Home , , , , , , , , , , , , , , , , , � Dua Suara Miring dari KTT GNB Tehran (Republik Islam Iran) hingga Kontraversi "CAROK" di Sampang Madura Indonesia...

Dua Suara Miring dari KTT GNB Tehran (Republik Islam Iran) hingga Kontraversi "CAROK" di Sampang Madura Indonesia...

Oleh: Dina Y. Sulaeman*

Usai sudah Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok (KTT GNB) ke-16 di Tehran. Meskipun selama 30 tahun terakhir AS telah mengucurkan sangat banyak energi dan dana untuk menjadikan Iran sebagai pariah dalam pergaulan internasional, kehadiran top official dari 120 negara di Tehran membuktikan kegagalan upaya itu. Menjelang KTT, berbagai upaya propaganda dilancarkan untuk mencegah kehadiran tokoh-tokoh dunia ke Tehran. PM Israel, Netanyahu menyebut KTT GNB sebagai ‘memalukan dan noda bagi kemanusiaan" dan AS terang-terangan menyatakan ketidaksetujuan kedatangan Sekjen Ban Ki Moon ke Tehran.

Upaya AS ini seolah pengulangan sejarah Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Saat itu, seperti dicatat oleh mantan Sekjen Deplu Ruslan Abdulgani dalam bukunya ‘Bandung Connection', media AS mempropagandakan bahwa Indonesia tidak akan mampu menyelenggarakan konferensi akbar itu. Bahkan, salah satu media AS mengutip kalimat kasar mengejek Indonesia, "Para pengemis itu tidak akan bisa belajar." Cak Ruslan mengatakan dirinya dan PM Ali Sastroamijojo merasa sedih membaca berita itu tapi hal itu justru mendorong mereka bekerja lebih giat lagi untuk menyukseskan KAA.

Benar saja, hingga kini, suara KAA masih terus menggema. KAA-lah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Non Blok pada tahun 1960. Dalam KAA Bandung, ide-ide independensi dan perjuangan melawan neokolonialisme didiseminasi. Pidato Bung Karno yang histroris itu, masih terasa relevan hingga kini. Beliau mengatakan, "Saya harap Anda tidak memikirkan kolonialismedalam bentuk klasik sebagaimana yang diketahui baik oleh kami bangsa Indonesia, maupun oleh saudara-saudara kami dari berbagai bagian Asia dan Afrika. Kolonialisme juga memiliki penampilan yang modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dan juga kontrol fisik yang dilakukan sekelompok kecil orang asing dalam sebuah bangsa. Kolonialisme adalah musuh yang sangat pintar dan ambisius, dan dia muncul dalam berbagai kedok. Kolonialisme tidak menyerahkan (bangsa) jarahannya dengan begitu saja. Kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun kolonialisme itu menampilkan dirinya, dia tetaplah sesuatu yang jahat, dan dia harus dimusnahkan dari muka bumi ini."

Di Teheran, nama Bung Karno kembali dikenang. Dalam pidatonya di depan peserta KTT, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei, menyebut-nyebut nama Bung Karno. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Sebagaimana dikatakan oleh Ahmad Sukarno, salah satu pendiri gerakan Non Blok, dalam konferensi legendaris di Bandung tahun 1955, landasan berdirinya gerakan non blok bukanlah penyatuan geografi atau ras atau agama, melainkan persatuan kebutuhan. Pada waktu itu, negara-negara yang bergabung dalam GNB membutuhkan kerjasama yang bisa membebaskan mereka dari kekuatan arogan dunia, dan kebutuhan tersebut masih dirasakan hingga hari ini seiring dengan semakin meluasnya cengkeraman kekuatan imperialisme."

Ya, tak perlu banyak dibahas, kita semua sudah merasakan bahwa imperialisme model baru, atau neokolonialisme, masih mencengkeram bangsa-bangsa di dunia. Sebagaimana diungkapkan John Pilger dalam film dokumenternya ‘New Ruler of The World', saat ini ada sekelompok kecil orang yang sedemikian berkuasa di muka bumi, sehingga kekayaan mereka bahkan lebih banyak dari kekayaan seluruh manusia di benua Afrika. Mereka hanya memiliki 200 perusahaan, namun menguasai  ¼ perekonomian dunia.  Bahkan sebagian perusahaan itu lebih kaya dari satu negara. Misalnya, General Motors lebih kaya daripada Denmark, Ford lebih kaya dibanding Afrika Selatan.

