Polisi Pertemukan Sunni dan Syiah : Media Cetak Jawa Pos edisi Selasa 28 Agustus 2012 halaman 21
Polisi Pertemukan Sunni dan Syiah : Media Cetak Jawa Pos edisi Selasa 28 Agustus 2012 halaman 23
CEGAH KONFLIK SARA, UNDANG TOKOH SYIAH
SURABAYA- Tak ingin bentrokan antar warga dengan motif agama merembet ke Surabaya, Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mengumpulkan sejumlah ulama yang dibalut dalam acara Halal Bihalal kemarin (27/8/2012). Salah seorang warga yang diundang adalah pengikut Syiah.
Salah seorang pengikut Syiah yang hadir dalam acara di Mapolsek Semampir itu ialah Ahmad Rusdi. Dia merupakan Ketua Yayasan At-Tahrir yang selama ini diikuti oleh banyak penganut Syiah 40-50 penganut Syiah yang biada memusatkan kegiatan keagamaan di Jalan Mrutu, Wonokusumo, Semampir.
Habib Rusdi mengungkapkan, di Surabaya ada setidaknya Habib Rusdi mengatakan selama ini berupaya saling menjaga toleransi dengan warga lain. Itu membuat dia yakin "Kerusuhan" yang dipicu perbedaan paham agama tidak akan merambat ke Surabaya.
"Selama ini saya terus mengatakan kepada kawan-kawan bahwa semua adalah saudara dan satu agama. Kita lebih banyak KESAMAAN daripada PERBEDAAN,'' ujar Habib Rusdi. Beliau juga menyatakan, selama ini penganut Syiah bisa berbaur dalam kehidupan bermasyarakat dengan warga lain.
Selain Habib Rusdi , tokoh agama lain diundang Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya . Diantaranya nya Ketua MUI Semampir K.H. Misbah Baidowi, Camat Semampir Daya Prasetyono, Danramil Kapten Prasetyo, Kepala KUA Semampir Suratman dan Kepala Satpol PP Semampir Ilyas.
Misbah Baidowi sangat berharap, umat tidak sampai "Terpecah belah" seperti yang terjadi dikota lain," tentu saya tidak menginginkan kejadian di Sampang berimbas kepada kota Surabaya. Karena itu kita harus tetap menjaga agar tidak saling menyinggung dan tetap saling menghormati," paparnya.
Berdasarkan pengalamannya selama 19 tahun di Surabaya, Misbah yakin situasi dikota ini tetap kondusif." Masyarakat Surabaya ini sangat toleran terhadap perbedaan keyakinan. Buktinya, bukan sekali ini saja terjadi "Konflik" berbasis agama didaerah lain, tetapi kita disini bisa saling menghormati," paparnya.
Sementara itu Wakapolres Pelabuhan Tanjung Perak Kompol Kholilur Rahman menyatakan akan terus menjaga dan menciptakan suasana kondusif yang sudah ada selama ini. Karena itu dalam Acara halalbihalal tersebut, dia ingin mengundang semua tokoh agama.
"Sebenarnya acara ini hanya silaturahmi rutin dalam rangka lebaran. namun, kebetulan di Sampang terjadi "Konflik" sehingga kami bicarakan itu dalam acara ini,'' ujar PerwiraKeturunan Madura tersebut.
Mantan Kapolsek Pabean Cantian itu berharap , situasi kondusif tetap dijaga bersama. Menurut dia, Peran tokoh Agama dalam menjaga situasi kondusif sangat besar. Salah satunya dengan tidak menyiarkan hal-hal lain yang berbau SARA dalm pidato atau ceramah kepada masyarakat.
"Selain itu hendaklah selalu melapor kepada Polisi atau Pejabat yang berwenang, bila menemukan hal-hal yang ganjil disekitar kita, Jangan mudah mengajak masyarakat untuk bertindak sendiri-sendiri,'" paparnya.
Kholilur menambahkan, pihaknya tetap akan memantau tempat basis Pengikut Syiah melakukan Kegiatan. tempat tersebut tidak akan dijaga personel, tetapi cukup dipantau saja. "Saya rasa dengan kesadaran dan toleransi masyarakat yang begitu tinggi , tidak perlu kita sampai melakukan penjagaan. cukup dipantau saja," paparnya.
sumber: Jawa Pos / Re-Write by KNY/MFF/R/AR/selasa:23:00wita/28/08/2012/team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com
DPR Tuntut Tanggung Jawab Bupati Sampang
Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin menilai Bupati Sampang dan Kepala Kepolisian Resor Sampang harus bertanggung jawab atas tragedi yang menimpa komunitas Syiah di sana. Menurut dia, dua pucuk pimpinan ini lebih bertanggung jawab ketimbang aparat intelijen seperti pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kepala daerah dan pimpinan aparat kepolisian itu dalam undang-undang berkewajiban melindungi semua masyarakat," ujarnya kepada Tempo di kompleks parlemen, Selasa, 28 Agustus 2012.
Ahad kemarin, terjadi penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. Rumah milik Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang, dan para pengikutnya diserang, yang menewaskan satu orang, lima orang kritis, serta ratusan anak-anak mengalami trauma kejiwaan karena menyaksikan aksi brutal itu. Presiden SBY menilai kejadian ini disebabkan oleh lemahnya intelijen. Menurut Presiden, peristiwa ini bisa dielakkan jika aparat intelijen sigap.
Hasanuddin mengatakan intelijen di era Reformasi tidak sama dengan intel di zaman Orde Baru. Di era Orde Baru, intel juga bertindak sebagai eksekutor yang melakukan tindakan dan kegiatan operasional dan boleh "melakukan" apa pun. "Di era demokrasi, intel terbatas hanya mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan informasi. Kesimpulannya diberikan pada eksekutor. Pada level daerah itu, gubernur, bupati, wali kota, kepala polres, Komandan Distrik Militer, sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat," kata dia.
"Presiden tampaknya masih menggunakan pemahaman intelijen Orba," ujarnya. Dalam kasus Sampang, menurut dia, intelijen sebenarnya sudah memberikan informasi kepada para eksekutor. Namun, informasi yang diberikan intelijen seperti diabaikan. "Sehingga yang salah itu bukan intelnya. Tapi Kepala Daerah dan Kapolres sebagai pimpinan Kominda (Komunitas Intel Daerah)," kata Hasanuddin.
Pengabaian informasi seperti ini, menurut Hasanuddin, bukan terjadi sekali ini. Dia berharap, Presiden tidak hanya melakukan retorika dengan menurunkan menteri-menterinya ke Sampang. Hasanuddin meminta pemerintah segera membentuk tim evaluasi kasus ini untuk dijadikan perbaikan dalam menangani konflik yang akan datang. Pola koordinasi dan pemanfaatan informasi intelijen harus dievaluasi menyeluruh.
Ahad kemarin, terjadi penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. Rumah milik Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang, dan para pengikutnya diserang, yang menewaskan satu orang, lima orang kritis, serta ratusan anak-anak mengalami trauma kejiwaan karena menyaksikan aksi brutal itu. Presiden SBY menilai kejadian ini disebabkan oleh lemahnya intelijen. Menurut Presiden, peristiwa ini bisa dielakkan jika aparat intelijen sigap.
Hasanuddin mengatakan intelijen di era Reformasi tidak sama dengan intel di zaman Orde Baru. Di era Orde Baru, intel juga bertindak sebagai eksekutor yang melakukan tindakan dan kegiatan operasional dan boleh "melakukan" apa pun. "Di era demokrasi, intel terbatas hanya mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan informasi. Kesimpulannya diberikan pada eksekutor. Pada level daerah itu, gubernur, bupati, wali kota, kepala polres, Komandan Distrik Militer, sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat," kata dia.
"Presiden tampaknya masih menggunakan pemahaman intelijen Orba," ujarnya. Dalam kasus Sampang, menurut dia, intelijen sebenarnya sudah memberikan informasi kepada para eksekutor. Namun, informasi yang diberikan intelijen seperti diabaikan. "Sehingga yang salah itu bukan intelnya. Tapi Kepala Daerah dan Kapolres sebagai pimpinan Kominda (Komunitas Intel Daerah)," kata Hasanuddin.
Pengabaian informasi seperti ini, menurut Hasanuddin, bukan terjadi sekali ini. Dia berharap, Presiden tidak hanya melakukan retorika dengan menurunkan menteri-menterinya ke Sampang. Hasanuddin meminta pemerintah segera membentuk tim evaluasi kasus ini untuk dijadikan perbaikan dalam menangani konflik yang akan datang. Pola koordinasi dan pemanfaatan informasi intelijen harus dievaluasi menyeluruh.
