Hanya Menganjurkan Siswa Saja
BANJARMASIN – Sekolah dilarang menjadi distributor maupun pengecer buku kepada siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung.Pernyataan ini dilontarkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Drs H Nor Ipansyah MPd, kemarin.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2 Tahun 2008 disebutkan, sekolah wajib menyediakan buku teks pelajaran. Sedangkan untuk buku pengayaan dan buku referensi, sekolah boleh menganjurkan siswa menggunakan buku tertentu, tapi tidak boleh mewajibkan atau memaksa siswa untuk memiliki buku tersebut. Kalaupun siswa ingin membeli, maka orang tua dapat membelinya langsung ke pengecer.
“Kalau siswa ingin memiliki silakan membeli. Tapi pendidik hanya menganjurkan, tidak boleh mewajibkan dan memaksa. Dimana membeli? Orang tua yang membeli langsung ke pengecer. Jadi, tidak boleh guru berjualan kepada siswa,” tegasnya.
Buku yang dianjurkan kepada siswa pun tidak bisa sembarangan, melainkan hanya buku-buku yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan oleh kementerian. Selain itu, mana buku yang akan dipakai juga harus diputuskan bersama dalam rapat guru dan komite sekolah.
“Jadi, tidak ada istilah ‘basusunyian’.
Buku yang akan dipakai dipilih pada rapat guru dari buku-buku teks yang sudah ditentukan kelayakannya oleh kementerian,” katanya.
Namun, peraturan ini tidak sepenuhnya berlaku untuk SMA. Pasalnya, SMA tidak mendapat alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) sehingga masih sangat ketergantungan dengan partisipasi orang tua.
“Untuk SMA ya dari komite. Tapi bukan sekolah yang mengadakan, kembali lagi ke poin bahwa guru bisa menganjurkan buku yang dipakai adalah ini, tapi tidak boleh berjualan buku atau mewajibkan siswa membeli,” katanya.
Sedangkan bagi sekolah atau pendidik yang melanggar semua ketentuan ini, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kita panggil sekolahnya, kita sampaikan berjualan buku itu dilarang dan harus dihentikan. Yang namanya sanksi itu kan tidak mesti langsung dipecat, tapi ada teguran,” terangnya.
Ditambahkannya, masalah buku ini sebetulnya tidak perlu dipersoalkan. Karena bagi seorang siswa, buku adalah kebutuhan pokok. Untuk menunjang kegiatan belajar, tentu tidak cukup hanya dengan buku teks saja.
“Kalau mau pintar, ya harus banyak buku. Tidak bisa hanya dengan buku teks saja. Jadi, harus ditunjang dengan buku lain,” cetusnya.
Sementara itu, dari pantauan di lapangan, dana BOS yang dikucurkan pemerintah baik dari APBN maupun APBD ternyata masih belum mencukupi untuk mengadakan seluruh buku teks pelajaran yang dibutuhkan. Seperti yang terjadi di SDN Sungai Miai 7, sebagian orang tua siswa terpaksa harus membeli atau memfotokopi beberapa buku teks pelajaran yang tidak tersedia di sekolah meskipun pihak sekolah sendiri tidak mewajibkannya.
“Sebenarnya tidak disuruh, tapi disilakan saja kalau ingin membeli atau memfotokopi karena gurunya pakai buku itu. Belinya juga di Gramedia, di sekolah tidak ada jualan buku,” ujar Anas, salah satu orang tua siswa.
Adapun tiga buku teks pelajaran yang tidak disediakan sekolah itu adalah Bahasa Inggris, Kesenian, dan Agama dengan harga di pasaran rata-rata di atas kisaran Rp 30 ribu. (mr-108/radarbanjarmasinonline)
0 comments to "Guru di Banjarmasin Dilarang Jadi Pengecer Buku"