Bagaimana cara mereka mendapatkan uang sebanyak itu? Tak lain, melalui perbudakan era modern. Mereka membangun pabrik-pabrik di negara berkembang (antara lain Indonesia) dengan upah yang sangat rendah, nyaris seperti budak, lalu menjual produknya dengan harga sangat tinggi. Contohnya, kata Pilger, sepotong celana merek GAP dijual  Rp.112.000  di London,  sementara buruh di Indonesia yang membuat celana itu hanya mendapat upah Rp500 per-potong. Tak heran bila si produsen meraup untung 38 M dollar, dan CEO-nya mendapat gaji 5,5 juta dollar per tahun.

Seperti kata Bung Karno, para kolonial itu tidak akan mau melepas begitu saja negara-negara jajahan mereka. Setelah era kolonialisme usai, mereka membuat sistem penjajahan baru melalui sistem liberalisasi pasar dan hutang kepada IMF atau Bank Dunia.

Pada tahun 1970, di Havana Kuba, idealisme GNB dirumuskan dengan lebih tajam, yaitu, "untuk menjamin  kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok  dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan menentang segala bentuk blok politik."

Namun sayang, ada dua peristiwa memalukan yang terjadi dalam KTT GNB Tehran, yang justru semakin membuktikan kebenaran tesis Bung Karno: penjajahan itu masih ada, tapi dalam bentuk baru.

Pertama adalah pidato dari Presiden Mesir, Muhammad Mursi. Awalnya, kehadirannya seolah menunjukkan independensi di hadapan Barat. Tapi, ternyata Mursi masih tetap berdiri dalam barisan yang sama dengan Barat: mendukung penggulingan rezim di Syria. Mursi menyerukan para anggota GNB untuk bersatu mendukung ‘perjuangan' rakyat Syria. Secara terang-terangan, Mursi menyebut pemerintah Syria sebagai ‘rezim opresif' dan menyatakan bahwa pihaknya mendukung kehendak rakyat Syria untuk mencapai kebebasan dan kesetaraan.
Pidato Mursi ini jelas bertentangan dengan etika diplomasi dan melanggar konvensi GNB yang menolak interferensi atas urusan internal negara lain. Kalaupun Mesir memiliki pendapat tertentu terkait Syria, etikanya, disampaikan pada sidang-sidang perumusan deklarasi; dan nantinya akan dilakukan deklarasi bersama GNB terkait Syria. Tak heran bila delegasi Syria dalam KTT tersebut langsung melakukan aksi walkout. Mursi secara sepihak memosisikan diri sebagai  hakim dalam konflik internal negara lain dan memutuskan siapa yang salah dan benar di antara dua kubu: pro Asad atau pro-Barat. Katakanlah benar, bahwa Mursi seorang pemimpin negara muslim yang sedang ingin membela perjuangan rakyat tertindas. Lalu, mengapa dia tidak bersuara membela penindasan atas rakyat Bahrain yang juga ingin mencapai kebebasan dan kesetaraan? Ah, mungkin, Mursi  sungkan mengkritik rezim monarkhi Bahrain, yang jelas-jelas didukung Arab Saudi. Arab Saudi-lah yang mengirim tentara bantuan ke Bahrain, untuk membantu membasmi gerakan perlawanan rakyat Bahrain terhadap rezim monarkhi.

Apapun juga alasannya, yang jelas, Mursi sudah bersuara miring di KTT GNB dan telah menjadi corong Barat untuk menekan Syria. Mursi lebih memilih terus memanaskan isu konflik sektarian dan menari dengan tabuhan genderang Barat; alih-alih bergandengan bersama negara-negara GNB untuk membebaskan Dunia Ketiga dari penjajahan neo-kolonial.

Suara miring kedua, sayang sekali, datang dari orang yang semula dipuji-puji karena berani melawan tekanan Barat: Ban Ki Moon (Sekjen PBB).  Meskipun ditekan AS dan Israel, Ban tetap hadir di Teheran, seolah berusaha membuktikan bahwa PBB adalah lembaga independen. Tapi rupanya, Ban punya agenda tersendiri dalam kehadirannya di Teheran, yaitu menyampaikan pesan Israel.