Sebelumnya Sabtu (5/5) lalu, Bupati Sampang Noer Tjahja dikabarkan tertangkap tangan oleh polisi di salah satu hotel di Surabaya saat sedang pesta narkoba jenis sabu. Tapi kemudian berita itu dibantah sendiri oleh Noer Tjahja. Kabar tersebut langsung menuai reaksi sebagian masyarakat Sampang dengan berunjuk rasa menuntut agar kabar itu dibuktikan dengan tes urine terhadap Bupati Sampang.(IRIB Indonesia/Tempo/antara/PH)
Anak-anak Syiah Sampang Alami Trauma
Sedikitnya 83 anak yang orang tuanya penganut Islam Syiah dan menjadi korban penyerangan di Kabupaten Sampang, Madura, kini mengalami trauma.
Meski sejak dua hari ini mereka sudah tinggal di tempat yang lebih aman di dalam gedung olahraga (GOR) Sampang, akan tetapi wajah-wajah mereka terlihat murung.
"Makanya kami mencoba menghibur mereka dengan aneka ragam permainan untuk menghilangkan rasa sedih anak-anak ini," kata Ketua Komite Anak, Sampang, Untung Rifai di sela-sela memberikan bimbingan permainan pada anak-anak korban penyerangan ini, Selasa (28/8).
Bersama teman-temannya dari LSM Komite Anak Sampang, mulai Selasa ini, Untung memberikan bimbingan permainan dengan harapan, anak-anak korban penyerangan ini tetap bisa bersemangat dalam mengarungi kehidupan di masa-masa yang akan datang.
Ada yang masih berusia di bawah lima tahun (balita), usia sekolah taman kanak-kanak (TK), SD, SMP dan beberapa diantaranya sudah SMA.
Meski anak-anak ini tidak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata karena dilarang petugas keamanan wawancara dengan wartawan, namun ekspresi di wajah mereka menyirat, derita yang dialaminya terlalu berat, karena harus tinggal di lokasi pengungsian, katanya.
Apalagi peristiwa penyerangan kali ini lebih parah dari sebelumnya hingga menyebabkan adanya korban tewas.
Kesedihan anak-anak tidak berdosa ini lebih parah lagi, karena tempat tinggalnya di Desa Karang Gayam sudah hangus dibakar massa pada Minggu (26/8).
"Saya bisa merasakan bahwa beban psikologis anak-anak sangat berat. Makanya kami dari KAS Sampang akan berupaya maksimal untuk memulihkan trauma anak-anak Syiah korban penyerangan ini," kata Untung Rifai.
Pria aktivis LSM yang bergerak dalam bidang pembinaan anak ini juga berharap, ada relawan lain yang bisa membantu dirinya menangani persoalan pengungsi anak korban penyerangan yang kini tertampung di gedung olahraga (GOR) Sampang.
Menyanyi, menggambar dan menonton video perjuangan, merupakan salah satu yang dilakukan para aktivis KAS ini dalam berupaya memulihkan kondisi psikologis anak-anak Islam Syiah, korban penyerangan tersebut. (IRIB Indonesia/Antara/beritasatu/PH)
Meski sejak dua hari ini mereka sudah tinggal di tempat yang lebih aman di dalam gedung olahraga (GOR) Sampang, akan tetapi wajah-wajah mereka terlihat murung.
"Makanya kami mencoba menghibur mereka dengan aneka ragam permainan untuk menghilangkan rasa sedih anak-anak ini," kata Ketua Komite Anak, Sampang, Untung Rifai di sela-sela memberikan bimbingan permainan pada anak-anak korban penyerangan ini, Selasa (28/8).
Bersama teman-temannya dari LSM Komite Anak Sampang, mulai Selasa ini, Untung memberikan bimbingan permainan dengan harapan, anak-anak korban penyerangan ini tetap bisa bersemangat dalam mengarungi kehidupan di masa-masa yang akan datang.
Ada yang masih berusia di bawah lima tahun (balita), usia sekolah taman kanak-kanak (TK), SD, SMP dan beberapa diantaranya sudah SMA.
Meski anak-anak ini tidak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata karena dilarang petugas keamanan wawancara dengan wartawan, namun ekspresi di wajah mereka menyirat, derita yang dialaminya terlalu berat, karena harus tinggal di lokasi pengungsian, katanya.
Apalagi peristiwa penyerangan kali ini lebih parah dari sebelumnya hingga menyebabkan adanya korban tewas.
Kesedihan anak-anak tidak berdosa ini lebih parah lagi, karena tempat tinggalnya di Desa Karang Gayam sudah hangus dibakar massa pada Minggu (26/8).
"Saya bisa merasakan bahwa beban psikologis anak-anak sangat berat. Makanya kami dari KAS Sampang akan berupaya maksimal untuk memulihkan trauma anak-anak Syiah korban penyerangan ini," kata Untung Rifai.
Pria aktivis LSM yang bergerak dalam bidang pembinaan anak ini juga berharap, ada relawan lain yang bisa membantu dirinya menangani persoalan pengungsi anak korban penyerangan yang kini tertampung di gedung olahraga (GOR) Sampang.
Menyanyi, menggambar dan menonton video perjuangan, merupakan salah satu yang dilakukan para aktivis KAS ini dalam berupaya memulihkan kondisi psikologis anak-anak Islam Syiah, korban penyerangan tersebut. (IRIB Indonesia/Antara/beritasatu/PH)
Muslim Syiah dan Aktivis Gelar Doa bagi Korban Sampang
Sejumlah Muslim Syiah dan aktifis kemanusiaan mengikuti aksi keprihatinan tragedi Sampang di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (28/08/2012). Aksi "Malam Seribu Lilin" tersebut merupakan bentuk solidaritas dan berkabung kepada para korban kekerasan tragedi kemanusian penyerangan terhadap keluarga Syiah Sampang, Madura.
Ratusan jamaah Ahlul Bait Indonesia bersama aktifis menggelar doa bersama untuk korban kekerasan terhadap komunitas Syiah Sampang, Jawa Timur pada Selasa malam.
Mereka mengawali doa bersama dengan membaca tahlil dan ayat-ayat suci al-Quran di bawah temaram nyala api lilin.
Gelar doa bersama ini dimulai pukul 19.00 WIB. Sekitar 300-an jamaah Ahlul Bait Indonesia (ABI) duduk berlesehan di di lapangan yang terletak di depan dua patung Bapak Proklamator Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta.
Ketua Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia (ABI), Habib Hasan Daliel Alaydrus, mengucapkan bela sungkawa terhadap korban kekerasan di Sampang, Madura, Jawa Timur.
"Kita dikejutkan oleh peristiwa di Sampang. Bukan kita saja terkejut, tokoh-tokoh NU, Muhammadiah, pemerintah juga terkejut," katanya dalam sambutannya di gelar doa besama itu, Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
Gelar doa itu berlangsung khusuk dan hidmat. Ratusan jamaah laki-laki dan perempuan mengumandangkan puja-puji terhadap Nabi Muhammad SAW, dan sahabatnya yang sekaligus dikultuskan sebagai tokoh Syiah yakni Imam Ali bin Abi Talib.
Habib Hasan Daliel meminta agar umat islam bersatu dan tidak terpecah ke dalam sentimen kelompok Syiah atau Ahlussunah wal Jamaah. Dia menuding ada upaya adu domba terhadap umat islam Indonesia.
"Ada tangan jahat yang sedang bermain untuk menghancurkan Indonesia. Untuk membenturkan Indonesia dengan Iran. Itu sudah ketinggalan jaman," terangnya.
Kekerasan di Sampang terjadi setelah ratusan warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, pada Minggu 26 Agustus lalu. Serbuan itu lalu dibalas pemuda Syiah sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. Dua penganut Syiah tewas disabet celurit dan lebih dari 10 rumah juga terbakar.(IRIB Indonesia/okezone/vivanews/PH)
Mereka mengawali doa bersama dengan membaca tahlil dan ayat-ayat suci al-Quran di bawah temaram nyala api lilin.
Gelar doa bersama ini dimulai pukul 19.00 WIB. Sekitar 300-an jamaah Ahlul Bait Indonesia (ABI) duduk berlesehan di di lapangan yang terletak di depan dua patung Bapak Proklamator Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta.
