Home , , , , � Inilah Fenomena Syiah di Nusantara

Inilah Fenomena Syiah di Nusantara

Sekitar enam bulan lalu, pengikut Ahlul Bait dikejutkan dengan serangan aparat Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) ke Hauzah Ar-Ridho di Gombak, Selangor. Apalagi serangan itu terjadi saat para pengikut Ahlul Bait as memperingati haul hari kesyahidan Imam Husein as, cucu kesayangan Rasulullah Saw.

Menyusul peristiwa itu, Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur yang sudah berdiri sejak 30 tahun lalu menjadi korban hasutan pihak-pihak tertentu. Pada tanggal 15 Februari, ratusan orang terprovokasi tiba-tiba menyerang Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ma'hadul Islam Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Desa Kenep Kecamatan Beji, Pasuruan.

Massa terprovokasi yang berjumlah sekitar 300 orang dengan mengenakan sarung dan naik motor itu menyerang Ponpes YAPI dan menyusup masuk ke dalam pondok. Para perusuh secara brutal melemparkan batu ke arah Ponpes YAPI dan para santri yang tengah bermain futsal.

Akan tetapi langkah anarkis itu bukan memadamkan aktivitas madzhab Ahlul Bait, tapi malah kian menghidupkan madzhab kuno ini yang juga dikenal dengan sebutan madzhab Jaafari. Madzhab Jaafari disebut sebagai madzhab kuno karena para pendiri madzhab-madzhab lain berguru pada Imam Jaafar Shadiq as.

Disebut madzhab Jaafari karena pendirinya adalah Imam Jaafar Shadiq as yang juga Imam Keenam dari Ahlul Bait as. Madzhab Jaafari juga akrab disebut dengan Madzhab Ahlul Bait as. Ahlul Bait berartikan keluarga. Yang dimaksud keluarga di sini adalah keluarga Rasulullah Saw yang berasal dari keturunan Sayidah Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah Saw dan Imam Ali as.

Penjelasan singkat di atas mengungkapkan bahwa madzhab Ahlul Bait bukanlah ajaran yang menyimpang. Hal inilah yang membuat masyarakat muslim di dunia ini ingin tahu lelib jauh tentang ajaran Ahlul Bait as yang juga disebut-sebut sebagai madzhab terkuno.

Syiah di Nusantara
Tak dapat dipungkiri, madzhab Ahlul Bait kian populer di dunia setelah Revolusi Islam Iran yang digagas oleh Imam Khomeini ra. Imam Khomeini ra dalam pidatonya di makam pahlawan, Behest-e Zahra, Tehran, menyatakan secara tegas ingin membentuk pemerintahan berdasarkan ajaran 14 manusia suci yang dikenal dengan istilah Ahlul Bait Rasulullah Saw. Ajaran 14 manusia itu terdiri dari Nabi Besar Muhammad Saw, Sayidah Fatimah Az-Zahra as, Imam Ali as dan 11 manusia suci lainnya hingga Imam Mahdi af yang akan muncul di dunia ini sebagai Juru Selamat Dunia.

Tidak lama setelah berpidato di Behest-e Zahra, keinginan Imam Khomeini pun terwujud dengan dukungan 90 persen rakyat Iran dalam referendum mendukung pembentukan Republik Islam Iran. Setelah itu, madzhab Ahlul Bait mulai lebih dikenal di seluruh dunia Islam, termasuk di Malaysia dan Indonesia.

Pada dasarnya, madzhab Ahlul Bait as sudah ada di nusantara sejak ratusan tahun lalu. Ketua PB NU Agil Siradj menyinggung poin yang menarik terkait kedatangan keturunan Rasulullah Saw di nusantara. KH Agil Siradj dalam peringatan haul Imam Husein as yang digelar beberapa tahun lalu di Cirebon mengatakan, tragedi Karbala malah mempercepat dakwah Islam di nusantara.

Menurut Agil Siradj, keturunan Rasulullah di masa itu harus bersembunyi dari satu tempat ke tempat lain karena mereka saat itu dianggap oposisi kekuasaan lalim. Mereka pun lari hingga ke nusantara. Sebagai contoh Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy adalah keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad Saw

Maulana Malik Ibrahim diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa (Kamboja saat ini), selama tiga belas tahun sejak tahun 1379.

Maulana Malik Ibrahim menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu-. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

Cahaya Ahlul Bait
Inilah cermin ajaran Ahlul Bait as yang ternyata masih berkaitan erat dengan penyebaran Islam di nusantara. Tidaklah salah jika tokoh komunitas Ahlul Bait di Malaysia, Kamil Zuhairi, mengatakan, "Ajaran Ahlul Bait yang dikenal dengan Syiah tiba di Malaysia pada abad ke-14. Untuk itu, Syiah bukanlah ajaran baru di negara ini."

Mengingat populasi Syiah yang besar di Iran, Irak, Bahrain, Lebanon dan negara-negara Arab lainnya bahkan di negara Asia seperti di Pakistan dan India, sangatlah aneh bila ada sejumlah ulama di nusantara yang menyudutkan Syiah. Terkait hal ini, Presiden The International Movement for a Just World (JUST), Chandra Muzaffar, sebagaimana dikutip AFP mengatakan, "Syiah tidak sesat. Jika dikatakan sesat, kita sama halnya menyebut 15 persen muslim di dunia sebagai ajaran yang menyimpang."

Di antara alasan-alasan inilah ajaran Ahlul Bait tidak mungkin untuk ditolak di nusantara. Apalagi secara kultur, budaya nusantara tidak terlepas dari ajaran suci Ahlul Bait. Itu juga pernah ditegaskan oleh Almarhum Gus Dur bahwa muslim di Indonesia adalah Syiah kultur. Menurutnya, tradisi tahlil, haul dan ziyarah kubur adalah di antara yang berasal dari tradisi Syiah.