Dalam pidatonya, Ban mengkritik pihak yang ‘menyerukan pembubaran Israel' dan ‘mengingkari Holocaust'. Meskipun tidak terang-terangan menyebut Iran, tapi semua bisa menangkap, bahwa yang dimaksud Ban jelas Iran. Baiklah, bila Ban sebagai Sekjen PBB merasa perlu bersikap netral dengan membela Israel. Tetapi, mengapa dia tidak memberikan pembelaan kepada bangsa Palestina yang selama 63 tahun terakhir dijajah oleh Israel? Melalui Resolusi 181 tahun 1947, PBB memerintahkan agar tanah Palestina dibagi dua dengan Israel. Orang-orang Yahudi  didatangkan dari benua AS, Eropa, dan Afrika untuk menjadi penduduk negara jadi-jadian itu. Selain bertentangan dengan konsep berdirinya sebuah negara, bukti-bukti sudah sedemikian nyata bahwa telah terjadi kejahatan melawan kemanusiaan di Palestina. Kota dan desa milik bangsa Palestina dibubarkan, penduduknya diusir, hanya dengan alasan wilayah itu sudah dihadiahkan PBB kepada Israel.  Mana suara Ban Ki Moon untuk Palestina?

Ban juga tak lupa menyebut Syria dan terang-terangan pro-oposisi. Dia menyebut konflik di Syria ‘gara-gara' aksi damai yang dihadapi dengan kekerasan oleh pemerintah.  Tapi, dia ‘lupa' menyebut-nyebut Bahrain? Bukankah rakyat Bahrain juga mengalami hal yang sama seperti dituduhkan Ban atas Syria: aksi damai yang dihadapi dengan kekerasan?

Anehnya, Ban seperti buta, tak melihat buki-bukti bahwa AS, Eropa, dan Turki, dan negara-negara Teluk sudah terang-terangan melanggar hukum internasional dengan mendanai dan mempersenjatai kelompok oposisi Syria. Bahkan, tingkat penjualan senjata AS tahun 2011 sudah meningkat tiga kali lipat dibanding setahun sebelumnya, dan separohnya dijual ke negara-negara monarkhi di Teluk yang terang-terangan menyuplai senjata kepada pihak oposisi Syria.  Lalu, mana suara Ban?

Ah, sudahlah. Topeng sudah terbuka. Ban memang bersedia hadir di KTT GNB, yang jelas-jelas dibentuk dengan spirit melawan neokolonialisme dan neoimperialisme. Namun dia dengan tebal muka menampilkan dirinya sebagai juru bicara dari kekuatan neokolonial itu.

Meskipun dua suara miring itu sempat menodai KTT GNB Tehran, suara murni spirit GNB tetap lebih menggema. Hal ini terbukti dari Deklarasi KTT GNB ke-16 yang konsisten dengan spirit GNB, antara lain: menyerukan perlucutan sejata nuklir di dunia, mendukung perjuangan rakyat Palestina, mengecam Barat terkait terorisme, rasialisme, dan diskriminasi, menolak intervensi militer asing di Syria, dan mendukung pemberdayaan energi nuklir untuk tujuan damai. Yang terpenting tentu saja: menyuarakan reformasi Dewan Keamanan PBB, lembaga yang selama ini memberikan stempel pengesahan perang terhadap negara-negara yang tak disukai AS dan sebaliknya, bersikap abai terhadap kejahatan yang dilakukan Barat dan Israel. (IRIB Indonesia)

*magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran dan research associate Global Future Institute(Minggu, 2012 September 02 11:16/Irib)

Apa di Balik Santernya Serangan ke Iran?



Dalam beberapa hari terakhir, ancaman serangan ke Iran santer mengalir dari mulut para pejabat tinggi rezim Zionis Israel, yang langsung direaksi negatif oleh pejabat Washington, bahkan oleh sejumlah pejabat Israel.

Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah mengapa ancaman serangan militer ke Iran oleh rezim Zionis semakin santer dalam beberapa hari terakhir? Apakah ini berarti indikasi kuat ancaman nyata atau ada tujuan lain di baliknya. Adapun bahwa di antara para pejabat Israel dan Amerika Serikat terdapat friksi, tidak perlu disanksikan, akan tetapi apa yang tersembunyi di balik ini semua?

Amerika Serikat lebih menekankan berlanjutnya "proses diplomatik" dan "eskalasi boikot" yang diklaim melumpuhkan dan merupakan satu-satunya strategi untuk menghadapi Iran. Namun para pejabat Israel menilai langkah tersebut tidak cukup dan menekankan bahwa Iran harus dikepung dari udara dan laut. Gedung Putih menilai aksi tersebut sama saja dengan mengumumkan perang dengan Iran dan Israel tidak boleh mengambil langkah unilateral dalam hal ini. Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Leon Panetta, tidak yakin Israel akan berani menyerang situs nuklir Iran.

Friksi antara para pejabat Amerika Serikat dan Israel tidak cukup di sini, melainkan pada perencanaan aksi anti-Iran. Israel bersikeras agar Amerika menyerang Iran atau Washington memberi lampu hijau kepada Tel Aviv untuk memulai serangan. Amerika berpendapat bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk opsi militer terhadap Iran. Panetta mengatakan, "Masih banyak waktu untuk meningkatkan sanksi anti-Iran."