Ketua Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia (ABI), Habib Hasan Daliel Alaydrus, mengucapkan bela sungkawa terhadap korban kekerasan di Sampang, Madura, Jawa Timur.
"Kita dikejutkan oleh peristiwa di Sampang. Bukan kita saja terkejut, tokoh-tokoh NU, Muhammadiah, pemerintah juga terkejut," katanya dalam sambutannya di gelar doa besama itu, Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
Gelar doa itu berlangsung khusuk dan hidmat. Ratusan jamaah laki-laki dan perempuan mengumandangkan puja-puji terhadap Nabi Muhammad SAW, dan sahabatnya yang sekaligus dikultuskan sebagai tokoh Syiah yakni Imam Ali bin Abi Talib.
Habib Hasan Daliel meminta agar umat islam bersatu dan tidak terpecah ke dalam sentimen kelompok Syiah atau Ahlussunah wal Jamaah. Dia menuding ada upaya adu domba terhadap umat islam Indonesia.
"Ada tangan jahat yang sedang bermain untuk menghancurkan Indonesia. Untuk membenturkan Indonesia dengan Iran. Itu sudah ketinggalan jaman," terangnya.
Kekerasan di Sampang terjadi setelah ratusan warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, pada Minggu 26 Agustus lalu. Serbuan itu lalu dibalas pemuda Syiah sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. Dua penganut Syiah tewas disabet celurit dan lebih dari 10 rumah juga terbakar.(IRIB Indonesia/okezone/vivanews/PH)
Tersangka Penyerangan Sampang Dijerat Pasal Berlapis
Polisi menjerat tersangka kerusuhan di Sampang berinisial R dengan jeratan pasal berlapis. Kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah seiring dengan pemeriksaan tujuh orang yang sudah ditangkap paska kerusuhan tersebut. Menurut Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Hilman Thayib, pasal yang dijeratkan terhadap R ialah Pasal 338 KUHP (pembunuhan), Pasal 354 (penganiayaan berat), Pasal 170 KUHP (pengeroyokan dan perusakan), Pasal 55 dan 56 (turut serta membantu melakukan kejahatan).
"Tersangka saat ini ditahan di Mapolres Sampang. Kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah masih menunggu hasil pemeriksaan tujuh orang tersebut," kata Hilman di Mapolda Jatim, Selasa (28/8/2012). Hilman tidak menyebut secara detail peran R dalam kerusuhan yang menyebabkan seorang tewas itu.
"Dari pasal yang kita jeratkan sudah jelas," ujarnya. Tersangka R ini disebut-sebut adalah Rois yang merupakan saudara dari Ustaz Tajul Muluk.
Polisi juga menyita ratusan senjata tajam di lokasi kerusuhan bersama bom ikan. Kuat dugaan, sajam dan bom ikan tersebut digunakan untuk membuat rusuh di Sampang. "Ada ratusan sajam yang kita amankan dan bom ikan dari hasil razia aparat," katanya.
Hilman menandaskan, motif yang terjadi dalam kerusuhan di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Bluuran Kecamatan Karang Penang adalah dendam keluarga, dan bukan perseteruan antara aliran Sunni dan Syiah.
Sementara itu, situasi terakhir di kawasan tersebut sudah kondusif. "Kondisi terakhir suasana sudah kondusif. Warga juga sudah mulai beraktivitas. Aparat masih berjaga dan belum ada penarikan," jelasnya. (IRIB Indonesia/okezone/PH)
Kemenag: Syiah Bagian dari Umat Islam
Pihak-pihak yang menganggap umat Syiah sesat harus mengoreksi pendapatnya. Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa Syiah adalah bagian dari umat Islam. Kendati belum menjadi keputusan final, tapi angin segar pengakuan Syiah itu sudah diisyaratkan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA).
Ditemui usai memimpin halal bihalal di kantornya kemarin, SDA mengatakan bahwa pihaknya sudah menjalankan penelitian dan kajian tentang keberadaan umat muslim Syiah di Indonesia. Menteri yang juga ketua umum DPP PPP itu mengatakan, Kemenag tidak rela jika konflik bernuansa agama terus terjadi. Sebab, konflik tersebut melibatkan umat Syiah dan Sunni yang sejatinya sama-sama umat Islam. "Saya berharap semua pihak bisa menyejukkan suasana di Sampang. Jangan sampai konflik meluas," tegasnya.
SDA menegaskan jika kajian soal posisi Syiah ini menghadirkan pendapat dari banyak pihak. "Mulai ahli-ahli agama, sejarah, dan pihak-pihak lainnya yang ingin menyelesaikan masalah ini kami libatkan," kata dia. SDA juga mengatakan, hasil diskusi atau kajian dari tim ini nantinya akan dijadikan bagi pemerintah untuk mendefinisikan dan memposisikan Syiah.
Kajian dari jajaran Kemenag tentang Syiah ini penting dan mendesak segera keluar. Mengingat potensi letupan-letupan konflik bernuansa agama antara muslim syiah dengan muslim anti-syiah bisa terus terjadi.
Meskipun belum menjadi ketetapan, namun posisi pemerintah dalam menyikapi keberadaan muslim Syiah di Indonesia akan merujuk pada kebijakan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Dalam KTT Luar Biasa OKI di Arab Saudi beberapa waktu lalu, sudah menunjukkan kabar baik soal penghentian perseteruan antara kaum sunni dan kaum syiah.
Dalam sejumlah laporan disebutkan bahwa pada suatu momen di KTT Luar Biasa OKI ini, Raja Arab Saudi King Abdullah memberi penghormatan yang luar biasa kepada Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Saat itu, selain berjabat tangan, King Abdullah meminta Ahmadinejad duduk di kursi tepat di samping kirinya.
Sejumlah pihak melihat sambutan raja Arab kepada presiden Iran itu fenomena luar biasa. Dengan sambutan itu, diharapkan perseteruan antara kaum syiah dan sunni sudah bisa diakhiri. Seperti diketahui, kaum sunni selama ini mendominasi di negara-negara Teluk seperti Arab Saudi. Sedangkan kaum syiah mendominasi Iran.
Pendapat senada diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Choirul Anam. Choirul mengungkapkan bahwa sejatinya OKI sudah menganggap Syiah dan Sunni sama. Buktinya, dalam kajian komisi bidang hak asasi manusia yang berada di bawah OKI menyebutkan bahwa Syiah harus mendapat tempat di negara-negara Sunni. Di OKI bahkan kaum Syiah sudah dianggap setara dengan umat Sunni lainnya. "Tidak ada alasan untuk menyebut Syiah sesat," tegasnya.
Choirul mendesak agar Kemenag menerbitkan selebaran resmi yang berisi pengakuan tentang keislaman Syiah. Selebaran itu, kata dia, dibagikan ke daerah-daerah hingga tingkatan institusi kementerian terkecil. Tujuannya, tidak ada lagi pemuka agama setempat yang menggerakkan warga untuk mengintimidasi kaum Syiah yang jelas-jelas bagian dari umat Islam. "Selama ini, amunisi pemimpin agama setempat menggerakkan warga adalah karena Syiah dianggap sesat, padahal tidak," katanya.
Di bagian lain, Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku kecolongan dengan kejadian tersebut. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengakui adanya kekurangan untuk melakukan langkah-langkah antisipasi terjadinya bentrok.
"Kita harus mengakui kalau hal itu terjadi, (maka) intelijennya harus diperbaiki," kata Marciano seusai mengikuti rapat terbatas membahas insiden Sampang di Kantor Presiden, kemarin (27/8). Menurutnya, selain solusi untuk menyelesaikan bentrok, evaluasi terhadap intelijen juga harus dilakukan.
"Harusnya, intelijen yang baik mempunyai kemampuan mendeteksi secara dini hal-hal yang akan timbul," sambung mantan Pangdam Jaya itu.
Rapat khusus membahas soal insiden di Sampang itu dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain Wapres Boediono dan kepala BIN, rapat antara lain juga diikuti oleh Mendagri Gamawan Fauzi, Menag Suryadharma Ali, Menkum HAM Amir Syamsuddin, Jaksa Agung Basrief Arief, Kapolri Timur Pradopo, dan Panglima TNI Agus Suhartono.