Pada tanggal 27 Februari lalu, Hauzah Ar-Ridho yang berlokasi di Gombak, Selangor Malaysia mengadakan peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw yang menghadirkan Ayatollah Syeikh Jaafar Hadi. Padahal sebelumnya, Hauzah Ar-Ridho dipaksa untuk dibubarkan oleh pihak-pihak tertentu. Namun upaya itu hanyalah isapan jempol belaka.

Yang lebih menakjubkan lagi, acara Maulid itu dihadiri oleh ribuan warga. Bahkan ada peserta yang berasal dari komunitas India dan Tionghoa yang tentunya bukan beragama Islam. Komunitas India dan Tionghua juga merasa prihatin atas penindasan terhadap kelompok minoritas Syiah di nusantara.


Masyarakat setempat yang bermadzhab Sunni juga menghadiri acara maulid tersebut. Yang lebih menarik lagi, ada acara pernikahan kedua mempelai yang berbeda madzhab. Mempelai pria bermadzhab Syiah, sedangkan mempelai wanita bermadzhab Sunni. Keragaman dalam acara itu menunjukkan bahwa madzhab Ahlul Bait as yang juga diistilahkan dengan Syiah adalah ajaran suci yang menyerukan akhlak mulia dan norma-norma suci.

Pengikut ajaran Ahlul Bait as diperkirakan berjumlah 40 ribu warga di Malaysia. Bahkan menurut data terbaru, komunitas pengikut Ahlul Bait bisa mencapai 100 ribu warga.

Sementara itu, YAPI yang disebut-sebut sebagai pesantren penyebar ajaran Ahlul Bait juga menggelar peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw yang dihadiri ribuan warga. Menurut laporan yang diterima IRIB, para peserta Maulid di YAPI mencapai enam ribu warga.

Para alumni YAPI dari berbagai penjuru nusantara juga berdatangan menghadiri acara peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw di Bangil yang sekaligus menunjukkan solidaritas atas ponpes yang belum lama ini menjadi korban hasutan sejjumlah pihak.

Dalam acara itu, anggota DPR dari Partai Demokrat, Abdurrahman Bima, yang juga alumnus ponpes YAPI memberikan sambutan. Selain itu, Ustadz Hasan Daliel, salah satu pimpinan Organisasi Ahlul Bait Indonesia (ABI), juga tampil sebagai pembicara. Seperti yang sudah dijadwaljkan sebelumnya, Ustadz Muhammad bin Alwi dan Dr. Umar Ibrahim Assegaf yang juga anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menjadi pembicara utama dalam acara tersebut.

Menurut laporan yang diterima IRIB, acara maulid Nabi Besar Muhammad Saw berjalan lancar tanpa adanya gannguan. Padahal pada hari Jumat (27/2), Bangil sempat dikejutkan dengan aksi provokasi pihak tertentu. Pada hari itu, Umar bin Abdullah dalam pengajian rutinnya di Raudhatul Salaf kembali menyulut fitnah. Pidato itu berupaya menghasut masyarakat supaya pengikut Syiah dibunuh. Bahkan Umar bin Abdullah mengancam akan membunuh Ketua PB NU, Said Agil Siraj. Sebelumnya, Kyai Nurkholis kembali mengumbar fitnah dan mengangkat isu Syiah sesat.

Sehari sebelum penyelenggaraan maulid YAPI, Tahir Alkaf juga dijadwalkan akan berpidato di kota kecil Bangil. Namun menyusul aksi protes warga setempat, Tahir Alkaf tidak datang ke kota Bangil. Guan Assegaf yang juga Direktur Televisi Lokal , TV9, ketika diwawancarai IRIB mengatakan, "YAPI sudah berdiri sejak 30 tahun lalu. Selama ini, Bangil aman. Untuk itu, provokator tidak dibenarkan berkeliaran dan dibiarkan di kota ini. "

Dari pengamatan detiksurabaya.com, Senin (28/2/2011), dua satuan setingkat Kompi (SSK) Brimob dan Dalmas Polda Jatim dikerahkan melakukan pengamanan selama pelaksanaan Maulid YAPI di Bangil. Itu juga masih ditambah dengan satu satuan setingkat Pleton (SST) dari Polres Pasuruan. Mereka berjaga baik di luar dan di dalam ponpes YAPI.

Terkait tudingan terhadap YAPI sebagai penyebar ajaran Syiah, Dewan Pembina Yapi, Habib Ali bin Umar yang pernah dikutip ANTARA mengatakan, "Perbedaan madzhab dalam Islam tidak pernah jadi masalah. Mazhab Jaafari juga tidak pernah dipermasalahkan di dunia internasional, makanya ini aneh sekali. "

Menurutnya, YAPI tetap memegang teguh ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah dengan menganut empat mazhab, yakni Imam Syafi'i, Imam Hanbali, Imam Maliki, dan Imam Hanafi, sebagaimana pedoman umum kaum Muslim di Indonesia. Ia mengatakan, ""Kami hanya memberikan pelajaran tentang perbandingan mazhab. Di situ kami membandingkan empat mazhab itu dengan mazhab Imam Ja'far."

Imam Jaafar yang dimaksud Habib Ali itu adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib dan bagian dari Ahlulbait. Hal inilah yang menimbulkan tudingan bahwa YAPI menganut faham Syiah. "Padahal, Imam Ja'far itu merupakan guru dari Imam Hanafi dan Imam Maliki (dua dari empat mazhab)." (IRIB/ Pasuruan.info/Detik/Kompas/AR/1/3/2011)

0 comments to "Inilah Fenomena Syiah di Nusantara"

Leave a comment