Para pejabat Zionis menyatakan kepada para pejabat Amerika Serikat bahwa "sekarang, ketika serangan ke Iran tidak mungkin dilakukan, setidaknya Anda (AS) menentukan waktu yang jelas untuk menyerang." Adapun Washington tetap menyatakan bahwa saatnya belum tiba.

Selain itu, Amerika Serikat dan Israel juga berselisih pendapat tentang ancaman program nuklir Iran. Israel menilai kemampuan Iran memperkaya uranium sebagai ancaman sementara Amerika Serikat membedakan antara "kemampuan dan kepemilikan senjata nuklir.

Israel ngotot bahwa Iran tidak boleh dibiarkan untuk memasuki "area kekebalan" sedangkan Amerika Serikat berpendapat serangan harus dilakukan ketika Iran sudah bertekad memproduksi senjata nuklir.

Dengan perbedaan tersebut, lantas apa tujuan para pejabat Israel meningkatkan ancaman serangan ke Iran?

Tampaknya, menjelang pemilu presiden Amerika Serikat, Israel ingin menggunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk mengeruk konsesi atau paling tidak berupaya menyelaraskan Amerika Serikat dan Barat dengan kebijakan rezim Zionis.

Namun apakah upaya mengeruk konsesi itu berhasil, masih diragukan, dan hal ini dapat dilihat dari pernyataan para pejabat Amerika Serikat.

Jenderal Martin Dempsey bahwa jika Israel memilih opsi serangan ke instalasi nuklir Iran, maka Tel Aviv tidak perlu menunggu bantuan dari Amerika. Menurutnya serangan hanya akan menangguhkan program nuklir Iran dan tidak menghancurkannya. "Jika Israel menyerang, saya tidak ingin bersama mereka," tegasnya.

Ditambahkannya, "Saya tidak tahu tujuan-tujuan program nuklir Iran, karena mereka tidak mengungkap informasi mengentai tujuannya. Akan tetapi yang jelas, jika Iran diserang sebelum waktunya, maka ‘aliansi internasional' yang menekan negara ini akan gagal."

Penentangan bukan hanya datang dari Amerika Serikat saja, melainkan dari dalam Israel sendiri, para pejebat tinggi politik dan militer menolak keras rencana serangan sepihak ke Iran.

Rencana serangan yang dikemukakan oleh Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu dan menteri urusan perangnya, Ehud Barak, telah menciptakan jurang menganga di dalam tubuh Israel. Selain itu, warga Israel juga menggelar berbagai unjuk rasa memprotes politik "tebar gejolak" oleh Tel Aviv.

Mantan menteri perang Israel, Amir Perets dalam wawancaranya dengan Israel Times mengimbau para pejabat untuk memberikan kesempatan kepada diplomasi menempuh jalannya terlebih dahulu. Tanpa menyinggung kemampuan militer rezim Zionis, Perets menegaskan bahwa Tel Aviv masih punya kesempatan untuk mengijinkan boikot dan diplomasi menunjukkan hasilnya.(IRIB Indonesia/MZ)

Media Barat Seru AS dan Sekutunya Mempercayai Iran



Mayoritas media massa Amerika Serikat (Ahad 2/9) mengulas secara luas friksi antara Amerika Serikat dan Rezim Zionis Israel terkait program nuklir Republik Islam Iran. Sejumlah pengamat dan media juga menuntut perubahan kebijakan strategis Barat dan Tel Aviv terhadap Tehran.

Seperti dilaporkan Mehrnews, analis Associated Press (AP) seraya mengisyaratkan penekanan berulang kali petinggi Republik Islam yang menegaskan Tehran tidak menghendaki senjata pemusnah massal dan menyebutnya sebagai dosa besar memproduksi senjata seperti ini, meminta negara-negara Barat untuk mendukung asumsi ini bahwa Iran menghendaki untuk menjadi taladan energi nuklir seperti Jepang, artinya memiliki kemampuan memproduksi senjata nuklir namun tidak melakukannya.

Analis AP juga membahas ancaman serangan Israel terhadap instalasi nuklir Iran dan meminta pemimpin Barat mencegah terjadinya perang baru di kawasan Timur Tengah dengan mempercayai pernyataan pemimpin Iran serta mengakui bahwa Tehran tidak ingin memproduksi senjata nuklir.