SBY mengatakan, ada yang belum optimal dalam penanganan masalah di Sampang. Pasalnya, kejadian tersebut pernah terjadi bulan Desember 2011 lalu. Dia menyebut kerja intelijen lokal, baik kepolisian maupun intelijen komando territorial TNI. Begitu juga dengan peran pemerintah daerah. "Mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi. Dideteksi keganjilan yang ada diwilayah itu," urainya.
Menurut presiden, persoalan tersebut kompleks, tidak hanya berkaitan dengan keyakinan. Namun juga berkaitan dengan konflik internal keluarga. "Akhirnya saling bertautan dan karena masing masing punya pengikut, terjadilah insiden atau aksi kekerasan yang sangat kita sesalkan itu," kata SBY.
Solusinya, lanjut dia, perlu keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, SBY juga meminta penegak hukum bertindak secara tegas dan adil. "Saya berharap para pemimpin dan pemuka agama tokoh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemda untuk kembali menenangkan umat mereka semua," katanya.
Sementara itu Kapolri Timur Pradopo mengatakan, pihaknya telah menangkap tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka. "(Perannya) ada pelaksana, ada penggerak," katanya. Dia menegaskan, masih ada tiga orang yang menjadi target karena dinilai bertanggung jawab dalam insiden bentrok itu.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu enggan menanggapi jika disebut kecolongan atas bentrokan itu. "Sekarang tentunya kita melihat ke depan, langkah-langkah penegakan hukum yang kita lakukan," elaknya.
Di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Jalan H.R Rasuna Said, Menkumham Amir Syamsuddin berharap agar masalah Sampang tidak terlalu dibawa ke arah agama. Seolah-olah apa yang terjadi adalah pertikaian antara Sunni melawan Syiah. "Ada latar belakang masalah keluarga," ucapnya.
Nah, latar belakang masalah pribadi itulah yang diharapkan bisa segera dipecahkan permasalahannya. Apalagi, tragedi yang terjadi pada Minggu (26/8) kemarin disebutnya sebagai peristiwa ulangan setahun lalu. Sehingga, kecil kemungkinan apa yang terjadi murni berlatar penistaan agama.
Itulah kenapa, dia menyebut bakal ada penegakan hukum yang tegas dalam menyelesaikan konflik antar warga itu. Termasuk mengevaluasi kenapa pertikaian itu kembali terjadi. "Berbagai pihak harus bersinergi mencari solusi, dan pencegahannya," kata Amir.
Khusus untuk evaluasi pelaksana penegakan hukum di Sampang, Amir menegaskan bakal diambil alih oleh pemerintah kalau penegak hukum daerah enggan menangani kasus itu. Dia menyebut secara hukum acara bisa saja hal itu dilakukan meski belum ada keputusan apapun karena butuh berbagai pertimbangan.
Baginya, penegakan hukum itu penting supaya peristiwa serupa tidak terulang. Menteri yang juga advokat itu khawatir kalau konflik seperti itu bakal meningkat menjadi lebih parah dan makin berlarut. "Perintah Presiden jelas, penegak hukum dalam hal ini Kapolri, Jaksa Agung, dan hakim untuk turun tangan," tegasnya.
Sementara ini, Amir belum memberi kepastian apakah ditemukan pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus itu. Semua itu baru bisa dijawabnya kalau evaluasi sudah dilakukan secara menyeluruh. Oleh sebab, dia langsung terbang menuju Sampang bersama Kemendagri untuk melakukan evaluasi bersama yang lain. (IRIB Indonesia/JPPN/PH)
Ditemui usai memimpin halal bihalal di kantornya kemarin, SDA mengatakan bahwa pihaknya sudah menjalankan penelitian dan kajian tentang keberadaan umat muslim Syiah di Indonesia. Menteri yang juga ketua umum DPP PPP itu mengatakan, Kemenag tidak rela jika konflik bernuansa agama terus terjadi. Sebab, konflik tersebut melibatkan umat Syiah dan Sunni yang sejatinya sama-sama umat Islam. "Saya berharap semua pihak bisa menyejukkan suasana di Sampang. Jangan sampai konflik meluas," tegasnya.
SDA menegaskan jika kajian soal posisi Syiah ini menghadirkan pendapat dari banyak pihak. "Mulai ahli-ahli agama, sejarah, dan pihak-pihak lainnya yang ingin menyelesaikan masalah ini kami libatkan," kata dia. SDA juga mengatakan, hasil diskusi atau kajian dari tim ini nantinya akan dijadikan bagi pemerintah untuk mendefinisikan dan memposisikan Syiah.
Kajian dari jajaran Kemenag tentang Syiah ini penting dan mendesak segera keluar. Mengingat potensi letupan-letupan konflik bernuansa agama antara muslim syiah dengan muslim anti-syiah bisa terus terjadi.
Meskipun belum menjadi ketetapan, namun posisi pemerintah dalam menyikapi keberadaan muslim Syiah di Indonesia akan merujuk pada kebijakan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Dalam KTT Luar Biasa OKI di Arab Saudi beberapa waktu lalu, sudah menunjukkan kabar baik soal penghentian perseteruan antara kaum sunni dan kaum syiah.
Dalam sejumlah laporan disebutkan bahwa pada suatu momen di KTT Luar Biasa OKI ini, Raja Arab Saudi King Abdullah memberi penghormatan yang luar biasa kepada Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Saat itu, selain berjabat tangan, King Abdullah meminta Ahmadinejad duduk di kursi tepat di samping kirinya.
Sejumlah pihak melihat sambutan raja Arab kepada presiden Iran itu fenomena luar biasa. Dengan sambutan itu, diharapkan perseteruan antara kaum syiah dan sunni sudah bisa diakhiri. Seperti diketahui, kaum sunni selama ini mendominasi di negara-negara Teluk seperti Arab Saudi. Sedangkan kaum syiah mendominasi Iran.
Pendapat senada diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Choirul Anam. Choirul mengungkapkan bahwa sejatinya OKI sudah menganggap Syiah dan Sunni sama. Buktinya, dalam kajian komisi bidang hak asasi manusia yang berada di bawah OKI menyebutkan bahwa Syiah harus mendapat tempat di negara-negara Sunni. Di OKI bahkan kaum Syiah sudah dianggap setara dengan umat Sunni lainnya. "Tidak ada alasan untuk menyebut Syiah sesat," tegasnya.
Choirul mendesak agar Kemenag menerbitkan selebaran resmi yang berisi pengakuan tentang keislaman Syiah. Selebaran itu, kata dia, dibagikan ke daerah-daerah hingga tingkatan institusi kementerian terkecil. Tujuannya, tidak ada lagi pemuka agama setempat yang menggerakkan warga untuk mengintimidasi kaum Syiah yang jelas-jelas bagian dari umat Islam. "Selama ini, amunisi pemimpin agama setempat menggerakkan warga adalah karena Syiah dianggap sesat, padahal tidak," katanya.
Di bagian lain, Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku kecolongan dengan kejadian tersebut. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengakui adanya kekurangan untuk melakukan langkah-langkah antisipasi terjadinya bentrok.
"Kita harus mengakui kalau hal itu terjadi, (maka) intelijennya harus diperbaiki," kata Marciano seusai mengikuti rapat terbatas membahas insiden Sampang di Kantor Presiden, kemarin (27/8). Menurutnya, selain solusi untuk menyelesaikan bentrok, evaluasi terhadap intelijen juga harus dilakukan.
"Harusnya, intelijen yang baik mempunyai kemampuan mendeteksi secara dini hal-hal yang akan timbul," sambung mantan Pangdam Jaya itu.
Rapat khusus membahas soal insiden di Sampang itu dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain Wapres Boediono dan kepala BIN, rapat antara lain juga diikuti oleh Mendagri Gamawan Fauzi, Menag Suryadharma Ali, Menkum HAM Amir Syamsuddin, Jaksa Agung Basrief Arief, Kapolri Timur Pradopo, dan Panglima TNI Agus Suhartono.
SBY mengatakan, ada yang belum optimal dalam penanganan masalah di Sampang. Pasalnya, kejadian tersebut pernah terjadi bulan Desember 2011 lalu. Dia menyebut kerja intelijen lokal, baik kepolisian maupun intelijen komando territorial TNI. Begitu juga dengan peran pemerintah daerah. "Mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi. Dideteksi keganjilan yang ada diwilayah itu," urainya.
Menurut presiden, persoalan tersebut kompleks, tidak hanya berkaitan dengan keyakinan. Namun juga berkaitan dengan konflik internal keluarga. "Akhirnya saling bertautan dan karena masing masing punya pengikut, terjadilah insiden atau aksi kekerasan yang sangat kita sesalkan itu," kata SBY.
