Muslimin dilarang oleh pemerintah, maka setiap kandidat dari kelompok ini secara independen mencalonkan diri sebagai kandidat anggota parlemen. Ikhwanul Muslimin di pemilu 2005 berhasil memperoleh seperlima kursi parlemen.

Amnesti Internasional yang berpusat di London menyatakan bahwa hingga saat ini puluhan anggota dan simpatisan Ikhwanul Muslimin serta sejumlah tokoh daerah ditangkap pihak keamanan Mesir dan dijebloskan ke penjara.

Menurut lembaga internasional ini, penangkapan 150 orang tersebut disebabkan hubungan mereka dengan Ikhwanul Muslimin. (IRIB/Fars/MF/Lv/20/10/2010)

Mesir Tekankan Persatuan di Sudan


Mesir menekankan pentingnya upaya menjaga persatuan di Sudan dalam proses referendum mendatang.

Kairo optimis proses referendum mendatang untuk menentukan nasib Sudan selatan, bisa tetap mempertahankan persatuan kawasan selatan dengan pemerintah pusat. Demikian diungkapkan Menteri Penasehat Mesir di bidang undang-undang dan parlemen, Mufid Syahab seperti dikutip Xinhua Jum'at 15/10).

Ia juga memperingatkan upaya-upaya pemisahan diri di berbagai wilayah Sudan jika kawasan selatan sampai lepas dari pemerintah pusat. Ia menambahkan, hal ini juga akan mengancam keamanan Mesir.

Dalam kesematan tersebut, Syahab mengungkapkan keinginan Mesir untuk menindaklanjuti krisis di Sudan. Dijelaskannya, setiap intervensi asing di Sudan merupakan ancaman terhadap keamanan nasional Mesir.

Berdasarkan kesepakan tahun 2005 antara kelompok separatis Sudan selatan dan pemerintah pusat, rencananya referendum untuk menentukan nasib kawasan selatan akan digelar 9 Januari 2011. (IRIB/Xinhua/MF/16/10/2010)

Mesir Masih Enggan Izinkan Konvoi Viva Palestina 5 Berlabuh

Petinggi Mesir hingga saat ini belum mengeluarkan izin bagi konvoi bantuan kemanusian bagi warga Jalur Gaza (Viva Palestina 5) untuk merapat ke pelabuhan al-Arish.

Konvoi ini telah berada di pelabuhan Lattakia dan hingga saat ini masih belum ada kepastian dari pemerintah Mesir. Hal ini membuat para aktivis khawatir. Seluruh dokumen yang diminta Mesir telah diserahkan para aktivis perdamaian ke kedutaan besar Kairo di Damaskus. Tak hanya itu, para aktivis juga menyetujui seluruh syarat yang diberikan Mesir, namun hingga kini mereka belum mendapat jawaban dari Kairo.

Konvoi kapal bantuan kemanusiaan Viva Palestina 5 mengangkut bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza senilai tiga juta dolar. Konvoi ini bertekad memutus blokade Jalur Gaza yang telah berjalan beberapa tahun. (IRIB/MF/11/10/2010)

Alhamdulillah, Bantuan Sampai ke Gaza

Lifeline 5, konvoi bantuan kemanusiaan untuk Gaza yang dikoordinasi oleh lembaga amal Viva Palestina yang berbasis di Inggris, telah menyeberangi Rafah, di perbatasan antara Mesir dan Jalur Gaza.

Kamis (21/10), misi kemanusiaan terdiri atas 150 kendaraan itu memasuki pesisir Gaza untuk menyalurkan bantuan senilai lima juta USD berupa makanan, obat-obatan dan kebutuhan pokok.

Konvoi itu dipimpin oleh mantan anggota parlemen Inggris George Galloway. Lifeline 5 berangkat dari London pada tanggal 18 September, melintasi Perancis, Italia, Yunani, Turki, Suriah dan Mesir menuju Jalur Gaza.

Misi kemansusiaan tersebut tetap berjalan sesuai jadwal meski muncul berbagai ancaman serangan oleh militer Israel seperti yang menimpa para aktivis Freedom Flotilla di atas kapal Mavi Marmara, Mei lalu.

Sebelumnya, Jerusalem Post melaporkan bahwa pasukan Israel telah disiagakan sejak hari Ahad (17/10) menanti kedatangan para aktivis. Namun tidak ada berita mengenai agresi militer Zionis terhadap para aktivis.

Di sisi lain, dibandingkan dengan konvoi bantuan kemanusiaan sebelumnya yang juga dikoordinasi oleh Viva Palestina, kali ini para pejabat Mesir tidak mempersulit masuknya bantuan ke Jalur Gaza.

Januari 2010 lalu, polisi anti huru-hara Mesir terlibat bentrokan dengan para pendukung konvoi Viva Palestina di pelabuhan el-Arish. 55 orang dilaporkan cedera. (IRIB/MZ/20/10/2010)

0 comments to " "

Leave a comment