Sementara itu, Koran Haaretz cetakan Israel di edisi Ahad (2/9) seraya mengisyaratkan kehadiran perwakilan 120 negara dunia di KTT GNB ke 16 di Tehran dan dukungan mereka terhadap program nuklir sipil Iran serta tidak antusiasnya Presiden AS, Barack Obama untuk terlibat perang dengan Iran, menulis, Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel telah terkucil di dunia.

Sementara itu, BBC dalam laporannya menilai berkurangnya partisipasi Amerika di manuver militer gabungan dengan Israel merupakan indikasi friksi kuat Obama dan Netanyahu terkait Iran. Televisi ini menyatakan, kini Israel memiliki dua pilihan, pertama melanjutnya ancamannya terhadap Iran yang dirilisnya sejak beberapa pekan lalu  dan Tel Aviv tidak akan meraih ambisinya karena melakukannya sendirian atau Israel terpaksa mengubah strateginya terhadap Tehran.

Koran Washington Post cetakan Amerika Serikat edisi Ahad (2/9) mengupas statemen Netanyahu terkait program nuklir Iran dan tuntutannya terhadap masyarakat dunia untuk menentukan garis merah bagi Iran. Koran ini menulis, statemen pedas Netanyahu mengindikasikan friksi kuat antara Israel dan Amerika Serikat dalam menyikapi Iran. Padahal AS menghendaki boikot diplomasi terhadap Tehran, sementara Netanyahu menuntut serangan militer. (IRIB Indonesia/MF)

Carok, Warisan "Adu Domba" Kolonial Belanda


"Carok" dengan selalu menggunakan celurit muncul di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda pada abad 18 M. Carok merupakan ikon kesatria memperjuangkan harga diri (kehormatan). Benarkah demikian ...?

Pak Sakera adalah seorang mandor kebun tebu dari Pasuruan yang memiliki nama aseli sebenarnya adalah Sudirman, dalam tugasnya ia hampir tak pernah meninggalkan celurit setiap ia pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja, celurit bagi Sudirman merupakan simbol perlawanan rakyat jelata kepada kesewenangan penindas Pemerintahan Hindia Belanda.

Pabrik gula milik perusahaan Belanda pada waktu itu membutuhkan banyak lahan baru untuk menanam tebu, karena kepentingan itu Belanda ingin membeli lahan perkebunan yang seluas-luasnya dengan harga semurah-murahnya. Dengan cara licik belanda menyuruh carik Rembang untuk bisa menyediakan lahan baru bagi perusahaan dalam jangka waktu singkat dan murah, dan dengan iming-iming harta dan kekayaan hingga carik Rembang bersedia memenuhi keinginan tersebut. Carik Rembang menggunakan cara-cara kekerasan kepada rakyat dalam mengupayakan tanah untuk perusahaan Belanda tersebut.

Sakera melihat ketidak adilan lalu mencoba membela rakyat kecil dan berkali kali menggagalkan upaya carik Rembang. Carik Rembang melaporkan hal ini kepada pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaan marah kemudian memerintahkan seorang pegawai pabrik (Jagoan) bernama Markus untuk merencanakan membunuh Sakera. Pada saat pekerja sedang istirahat Markus marah-marah dan menghukum para pekerja serta menantang Sakera. Sakera yang dilapori oleh para pekerja di Pabrik Gula tersebut marah dan juga berniat ingin membunuh Markus serta pengawalnya di kebon tebu. Sejak saat itu Sakera pun menjadi buronan polisi pemerintah Hindia Belanda.

Sakera berkunjung ke rumah ibunya, disanalah ia dikeroyok oleh carik Rembang dibantu polisi Belanda. Karena ibu Sakera diancam akan dibunuh maka Sakera ahirnya menyerah, Sakera pun masuk penjara Bangil.

Siksaan demi siksaan dilakukan polisi belanda kepada sakera setiap hari. selama dipenjara Pak Sakera selalu kangen dengan keluarga dirumahnya, Sakera memiliki istri yang sangat cantik bernama Marlena dan seorang keponakan bernama Brodin. Berbeda dengan Sakera yang berjiwa besar, Brodin adalah pemuda nakal yang suka berjudi dan sembunyi-sembunyi mengincar Marlena istri Sakera. Berkali kali Brodin berusaha untuk mendekati Marlena. Sementara Sakera ada dipenjara, Brodin berhasil berselingkuh dengan Marlena. Ketika kabar itu sampai di telinga Sakera maka Sakera marah dan kabur dari penjara. Brodin pun tewas dibunuh Sakera. Kemudian Pak Sakera melakukan balas dendam secara berturut turut, dimulai Carik Rembang dibunuh, dilanjutkan dengan menghabisi para petinggi perkebunan yang memeras rakyat. Bahkan kepala polisi Bangil pun ditebas tanganya dengan senjata khas 'Clurit' nya ketika mencoba menangkap Sakera.