Solusinya, lanjut dia, perlu keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, SBY juga meminta penegak hukum bertindak secara tegas dan adil. "Saya berharap para pemimpin dan pemuka agama tokoh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemda untuk kembali menenangkan umat mereka semua," katanya.
Sementara itu Kapolri Timur Pradopo mengatakan, pihaknya telah menangkap tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka. "(Perannya) ada pelaksana, ada penggerak," katanya. Dia menegaskan, masih ada tiga orang yang menjadi target karena dinilai bertanggung jawab dalam insiden bentrok itu.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu enggan menanggapi jika disebut kecolongan atas bentrokan itu. "Sekarang tentunya kita melihat ke depan, langkah-langkah penegakan hukum yang kita lakukan," elaknya.
Di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Jalan H.R Rasuna Said, Menkumham Amir Syamsuddin berharap agar masalah Sampang tidak terlalu dibawa ke arah agama. Seolah-olah apa yang terjadi adalah pertikaian antara Sunni melawan Syiah. "Ada latar belakang masalah keluarga," ucapnya.
Nah, latar belakang masalah pribadi itulah yang diharapkan bisa segera dipecahkan permasalahannya. Apalagi, tragedi yang terjadi pada Minggu (26/8) kemarin disebutnya sebagai peristiwa ulangan setahun lalu. Sehingga, kecil kemungkinan apa yang terjadi murni berlatar penistaan agama.
Itulah kenapa, dia menyebut bakal ada penegakan hukum yang tegas dalam menyelesaikan konflik antar warga itu. Termasuk mengevaluasi kenapa pertikaian itu kembali terjadi. "Berbagai pihak harus bersinergi mencari solusi, dan pencegahannya," kata Amir.
Khusus untuk evaluasi pelaksana penegakan hukum di Sampang, Amir menegaskan bakal diambil alih oleh pemerintah kalau penegak hukum daerah enggan menangani kasus itu. Dia menyebut secara hukum acara bisa saja hal itu dilakukan meski belum ada keputusan apapun karena butuh berbagai pertimbangan.
Baginya, penegakan hukum itu penting supaya peristiwa serupa tidak terulang. Menteri yang juga advokat itu khawatir kalau konflik seperti itu bakal meningkat menjadi lebih parah dan makin berlarut. "Perintah Presiden jelas, penegak hukum dalam hal ini Kapolri, Jaksa Agung, dan hakim untuk turun tangan," tegasnya.
Sementara ini, Amir belum memberi kepastian apakah ditemukan pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus itu. Semua itu baru bisa dijawabnya kalau evaluasi sudah dilakukan secara menyeluruh. Oleh sebab, dia langsung terbang menuju Sampang bersama Kemendagri untuk melakukan evaluasi bersama yang lain. (IRIB Indonesia/JPPN/PH)
Cukupkah Kutukan Terhadap Tragedi Sampang ?
Serangan kedua kali terhadap para warga Syiah di Nangkernang, Sampang, Madura, Jawa Timur memang peristiwa tragis dan telah menginjak-injak citra bangsa Indonesia yang terkenal toleran dalam menghadapi setiap perbedaan. Rakyat yang selama ini dikenal santun tiba-tiba berubah menjadi beringas. Tak puas atas perbedaan yang terjadi di sekitar mereka.
Hingga saat ini terus beredar kecaman dan penyesalan atas terjadinya insiden ini, namun yang diperlukan saat ini adalah mencari sebab dan akar permasalahan. Sehingga masalah ini bisa dituntaskan sesegera mungkin dan tidak akan terjadi kembali serta merembet ke wilayah lain. Berbagai pandangan dan analisa bermunculan mengenai sebab terjadinya konflik ini. Ada yang berpendapat aksi kekerasan ini dipicu oleh masalah internal dan keluarga serta tidak ada kaitannya dengan perbedaan mazhab. Namun buktinya ternyata isu ini berkembang ke arah Sunni-Syiah. Jika hanya permasalah internal dan keluarga maka seharusnya tidak akan merembet luas melibatkan massa. Dan juga tidak akan terjadi serangan sampai dua kali.
Hal ini patut diperhatikan dan ditelusuri dengan seksama. Sementara itu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menilai konflik Syiah di Sampang sebenarnya sudah lama diselesaikan dengan kesepakatan di tingkat lokal Sampang maupun SK Gubernur Jatim 55/2012. PWNU kemudian menilai bentrokan yang terjadi kemarin merupakan hasil dari pelanggaran kesepakatan yang dilakukan kelompok Syiah Sampang sehingga konflik pun meletus.
"Syiah itu melanggar HAM, karena mereka melecehkan Islam. Solusinya, kami tidak melarang, tapi kami meminta Syiah untuk menghindari kiprahnya di ranah publik, kalau mereka tidak memasuki ranah publik atau hanya internal keluarga, tentu mereka akan aman," kata Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah kepada ANTARA di Surabaya, Selasa. Statemen ketua PWNU Jatim terkait Syiah melanggar HAM patut disayangkan, karena dirilis di saat pengikut Syiah sendiri menjadi korban HAM.
Ia mengemukakan hal itu ketika dikonfirmasi tentang solusi bentrok komunitas Syiah dengan masyarakat Desa Karanggayam, Omben, Sampang, Madura yang terjadi dua kali yakni 29-30 Desember 2011 dan 26 Agustus 2012.
Menurut dia, bila jamaah Syiah memasuki ranah publik, maka dipastikan akan terjadi konflik, karena masyarakat sekitar akan merasa dilecehkan. "Buktinya, masyarakat Sampang aman-aman saja dengan Muhammadiyah, Kristen, Buddha, dan sebagainya, karena memang tidak ada pelecehan itu," katanya.
Oleh karena itu, SK Gubernur Jatim Nomor 55/2012 tentang Pembinaan Kehidupan Beragama dan Aliran Sesat sebenarnya merupakan "solusi" karena tidak memberi ruang kepada ajaran yang melecehkan Islam untuk memasuki ranah publik.
"Kalau SK itu diterapkan, maka Syiah di Indonesia akan aman. Itu jauh lebih baik daripada pelarangan terhadap Syiah yang dilakukan Aljazair, Mesir, Yordania, Cassablanca, dan sebagainya. Hanya Indonesia, Lebanon, dan Iran yang menerima Syiah. Indonesia masih toleran, asalkan sifatnya pribadi atau internal keluarga, bukan disyiarkan," katanya.
Dengan demikian, katanya, konflik yang terjadi di Sampang sesungguhnya bukan konflik agama, melainkan konflik mazhab atau aliran yang bisa diselesaikan dengan memposisikan masing-masing kelompok secara proporsional dan penyelesaian ala Indonesia itu hendaknya tidak dilanggar.
"Kami juga bukan tidak mau berdialog, melainkan justru Syiah selalu menolak untuk datang bila diundang berdialog. Ada pula pimpinan Syiah di tingkat lokal yang mau berdialog, tapi mereka selalu lemah dalihnya," katanya.
Namun, katanya, PWNU Jatim juga sepakat bila polisi bertindak sesuai hukum tatkala melihat konflik aliran yang mengandung unsur pidana. "Silakan saja, asalkan penanganannya sesuai fakta, transparan, dan terukur," katanya.
Ia menambahkan PWNU Jatim juga sudah membentuk tim pencari fakta (TPF) yang melibatkan LPBHNU Sampang dan LPBHNU Jatim. "Kami akan terbuka dengan hasil TPF dan tidak ada masalah dengan proses hukum yang berjalan," katanya.
Hasil Rapat Para Menteri Tanggapi Kasus Serangan Sampang
Hasil rapat koordinasi para pejabat tinggi yang digelar di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin malam, 27 Agustus 2012, setidaknya menghasilkan empat butir kesimpulan.
Empat butir kesimpulan tersebut adalah, meminta kepolisian secepatnya mengambil tindakan tegas terhadap pelaku kriminal pertikaian antara penganut Syiah dan warga di Sampang.
Selain itu, masyarakat yang kehilangan tempat tinggal akan segera dicarikan solusi sementara tempat penampungan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Untuk solusi jangka panjang akan segera dibicarakan antara Pemerintah Provinsi dan pemerintah pusat. Sedangkan kesimpulan terakhir adalah, konflik di Sampang bukanlah konflik antar Suni dan Syiah.
"Sore tadi kami sudah tinjau lokasi, dan hasilnya kami rapatkan malam ini hasilnya empat poin ini akan segera kita kerjakan bersama," kata Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, usai pertemuan pada Selasa dinihari, 28 Agustus 2012.
Pertemuan tertutup yang berlangsung sejak pukul 20.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB itu juga dihadiri Menteri Agama, Suryadarma Ali; Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin; Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono; serta Kepala BIN, Marciano Norman.
Hadir pula Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Polisi Hadiatmoko, Panglima Kodam V/Brawijaya Mayor Jenderal Murjito, serta Ketua DPRD Jawa Timur, Imam Sunardi.
PBNU Kecam Serangan Terhadap Warga Syiah di Sampang
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengutuk terulangnya aksi kekerasan terhadap warga Islam Syiah di Nanggernang, Sampang, Madura, Jawa Timur. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Senin, mendesak aparat keamanan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku aksi kekerasan yang dinilainya sebagai tindak kriminal.
"Saya melihat (kejadian) itu sebagai kriminal murni, karena dakwah tidak dibenarkan kalau sampai harus saling melukai, apalagi saling bunuh. Oleh karenanya aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, harus bisa bertindak sesuai dengan hukum yang ada," katanya.
Terkait tudingan sejumlah pihak bahwa Syiah sebagai aliran sesat, menurut Said Aqil, bukan berarti tindak kekerasan terhadap penganutnya dibenarkan. "Kenyataannya di dunia ini Syiah dianggap sesat, keluar dari Islam dan lain sebagainya, tetapi tidak dibenarkan kalau penyelesaiannya melalui jalan kekerasan. 'Laa ikraha fiddin', tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), tidak ada kekerasan dalam agama," katanya.
NU, lanjut Said Aqil, menolak kekerasan dari dan kepada siapapun, serta apapun latar belakang kejadiannya.
"NU dengan Syiah jelas beda, terlebih dengan Ahmadiyah, jelas berbeda. Tapi dalam pergaulan kami menolak adanya kekerasan, karena ajakan berubah itu ada metodenya. Dakwah, diskusi yang bermartabat, dan itu semua yang selama ini kami lakukan," katanya.
PBNU sejauh ini sudah melakukan sejumlah upaya untuk membantu menyelesaikan perselisihan warga Islam Syiah di Sampang, Madura.
Ketua PBNU Saifullah Yusuf, yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur, secara khusus sudah diberikan mandat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Nahdlatul Ulama. (IRIB Indonesia/Republika/Tempo)
Lapis-lapis Peristiwa Sampang
Oleh: Dr. Zainal Abidin Baqir*
Bagaimana mendeskripsikan peristiwa Sampang kemarin? Memang tidak mudah. Sebelum yang lain-lain, yang perlu dikomentari adalah komentar Ketua DPR kita, Marzuki Alie, yang paling ceroboh, tidak jelas, sehingga paling sedikit dia tidak membantu, lebih jauh dia mungkin kontra produktif, dan ada kemungkinan menyesatkan.
Dari Antara: "Ketua DPR RI Marzuki Alie mengajak semua pihak untuk cerdas dalam menyikapi informasi dan isu terkait konflik di masyarakat terutama yang disampaikan melalui media sosial. "Semua pihak harus cerdas menyikapi berita media khususnya media sosial yang menggambarkan seolah konflik agama. Padahal jelas, dilandasi oleh persoalan warisan dengan memakai isu agama untuk menyesatkan umat."
Siapa yang menyesatkan umat? Rois menganggap Tajul sesat, atau Tajul menyesatkan umat? Apa gunanya analisis ini, yang dikeluarkan beberapa jam setelah satu orang mati dan ada yang sedang sekarat serta 3 orang kritis akibat diserang senjata tajam? Media sosial apa yang menggambarkan ini sebagai konflik agama? Satu-satunya yang bisa menjelaskan komentar ini adalah: marzuki ingin meredam, demi mengatakan tidak ada konflik agama, yang ada toleransi. Lagi-lagi soal pencitraan—bukan penyelesain masalah. Tidak mudah memang mendeskripsikan peristiwa ini, tapi saya berharap DPR yang menggaji banyak staf ahli atau media yang urusannya adalah melaporkan fakta bisa berbuat lebih baik.
Faktanya: satu orang terbunuh, empat dalam kondisi kritis, sekian luka-luka, sekian rumah terbakar. Korban parah (manusia harta benda) semuanya berasal dari kelompok Syiah, yang gurunya adalah Tujul Maluk. Peritiwa apa ini? Kenapa terjadi?
Peristiwa Apa?
Sebagian besar media (termasuk Kompas dan Republika cetak hari ini) menyebutnya sebagai "bentrok warga". Jakarta Post menyebutnya "melee", yang berarti kerusuhan atau perkelahian massal. Tapi kalau melihat jumlah tak berimbang di antara kedua pihak itu, ratusan orang (menurut Antara, lebih dari seribu orang yang membawa senjata tajam!) menyerbu kelompok lain, dan korban mati atau kritis serta luka-luka, serta puluhan rumah terbakar (dibakar) semuanya dari pihak warga pengikut Tajul Muluk, maka ini bukan bentrok, tapi penyerangan.
Kenapa Terjadi?
Ada kesepakatan beberapa sumber (polisi, media, LSM) bahwa ini dimulai dengan penghadangan sekelompok anak/remaja yang akan meninggalkan kampung mereka untuk kembali belajar ke pesantren di luar Sampang setelah libur lebaran usai. Tapi ada cerita lain yang bermula dari rombongan ibu dan istri Tajul Muluk yang akan membesuk anak/suaminya di penjara Sampang, dihadang sekelompok orang, gagal membesuk, lalu pergi ke sisa-sisa rumah mereka (yang tersisa dari pembakaran pada Desember 2011), dibuntuti, lalu beberapa waktu kemudian terjadi peristiwa penyerangan dan pembakaran itu. Korban mati diserang ketika mencoba melindungi kelompok yang akan diserang dari para penyerang.
Siapa Para Penyerang?
Ada yang menyebut sekadar "kelompok warga", ada yang menambahinya dengan "anti-Syiah" (atau "rusuh massa Sunni vs. Syiah"), ada pula "massa intoleran". Semua penyebutan ini tidak ada yang "netral". "(Kelompok) warga" adalah sebutan paling "netral"—tepatnya paling aman, tapi tidak memberikan penjelasan apa-apa. "Anti-Syiah" mengisyaratkan ini adalah perselisihan yang dipicu perbedaan paham. "Massa intoleran" bisa tidak berarti apa-apa, kalau mereka disebut "intoleran" karena penyerangan kemarin itu saja, paling jauh mengimplikasikan juga bahwa pemicunya adalah tiadanya toleransi terhadap perbedaan (perbedaan mazhab?); bisa juga berarti banyak, kalau kelompok yang menyerang adalah kelompok yang sama yang terlibat dalam penyerangan sebelumnya dan sudah terbukti motivasi mereka (dulu) adalah intoleransi. Saya tidak yakin dalam hitungan jam siapa pun dapat memastikan motivasi mereka, setidaknya khsusus menyangkut penyerangan hari Minggu kemarin.
(Analisis lebih jauh, tentu bisa seperti Haris Azhar dari Kontras hari ini: "Akar masalahnya adalah kebencian terhadap perbedaan." Tapi juga perlu berhati-hati—apakah penyebab penyerangan adalah perbedaan, atau kapitalisasi atas perbedaan? – Lihat di bawah, soal lapis-lapis peristiwa.)
Mencoba mensterilkan deskripsi agar faktual, objektif bisa mudah terjatuh pada tak menyampaikan banyak informasi, atau bahkan bertindak tidak adil (misalnya dengan menyebut "bentrok" yang mengimplikasikan kesalahan atas peristiwa itu ditanggung kedua pihak secara seimbang). Jadi bagaimana?
Fakta dan Analisis
Beberapa fakta bisa dengan cepat dipastikan, yang lain bisa dijelaskan hanya dengan menggoogle berbagai versi latar belakang peristiwa sejak tahun lalu. Pertama, ini bukan bentrok, tapi penyerangan, karena alasan di atas.