Dengan cara yang licik pula Polisi Belanda mendatangi teman seperguruan sakera yang bernama Aziz untuk mencari kelemahan Pak Sakera. Dengan iming-iming akan diberi imbalan kekayaan oleh Government Belanda di Bangil Aziz menjebak Sakera dengan mengadakan tayuban, karena tahu Sakera paling senang acara tayuban akhirnya Sakera pun terjebak dan dilumpuhkan ilmunya degan pukulan BAMBU APUS. Lagi-lagi belanda berhasil mernangkap kembali Pak Sakera yang kemudian diadili oleh Government Bangil dan diputuskan untuk dihukum gantung. Sakera gugur DIGANTUNG di penjara Bangil dan Ia dimakamkan di Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.

Keluarga Sakerah yang tersisa menurut sumber informasi kerabat dekat dan keturunannya, keluarga Sakerah masih ada sebagian besar di wilayah Pasuruan, Tampong, Bangil, Rembang, Surabaya, mengingat situasi politik belanda yang menganggap Sakerah adalah extremis, maka sebagian keluarganya menjauhkan diri dari nama Extremis Sakerah maka kerabat Sakera dikucilkan oleh masyarakat pada waktu itu, namun telah menyebar ke beberapa kota di Nusantara, Di antaranya seorang lulusan IPB (Institute Pertanian Bogor) dan pernah menjadi Deputi di Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal asal Bangil, dan ada juga menjadi tokoh desa yang berpengaruh Mantan Kepala desa oro-orombo kulon Kecamatan Rembang, Tokoh di daerah Sukolipuro desa Dermo Bangil (Alm. Iskandar HadiKaslar, Pejuang, Pendidik PNS, Ustadz di Pesantren Bangil), Pengrajin kuningan di Trowulan Mojokerto, sementara sebagian besar ada di dusun nganglang, Tampong, Lumpang Bolong. Menurut info keluarga dekat cucu keturunan dari (alm) keluarga mbah Li'an (Tanah Merah), (Alm) Mbah Sholeh (Suwayowo Pandaan), (Alm) Arum Nganglang, (Alm) Mbah Aris Bangil.

Nama legenda Pak Sakerah sebenarnya adalah seorang kelahiran Bangil (di Pasuaruan) di kelurahan Raci berdarah Madura. Ia berjuang melawan penjajahan Belanda di perkebunan tebu Kancil Mas Bangil sekitar permulaan abad ke-19.
Carok dalam bahasa Kawi kuno artinya perkelahian. Biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar. Bahkan antarpenduduk sebuah desa di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Pemicu dari carok ini berupa perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan, rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun.

Pada abad ke-12 M, zaman kerajaan Madura saat dipimpin Prabu Cakraningrat dan abad 14 di bawah pemerintahan Joko Tole, istilah carok belum dikenal. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra Sunan Kudus di abad ke-17 M tidak ada istilah carok.

Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada zaman penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 M hingga menjadi Tradisi di Pulau Madura. Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, orang-orang di Jawa Timur mulai berani melakukan perlawanan pada Belanda. Senjatanya adalah celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan perlawanan. Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari kalau pelawanan tersebut dihasut oleh Belanda.

Tradisi warisan leluhur mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu. Pada saat carok mereka tidak menggunakan senjata pedang atau keris sebagaimana yang dilakukan masyarakat Madura zaman dahulu, akan tetapi menggunakan celurit sebagai senjata andalannya.

Senjata celurit ini sengaja diberikan Belanda kepada kaum blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah senjata tersebut. Karena beliau adalah seorang pemberontak dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam.

Celurit digunakan Sakera sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap penjajah Belanda. Sedangkan bagi Belanda, celurit disimbolkan sebagai senjata para jagoan dan penjahat. Upaya Belanda tersebut rupanya berhasil merasuki sebagian masyarakat Madura dan menjadi filosofi hidupnya, bahwa bila ada persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah, dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan dengan jalan carok. Alasannya adalah demi menjunjung harga diri, Istilah khas nya di Jawa Timur dan Madura, "daripada putih mata lebih baik putih tulang" artinya, "lebih baik mati berkalang tanah daripada menanggung malu". Maka tidak heran jika terjadi persoalan perselingkuhan dan perebutan tanah di Madura maupun pada keturunan orang Madura di Jawa dan Kalimantan selalu diselesaikan dengan jalan carok perorangan maupun secara massal.