Kedua, identifikasi penyerang bisa disebut dengan menyebut latarbelakangnya: misalnya, dimulai dengan menyebut secara "netral" kelompok penyerang sebagai "kelompok warga", lalu dikualifikasi dengan tambahan info bahwa kelompok yang diserang sudah pernah diserang oleh kelompok warga yang diprovokasi Rois Hukama (adik tajul Muluk) pada Desember 2011 dan provokasi itu terus berlanjut pada bulan-bulan sebelumnya; dan bahwa Rois melaporkan kakaknya (Tajul Muluk) ke pengadilan atas tuduhan penodaan agama, dan Tajul seudah diadili dan dihukum atas tuduhan penodaan agama (tepatnya klaim bahwa Quran umat Muslim sekarang tidak otentik—bukan karena dia mengajarkan Syiah, bukan karena Syiah sesat, meskipun salah satu alat bukti dari MUI Sampang mengatakan itu). Ini semua sudah merupakan established facts; para wartawan seharusnya tinggal melakukansearch dalam database media mereka sendiri (saya bisa melakukannya melalui Google).
Deskripsi latar belakang itu sekaligus bisa menambah informasi soal motivasi (yang belum bisa diperoleh secara cepat tanpa mewawancarai para penyerang).
Terakhir, perlu dicatatat bahwa pengadilan atas Tajul Muluk menggunakan pasal Penodaan Agama (KUHP 156A), yang logikanya adalah penodaan dapat dihukum karena menimbulkan keresahan/kerusuhan dalam masyarakat. Nah, sekarang si tersangka penyebab kerusuhan ada dalam penjara, kok masih terjadi kerusuhan?
Berarti yang bikin rusuh adalah provokator yang terang-terangan menyebut Tajul sebagai sesat (dan tak sepenuhnya terbukti di pengadilan, masih dalam proses banding), mengancam dia dan para pengikutnya, dan menyarankan mereka untuk tidak berhenti menyerang para pengikut Tajul (termasuk keluarganya, ibunya, istrinya), bahkan ketika Tajul sudah dipenjara. (Perlu diingat pula, ketika penyerangan Desember 2011 terjadi, Tajul juga sudah meninggalkan Sampang selama berbulan-bulan.) Ujaran kebencian dan hasutan untuk kekerasan sudah merupakan tindak pidana bahkan sebelum itu dilaksanakan.
Yang terakhir ini adalah contoh terbalik-baliknya logika pengadilan penodaan agama. Dalam kasus-kasus yang belakangan terjadi (khususnya menyangkut Jemaah Ahmadiyah), ketidaktertiban sosial dikatakan terganggu karena ada yang menodai; tapi sesungguhnya ketidaktertiban—secara faktual—terjadi setelah ada provokasi yang menggunakan pretxt penodaan, dimana si "penoda" adalah korban. (Setiap mengatakan hal ini, saya selalu teringat pada Mahfudz MD, Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, yang seharusnya cerdas tapi kok ya menalan argumen ini mentah-mentah, yaitu ketika memutuskan uji materi UU Penodaan Agama tahun 2012 dulu. Kalau Hakim Konstitusi menelan argumen itu, tak mengherankan para hakim di pelosok-pelosok pedesaan termakan oleh argumen itu juga, apalagi ketika dibumbui kepentingan politik lokal atau nasional.)
Lapis-Lapis Peristiwa
Di luar peristiwa hari Minggu kemarin, dalam kasus Tajul Muluk ada lapis-lapis peristiwa yang mesti dipahami.
- Ada perseteruan kakak-beradik Tajul dan Rois yang dipicu macam-macam hal (ada persoalan keluarga, dikonfirmasi oleh ibu mereka sendiri di pengadilan), tapi Rois, yang kalah kharismatik dari Tajul, menyebut ajaran Syiah sebagai ajaran sesat dan menyulut penyerangan atas Tajul;
- lalu ada Bupati Sampang yang menggebu-gebu ingin peristiwa ini disidangkan, mungkin dia berpikir ini bisa jadi amunisi untuk Pilkada berikutnya.
- Lalu ada pula kelompok anti-Syiah yang sudah bertahun-tahun memusuhi Syiah memancing di air keruh ingin menjadikan kesempatan ini untuk mengilegalkan Syiah di Indonesia;
- dan kemudian beberapa kelompok ulama lokal (termasuk MUI, konon juga NU) yang (mungkin naif, mungkin simpati pada tujuan Rois, Bupati, atau anti-Syiah) mendukungnya dengan mengeluarkan fatwa.
Lapis-lapis seperti ini hampir selalu muncul dalam peristiwa "penodaan agama".
Beberapa link berita yang saya sebut di atas:
http://www.antaranews.com/berita/329549/marzuki-kita-harus-cerdas-menyikapi-informasi
http://www.thejakartapost.com/news/2012/08/26/two-shia-followers-reportedly-killed-sampang-melee.html
http://www.antaranews.com/berita/329518/warga-syiah-sampang-diserang-satu-tewas
Silahkan juga dilihat beberapa foto di Tempo yang di antaranya menunjukkan seseorang yang tengah membakar dan wajahnya saya kira tak sulit dikenali; http://www.tempo.co/read/beritafoto/3234/Kaum-Syiah-di-Sampang-Kembali-Diteror. (Keterlaluan kalau Polisi kesulitan melacak para penyerang. Tapi, apakah demi "keadilan", selain penyerang harus ada pengikut Syiah yang dihukum juga—seperti dalam kasus pembunuhan tiga orang Ahmadiyah di Cikeusik tahun lalu?)
Untuk sekarang, kita hanya berharap penegak hukum menjalankan pekerjaannya; para pejabat pemerintah, parlemen dan tokoh masyarakat setidaknya mengeluarkan pernyataan politik yang menyebut bahwa peristiwa seperti ini adalah kriminalitas telanjang yang seharusnya tak terjadi, mendorong polisi sigap menanganinya segera. (IRIB Indonesia/PH)
*) Direktur CRCS (Center for Religious and Cross-Cultural Studies) Yogyakarta
Wahabi adalah Khawarij Zaman Ini dan Anjing-anjing
Neraka Jahannam
|
Menurut Kantor Berita ABNA, berkenaan dengan penghancuran makam suci keturunan Nabi saw Sayyid Abdul Salam al-Asmar di Libya oleh kelompok Wahabi memancing reaksi umat Islam sedunia untuk melakukan protes dan kecaman.
DR. Ali Jum'ah mufti besar Mesir turut menyampaikan kecamannya. Secara keras beliau mengatakan, "Wahabi adalah Khawarij zaman ini, mereka adalah anjing-anjing neraka Jahannam. Mereka telah melakukan penghinaan terhadap rumah-rumah Allah dan tempat-tempat suci kaum muslimin."
"Mereka telah melakukan pengrusakan dan penghancuran peradaban Islam. Mereka juga yang telah menghembuskan fitnah perpecahan dan perang mazhab antar umat Islam." tambahnya lagi.
Ulama mufti Mesir tersebut membandingkan kondisi terakhir Libya dengan masa jahiliyah pra Islam dengan mengatakan, "Setiap muslim berkewajiban menentang baik dengan lisan maupun tindakan terhadap apa yang telah mereka lakukan, dan pemerintah Libya diminta untuk segera bertindak tegas atas mereka."
Menurut DR. Ali Jum'ah kelompok Wahabi telah banyak menimbulkan kekacauan dan kerusakan dalam tubuh umat Islam. Bagi Wahabi hanya pemahaman mereka sendiri saja yang benar, kelompok Islam diluar mereka dipandang sesat bahkan kafir. "Mereka telah membakar api fitnah dengan kejahatan lidah-lidah mereka." Ujarnya.
Bertepatan dengan hari penghancuran Pemakaman Baqi', kelompok Wahabi di Libya telah menghancurkan makam cucu Imam Hasan as yang telah ratusan tahun menjadi tempat yang dimuliakan dan diagungkan warga setempat. Makam tersebut ramai diziarahi muslim Syiah Libya maupun pecinta Ahlul Bait di kawasan Afrika Utara.
Sudah berkali-kali ulama Wahabi di Libya mengeluarkan fatwa dan seruan penghancuran makam tersebut, namun berkat penolakan warga setempat hal itu tidak bisa terwujud. Namun memanfaatkan situasi politik yang belum stabil, hari ini mereka berhasil melakukan pengrusakan secara paksa. Di Mesir kelompok Wahabi juga sempat menyerukan penghancuran makam kepala Imam Husain as, namun berkat kegigihan DR. Ali Jum'ah dan Syaikh Ahmad Tayyib Rektor Universitas al Azhar Wahabi dalam membendung fitnah mereka, Wahabi belum juga menemukan jalan untuk meloloskan rencana keji mereka. (
DR. Ali Jum'ah mufti besar Mesir turut menyampaikan kecamannya. Secara keras beliau mengatakan, "Wahabi adalah Khawarij zaman ini, mereka adalah anjing-anjing neraka Jahannam. Mereka telah melakukan penghinaan terhadap rumah-rumah Allah dan tempat-tempat suci kaum muslimin."