Senjata yang digunakan selalu celurit. Begitu pula saat melakukan aksi kejahatan, juga menggunakan celurit. Kondisi semacam itu akhirnya memasyarakat bagi para keturunan orang Jawa Timur dan Madura di Jawa Timur, di Kalimantan, di Sumatra, di Irian Jaya, di Sulawesi ....mengecap orang Madura suka carok, suka kasar, sok jagoan, bersuara keras, suka cerai, tidak tahu sopan santun, dan kalau membunuh orang menggunakan celurit. Padahal sebenarnya tidak semua masyarakat Madura demikian. Inilah akibat dari Warisan kolonial Belanda.

Sesungguhnya masyarakat Madura memiliki sikap halus, tahu sopan santun, berkata lembut, tidak suka bercerai, tidak suka bertengkar, tanpa menggunakan senjata celurit, dan sebagainya adalah dari kalangan masyarakat santri, Leluhur mereka bertujuan melawan kolonial penjajahan Belanda di Tanah Jawa Timur dan Pulau Madura. Setelah sekian tahun penjajah Belanda meninggalkan pulau Madura, budaya carok yang selalu menggunakan celurit untuk menghabisi lawannya masih tetap ada, baik itu di Bangkalan, Sampang, maupun Pamekasan.

Mereka mengira budaya tersebut hasil ciptaan leluhurnya, tidak menyadari bahwa sesungguhnya adalah Warisan Kolonial Belanda hasil rekayasa Kolonial Belanda. Celurit pun pada akhirnya tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, Jawa Timur. Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak peristiwa Sakera dahulu hingga sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata khas dari Madura ini. Kepopulerannya celurit kerap diidentikkan dengan berbagai tindak kriminal, bahkan celurit juga digunakan oleh massa saat terjadi kerusuhan, tauran maupun demonstrasi di pelosok Nusantara untuk menakuti lawannya, boleh jadi pada akhirnya begitu. Mendengar kata Madura, dalam benak sebagian orang bakal terbayang alam yang tandus, wajah yang keras dan perilaku menakutkan. Kesan itu seolah menjadi benar tatkala muncul kasus-kasus kekerasan yang menggunakan celurit dengan pelaku utamanya orang Madura, padahal sesungguhnya adalah setingan Belanda.

Kendati demikian tak semua orang mengetahui sejarah dan proses sebuah celurit itu dibuat hingga dikenal luas. Di tempat asalnya, celurit pada mulanya hanyalah sebuah arit. Petani menggunakan arit untuk menyabit rumput di ladang dan membuat pagar rumah. Dalam perkembangannya, arit itu diubah menjadi alat beladiri yang digunakan oleh rakyat jelata ketika menghadapi musuh.

Pendapat D. Zawawi Imron.

Seniman sekaligus budayawan Madura menuturkan, "Kalangan rakyat kecil memperlakukan celurit sebagai senjata tajam biasa. Dengan kata lain, celurit itu bukan dianggap senjata sakti. Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak mengherankan, bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura".

Tersebutlah sebuah desa kecil bernama Peterongan. Kampung ini terletak di Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau. Tak salah memang, bila desa ini menjadi kondang. Maklum, celurit buatan para perajin di Desa Peterongan itu dikenal kokoh dan halus pengerjaannya.

Seorang di antara mereka adalah Salamun. Siang itu, lelaki berusia 54 tahun ini menemui Sunarto utusan dari sebuah padepokan silat terkenal di Kecamatan Kamal, Bangkalan. Sunarto pun meminta Salamun mengerjakan sebilah celurit berjenis bulu ayam.

Bagi Salamun, membuat celurit adalah bagian dari napas kehidupannya. Celurit tak hanya sekadar dimaknai sebagai benda tajam yang digunakan untuk melukai orang. Akan tetapi celurit adalah karya seni yang mesti dipertahankan dari warisan leluhurnya. Pagi itu, Salamun didampingi putranya berbelanja membeli besi tua yang berada di sudut Desa Peterongan. Di antara tumpukan besi itu, Salamun memilih besi bekas rel kereta api dan per bekas jip sebagai bahan baku membuat celurit pesanan Sunarto. Besi pilihan itu lantas dibawa menuju bengkel pandai besi miliknya yang berada tak jauh dari halaman rumahnya. Batangan besi tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu. Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan celurit yang diinginkan.

Dengan dibantu ketiga anaknya, Salamun membuat celurit pesanan padepokan silat tersebut dengan penuh ketelitian. Sebab dia memandang celurit harus mencirikan sebuah karya seni. Tak sekadar sepotong besi yang ditempa berkali kali, melainkan harus memiliki arti dan makna bagi yang memilikinya. Lantaran itulah, sebelum mengerjakan sebilah celurit, Salamun biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, Salamun melakukan ritual kecil di bengkelnya. Menurut Salamun, ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di musholla, setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit-sakitan," ucap Salamun.