"Mereka telah melakukan pengrusakan dan penghancuran peradaban Islam. Mereka juga yang telah menghembuskan fitnah perpecahan dan perang mazhab antar umat Islam." tambahnya lagi.
Ulama mufti Mesir tersebut membandingkan kondisi terakhir Libya dengan masa jahiliyah pra Islam dengan mengatakan, "Setiap muslim berkewajiban menentang baik dengan lisan maupun tindakan terhadap apa yang telah mereka lakukan, dan pemerintah Libya diminta untuk segera bertindak tegas atas mereka."
Menurut DR. Ali Jum'ah kelompok Wahabi telah banyak menimbulkan kekacauan dan kerusakan dalam tubuh umat Islam. Bagi Wahabi hanya pemahaman mereka sendiri saja yang benar, kelompok Islam diluar mereka dipandang sesat bahkan kafir. "Mereka telah membakar api fitnah dengan kejahatan lidah-lidah mereka." Ujarnya.
Bertepatan dengan hari penghancuran Pemakaman Baqi', kelompok Wahabi di Libya telah menghancurkan makam cucu Imam Hasan as yang telah ratusan tahun menjadi tempat yang dimuliakan dan diagungkan warga setempat. Makam tersebut ramai diziarahi muslim Syiah Libya maupun pecinta Ahlul Bait di kawasan Afrika Utara.
Sudah berkali-kali ulama Wahabi di Libya mengeluarkan fatwa dan seruan penghancuran makam tersebut, namun berkat penolakan warga setempat hal itu tidak bisa terwujud. Namun memanfaatkan situasi politik yang belum stabil, hari ini mereka berhasil melakukan pengrusakan secara paksa. Di Mesir kelompok Wahabi juga sempat menyerukan penghancuran makam kepala Imam Husain as, namun berkat kegigihan DR. Ali Jum'ah dan Syaikh Ahmad Tayyib Rektor Universitas al Azhar Wahabi dalam membendung fitnah mereka, Wahabi belum juga menemukan jalan untuk meloloskan rencana keji mereka. (
Presiden Minta Pelaku Penyerangan Sampang
Dihukum
|
Menurut Kantor Berita ABNA, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta penegak hukum memberikan hukuman setimpal kepada pelaku penyerangan terhadap kelompok pengikut Islam Syiah di Sampang, Madura, agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.
"Kalau tegas dan adil, kalau kesalahannya berat hukumannya berat, maka itu akan baik bagi negara kita," kata Presiden dalam keterangan persnya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (27/8/2012).
Dengan demikian, kata Presiden, selanjutnya warga tidak akan melakukan tindak kekerasan dan pelanggaran hukum semacam itu lagi.
Pada kesempatan itu Presiden juga meminta pemerintah daerah Jawa Timur membantu korban penyerangan sesuai kemampuan.
"Kalau pemerintah pusat harus membantu kita akan bantu, untuk membantu mereka-mereka yang jadi korban insiden ini, apakah rumah dibakar atau yang luka-luka, secara adil bagi kedua belah pihak," katanya.
Presiden berharap para pemimpin dan pemuka agama serta tokoh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemerintah daerah, kembali menenangkan dan membimbing umat agar tidak melakukan aksi kekerasan dan tindakan main hakim sendiri yang bertentangan dengan ajaran agama.
Terhadap pelaku tindak kekerasan, Menag meminta kepada aparat keamanan untuk menindak tegas. Siapa pun yang terlibat, harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. "Prinsip dasarnya, kekerasan atas nama apa pun dan dengan dalih apa pun, tidak dapat dibenarkan," tutup Menag.(abna.ir/berbagai sumber)
"Kalau tegas dan adil, kalau kesalahannya berat hukumannya berat, maka itu akan baik bagi negara kita," kata Presiden dalam keterangan persnya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (27/8/2012).
Dengan demikian, kata Presiden, selanjutnya warga tidak akan melakukan tindak kekerasan dan pelanggaran hukum semacam itu lagi.
Pada kesempatan itu Presiden juga meminta pemerintah daerah Jawa Timur membantu korban penyerangan sesuai kemampuan.
"Kalau pemerintah pusat harus membantu kita akan bantu, untuk membantu mereka-mereka yang jadi korban insiden ini, apakah rumah dibakar atau yang luka-luka, secara adil bagi kedua belah pihak," katanya.
Presiden berharap para pemimpin dan pemuka agama serta tokoh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemerintah daerah, kembali menenangkan dan membimbing umat agar tidak melakukan aksi kekerasan dan tindakan main hakim sendiri yang bertentangan dengan ajaran agama.
Terhadap pelaku tindak kekerasan, Menag meminta kepada aparat keamanan untuk menindak tegas. Siapa pun yang terlibat, harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. "Prinsip dasarnya, kekerasan atas nama apa pun dan dengan dalih apa pun, tidak dapat dibenarkan," tutup Menag.(abna.ir/berbagai sumber)
Imam As-Shadiq as Jelaskan Cara Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka
رُوِيَ عَنْ الصادِقِ عَلَيْهِ السَلامُ قالَ:
لَمّا نَزَلَتْ«يااَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا قُو اَنْفُسَکُمْ و اَهْليکُمْ نارا[1]» قالَ النّاسُ کَيْفَ نَقِي اَنْفُسَنا وَ اَهْلينا قالَ عَلَيْهِ السَّلامَ: اِعْمَلوُا الخَيْرَ وَ ذَکِّرُوا بِهِ اَهْليکُمْ وَ اَدِّبُوهُمْ عَلي طاعَةِ اللهِ[2]
Diriwayatkan Imam Ja'far as berkata: "Ketika turun ayat; wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka jahanam. Masyarakat bertanya; bagaimana kami menjaga diri kami dan keluarga kami dari api neraka? Imam berkata; kerjakanlah kebajikan, ingatkan keluarga kalian untuk melakukan kebajikan, dan ajari mereka jalan untuk menaati Allah (Swt)."
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan hadis tersebut dan mengatakan, "Imam menjelaskan tiga poin untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka jahanam, pertama lakukanlah kebajikan dan berusaha untuk melakukannya. Kedua, ingatkan istri, anak, ayah, ibu, saudara dan kerabat untuk mengerjakan kebajikan."
"Pertama disebutkan lakukanlah kebajikan dan baru kemudian keluarga. Karena jika kalian sendiri tidak mengerjakan kebajikan dan hanya menyeru orang lain untuk mengerjakan kebajikan, maka bukan hanya tidak akan bermanfaat melainkan akan berdampak negatif. Ketiga, adablah diri kalian terlebih dahulu untuk meninggalkan dosa, maksiat dan yang diharamkan oleh Allah Swt. Sehingga itu semua menjadimalakah (bagian dari jiwa), baru kemudian ajarkan untuk mengerjakan kebajikan itu kepada keluarga sampai menjadimalakah."
"Pertama, seseorang memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kemudian keluarganya. Dia tidak boleh membiarkan mereka sama seperti jika keluarganya mengerjakan amal kebajikan atas bimbingannya, maka kebaikan dari amal tersebut juga akan tercatat baginya dan juga untuk kedua orang tua, meski dia telah meninggal dunia. Sebaliknya, jika dia seseorang mengabaikan bimbingan yang benar untuk keluarganya, maka selama dosa dan maksiat dilakukan, dia juga akan menerima keburukannya, meski dia telah meninggal dunia. Celakalah orang yang mendorong keluarganya untuk melakukan amalan setan. Di sini jelas pula peran penting ayah dan ibu dalam memberikan bimbingan ilahi kepada keluarga."
[1]سوره تحريم، آيه 6
[2]مستدرک جلد 2 باب 8 روايت 13882 صفحه 200
0 comments to "Tokoh Sunni & Tokoh Syi'ah Surabaya "Halal Bihalal" : Bicarakan Kasus Sampang : Bukan Syi'ah VS Sunni, tetapi "Zionis/pemecah-belah lah biangkeroknya dimana "Zionis" biasa berbaju AGAMA untuk bisa memecah persatuan ummat manusia...!!!!!"