Keahlian pak Salamun membuat celurit tak bisa dilepaskan dari warisan orang tua dan leluhur kakeknya. Semenjak kecil dirinya sudah dilibatkan cara membuat celurit yang benar. Salamun mengungkapkan, buat mengerjakan sebuah celurit besar, dibutuhkan waktu sekitar dua hingga empat hari. Adapun harga celurit tergantung dari bahan dan ukuran motifnya. Celurit paling murah dilepas seharga Rp 100.000.

Pria itu termasuk produktif. Betapa tidak, sudah ribuan celurit yang dihasilkan dari tempaan Salamun. Namun kini, Salamun lebih berhati-hati menerima pesanan celurit. Dia beralasan, banyak orang yang tak memahami filosofi celurit.
Minimnya pemahaman inilah yang mengakibatkan celurit lebih banyak digunakan untuk tindak kejahatan. Sebaliknya, bagi yang mengerti, celurit itu tentunya digunakan lebih berhati-hati. Pendapat itu memang beralasan. Soalnya celurit juga diartikan sebagai lambang ksatria. Dan, bukan malah untuk sembarang menyabet orang.

Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang mengajarkan cara menggunakan celurit. Satu di antaranya Padepokan Pencak Silat Joko Tole, pimpinan Hasanuddin Buchori. Perguruan ini mengambil nama dari seorang ksatria asal Sumenep. Kala itu Madura dibagi menjadi dua wilayah kerajaan besar, yaitu Madura Timur di Sumenep dan Madura Barat di Arosbaya Bangkalan. Adapun peninggalan Kerajaan Madura Barat masih terlihat dalam situs makam-makam kuno di Arosbaya.

Perguruan yang banyak mengorbitkan atlet pencak silat nasional itu secara rutin berlatih meneruskan cita-cita dan semangat leluhurnya, Joko Tole. Padepokan Silat Joko Tole selama ini cukup kesohor di kalangan pencak silat di Tanah Air. Terutama dalam mengajarkan penggunaan senjata tradisional celurit. Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya.

Di Perguruan Joko Tole, misalnya. Celurit tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pemain silat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama. Sebagian masyarakat menganggap celurit tak bisa dipisahkan dari tradisi carok yang dianut oleh sebagian orang Madura. Sayang, hingga kini, belum satu pun peneliti yang bisa menjelaskan awal mula carok menjadi bagian hidup orang Madura.

Pada dasarnya carok biasa dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. Maka, penyelesaian yang terhormat adalah dengan berduel secara ksatria satu lawan satu. Latar belakang perkelahian seperti itu diakui Zawawi Imron.

Budayawan ini menerangkan, ada adigium Madura yang mengatakan: Dibandingkan dengan "Putih mata lebih bagus putih tulang". Artinya, "Daripada hidup malu lebih baik mati". Dengan kata lain, ketika orang Madura dipermalukan, maka ia berbuat pembalasan dengan melakukan carok terhadap yang menghinanya itu. Namun dalam perkembangannya, arti carok sendiri menjadi tidak jelas. Terutama bila dihubungkan dengan "nyelep", yakni menyerang musuh dari belakang atau ketika lawan sedang lengah. Dan, hal itu semakin tidak jelas manakala banyak kasus kekerasan yang bermotifkan sosial ekonomi.

Jadi, untuk mengubah stereotip itu, orang Madura harus melawan kebodohan dan ketertinggalan. Ini seperti kerinduan budayawan sekaligus penyair Madura Zawawi Imron dalam puisi berjudul Celurit Emas:
Bila musim melabuh hujan tak turun
Kubasahi kau dengan denyutku.
Bila dadamu kerontang,
Kubajak kau dengan tanduk logamku.
Di atas bukit garam kunyalakan otakku.
Lantaran aku tahu,
Akulah anak sulung yang sekaligus anak bungsumu.
Aku berani mengejar ombak.
Aku terbang memeluk bulan.
Dan memetik bintang gemintang di ranting-ranting roh nenek moyangku. Di bubung langit kuucapkan sumpah.
Madura, akulah darahmu.
(Tradisi Lisan; dari berbagai sumber)
 (IRIB Indonesia/kompas/PH)

0 comments to "Dua Suara Miring dari KTT GNB Tehran (Republik Islam Iran) hingga Kontraversi "CAROK" di Sampang Madura Indonesia..."

Leave a comment